Menjadi Bait Allah
1 Korintus 3 : 1 – 11
1 Korintus 3 : 1 – 11
Apolos bukanlah orang asing bagi Paulus, dia adalah mitra kerja. Apolos berasal dari Aleksandria, fasih bicara dan sangat mahir dalam hal Kitab Suci. Dengan penuh semangat Apolos melayani Tuhan. Dia mengajar dan memberitakan tentang Yesus kepada banyak orang, meskipun yang ia ketahui hanya tentang baptisan Yohanes sampai akhirnya ia bertemu dengan Priskila dan Akwila yang mengajarinya tentang kebenaran firman lebih dalam lagi, sehingga Apolos memiliki pengenalan yang benar akan jalan Tuhan. Bahkan “…dengan tak jemu-jemunya ia membantah orang-orang Yahudi di muka umum dan membuktikan dari Kitab Suci bahwa Yesus adalah Mesias.” (Kisah 18:28). Akhirnya pelayanan Apolos pun semakin berkembang. Dikatakan oleh Paulus bahwa Apolos berperan sebagai ‘penyiram’ yang baik bagi jemaat Korintus, artinya ia melanjutkan pengajaran yang ditanam Paulus sebelumnya. Lambat laun Apolos semakin dikenal oleh jemaat Korintus, sampai-sampai di antara jemaat mulai timbul perselisihan karena mereka membanding-bandingkan pelayanan Paulus dan Apolos. Ada yang memihak Paulus, ada pula yang lebih memilih Apolos. Paulus pun berkata, “…aku telah diberitahukan oleh orang-orang dari keluarga Kloe tentang kamu, bahwa ada perselisihan di antara kamu. Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu masing-masing berkata: Aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos.” (1 Korintus 1:11-12). Walaupun lebih senior, Paulus tidak pernah merasa tersaingi apalagi terganggu dengan kehadiran Apolos yang menyita perhatian jemaat, justru sebaliknya dia terus mendukung dan memotivasi Apolos (baca 1 Korintus 16:12).
Banyak orang merasa terancam ketika melihat ada orang lain yang lebih menonjol, lebih populer dan punya kemampuan lebih dari dirinya, sehingga berbagai upaya dilakukan untuk menekan orang tersebut agar tidak bisa maju/berkembang. Ini bukanlah karakter pelayanan Tuhan atau pemimpin yang baik. Hamba Tuhan atau pemimpin yang baik memberi peluang sebesar-besarnya bagi orang lain menunjukkan potensinya, bukan malah menghancurkan karena mereka adalah mitra kerja.
Burung hantu bintik-bintik telah menghilang dari AS. Pada awalnya, diyakini bahwa penebangan pohon-pohon tua merupakan ancaman terbesar yang dihadapi burung hantu bintik-bintik ini. Namun, penelitian menunjukkan bahwa salah satu kerabat burung hantu inilah yang kemungkinan merupakan penyebab masalah. Selama 15 tahun terakhir, burung hantu polos telah bermigrasi secara besar-besaran ke barat. Burung hantu polos, yang biasanya hanya hidup secara eksklusif di sebelah timur Mississippi, bersaing untuk mendapatkan makanan yang sama dengan burung hantu bintik-bintik, dan burung hantu polos ini lebih agresif dan lebih cepat beradaptasi. Paulus mengatakan bahwa hal terpenting yang seharusnya mempersatukan gereja adalah memberitakan kabar baik. Hal ini seharusnya juga menjadi tujuan kita bersama.
Sama halnya, konflik rohani terbesar yang kita alami seringkali tidak berasal dari luar gereja, tetapi dari sesama orang Kristen. Hal ini dialami oleh gereja Korintus. Paulus membutuhkan waktu untuk menegur roh perpecahan yang telah tumbuh di jemaat ini. Roh perpecahan ini mengancam keutuhan gereja. Paulus, dengan dorongan penggembalaan, menguatkan jemaat Korintus untuk dapat sepakat tentang hal-hal yang terpenting dan tidak berselisih karena hal-hal sepele. Orang-orang berselisih karena mereka mengelompokkan diri dengan para pemimpin Kristen yang berbeda—Paulus, Apolos, Petrus, dan bahkan Kristus. Perpecahan ini terjadi karena mereka lebih menghargai pemimpin favorit mereka daripada kesatuan di dalam Kristus.
Dalam perjalanan sejarah gereja, ternyata gereja-gereja Tuhan sering tidak menjadikan Kristus sebagai pusat dan tujuan hidupnya. Gereja-gereja Tuhan justru sering menjadikan pemimpinnya sebagai yang diidolakan, bahkan pemimpin umat dikultuskan sedemikian rupa. Kita dapat melihat banyak contoh para pelayan Tuhan yang secara sadar atau tidak sadar sering mencoba mengkondisikan anggota jemaatnya untuk bergantung kepada dirinya. Dalam hal ini mereka menyatakan dirinya sebagai “hamba Tuhan” yang telah memperoleh karunia dan akses khusus untuk berbicara dengan Kristus. Mereka sering membuat berbagai kesaksian bagaimana mereka telah dipilih secara khusus oleh Tuhan sehingga perkataan mereka memiliki kuasa untuk bernubuat dan mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit. Kemungkinan yang lain dari sikap kultus individu tersebut adalah karena beberapa anggota jemaat memiliki kelompok yang gemar mendewa-dewakan pemimpinnya. Tampaknya keadaan inilah yang meracuni kehidupan jemaat di Korintus. Di I Kor. 1:12 rasul Paulus menegur sikap dan kecenderungan jemaat Korintus, demikian: “Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu masing-masing berkata: Aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari golongan Kefas. Atau aku dari golongan Kristus. Adakan Kristus terbagi-bagi-bagi?” (I Kor. 1:12). Mereka memiliki kecenderungan yang sangat kuat untuk membentuk kelompok atau golongannya masing-masing dengan pemimpin yang mereka anggap paling unggul. Itu sebabnya di antara mereka ada yang mengklaim sebagai pengikut dari Paulus, sebagian mengklaim sebagai pengikut dari Apolos, dan sebagian mengklaim sebagai pengikut dari Petrus. Itu sebabnya kehidupan jemaat di Korintus ditandai oleh perpecahan dan di antara mereka akhirnya terpecah-pecah menjadi berbagai golongan yang saling meniadakan pihak lain. Dalam kondisi perpecahan itu rasul Paulus berkata: “Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia-sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir” (I Kor. 1:10). Jadi manakala Kristus tidak dijadikan sebagai pusat hidup dan pegangan satu-satunya, maka kehidupan jemaat yang telah dibentuk oleh Kristus dapat terpecah-belah menjadi berbagai kelompok atau golongan. Jemaat yang dibentuk oleh Kristus pada hakikatnya telah dipanggil oleh Allah untuk keluar dari situasi kesuraman, kegelapan dan terhimpit oleh kuasa dosa. Kehidupan mereka diubah dan dipulihkan oleh Tuhan untuk menjadi umat yang dilimpahi rahmat keselamatan Allah. Tetapi sebaliknya jemaat juga dapat berubah kembali (set back) menjadi sekumpulan orang-orang yang hidup menurut cara duniawi manakala mereka mengabaikan Kristus dengan mengkultus-individukan pemimpin umat. Akibatnya mereka tidak lagi berperan sebagai kawan sekerja Allah, tetapi justru mereka dapat berubah menjadi para lawan Allah. Mereka tidak lagi menyediakan diri sebagai alat dalam karya keselamatan Allah; tetapi mereka justru telah memperalat karya keselamatan Allah untuk kepentingan diri dan kelompoknya.
Syukurlah dalam situasi perpecahan itu, rasul Paulus tidak tergoda untuk memperkuat golongan atau orang-orang yang mendukung atau memujanya. Sebaliknya justru rasul Paulus kemudian menegur setiap golongan agar mereka semua hanya tertuju kepada Kristus sebagai kepala jemaat. Bukankah dalam situasi perpecahan jemaat yang mana seorang pemimpin didukung oleh golongannya sering memiliki kecenderungan untuk memanfaatkan situasi agar dia makin dikultus-individukan? Pemimpin umat yang demikian pada hakikatnya tidak layak lagi melayani Tuhan di tengah-tengah jemaat, sebab telah terlihat dengan jelas motivasi dia; yaitu sebenarnya dia tidak dipanggil untuk melayani Tuhan dan mewujudkan karya keselamatan Allah, tetapi dia melayani jemaat untuk mencari kepentingannya sendiri. Dalam hidup berjemaat, pemimpin umat dapat berarti seorang yang berjabatan pendeta, tetapi juga seorang penatua atau pengurus komisi-komisi. Apabila kita menempatkan Kristus sebagai kepala jemaat, maka kita wajib menolak para pemimpin yang secara sengaja telah memanfaatkan dukungan anggota jemaat untuk kepentingan dirinya. Sebab prinsip pemilihan Kristus kepada orang-orang yang menjadi muridNya pada hakikatnya adalah bersedia meninggalkan segala sesuatu barulah mereka mengikut Dia. Di Mat. 4:22 disaksikan sikap murid-murid dari Galilea dalam menjawab panggilan Tuhan Yesus, yaitu: “Yesus memanggil mereka dan mereka segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikuti Dia”. Manakala kita mau meninggalkan segala sesuatu untuk mengikut Kristus, maka pastilah kita akan mengutamakan kepentingan Kristus dan karya keselamatan Allah. Sehingga segala ambisi, kepentingan diri dan penonjolan diri telah kita tinggalkan agar kita dapat makin mempermuliakan Kristus.
Jadi manakala dalam kehidupan kita masih diwarnai oleh berbagai macam perpecahan dan pertengkaran; apakah perpecahan dan pertengkaran dalam kehidupan keluarga, pergaulan dengan anggota masyarakat, pekerjaan dan berjemaat sesungguhnya kita belum berhasil mempraktekkan makna “meninggalkan segala sesuatu” dan mengikut Kristus. Sebab dari situasi perpecahan dan pertengkaran tersebut, sebenarnya kita telah memberi andil dan memanfaatkan situasi tersebut untuk kepentingan diri kita sendiri. Akibatnya kita kemudian menuai hidup berupa kesuraman, kegelapan dan terhimpit sebagaimana pernah dialami oleh umat Israel yang tinggal di Galilea. Dalam kondisi yang demikian, sebenarnya Allah telah menghukum kita dengan merendahkan dan membuat kita malu. Tetapi rahmat dan belas kasihan Allah akan dinyatakan apabila kita mau segera bertobat dengan meninggalkan segala egoisme diri. Pada saat kita mau bertobat, maka kita akan diperkenankan oleh Allah untuk kembali melihat Terang besar yaitu keselamatan yang telah dinyatakan di dalam Kristus. Bahkan Kristus berkenan akan memakai kita kembali untuk menjadi kawan sekerjaNya. Sebab tidak selama-lamanya Allah menghukum, tetapi Dia juga berkenan memulihkan kita dan mempercayai kita untuk melakukan karya kasihNya yang mulia. Jika demikian, bagaimanakah kehidupan saudara saat ini? Apakah kehidupan saudara masih ditandai oleh perpecahan dan pertengkaran? Jadikanlah Kristus sebagai pusat dan tujuan hidup kita satu-satunya, maka kita akan bersedia untuk meninggalkan segala sesuatu bagi kemuliaan namaNya sehingga kita dapat hidup dalam damai-sejahtera Allah dengan setiap orang dan lawan. Biarlah hidupmu menjadi kemuliaan nama Tuhan dengan menyadari tubuh kita itu adalah Bait Allah yang diperkenankan dalam setiap perbuatan baik. Dengan menjadi Biat Allah, kita diberikan kepercayaan dalam perpanjangan tangan Tuhan memberikan pelayanan bagi semua orang.
Banyak orang merasa terancam ketika melihat ada orang lain yang lebih menonjol, lebih populer dan punya kemampuan lebih dari dirinya, sehingga berbagai upaya dilakukan untuk menekan orang tersebut agar tidak bisa maju/berkembang. Ini bukanlah karakter pelayanan Tuhan atau pemimpin yang baik. Hamba Tuhan atau pemimpin yang baik memberi peluang sebesar-besarnya bagi orang lain menunjukkan potensinya, bukan malah menghancurkan karena mereka adalah mitra kerja.
Burung hantu bintik-bintik telah menghilang dari AS. Pada awalnya, diyakini bahwa penebangan pohon-pohon tua merupakan ancaman terbesar yang dihadapi burung hantu bintik-bintik ini. Namun, penelitian menunjukkan bahwa salah satu kerabat burung hantu inilah yang kemungkinan merupakan penyebab masalah. Selama 15 tahun terakhir, burung hantu polos telah bermigrasi secara besar-besaran ke barat. Burung hantu polos, yang biasanya hanya hidup secara eksklusif di sebelah timur Mississippi, bersaing untuk mendapatkan makanan yang sama dengan burung hantu bintik-bintik, dan burung hantu polos ini lebih agresif dan lebih cepat beradaptasi. Paulus mengatakan bahwa hal terpenting yang seharusnya mempersatukan gereja adalah memberitakan kabar baik. Hal ini seharusnya juga menjadi tujuan kita bersama.
Sama halnya, konflik rohani terbesar yang kita alami seringkali tidak berasal dari luar gereja, tetapi dari sesama orang Kristen. Hal ini dialami oleh gereja Korintus. Paulus membutuhkan waktu untuk menegur roh perpecahan yang telah tumbuh di jemaat ini. Roh perpecahan ini mengancam keutuhan gereja. Paulus, dengan dorongan penggembalaan, menguatkan jemaat Korintus untuk dapat sepakat tentang hal-hal yang terpenting dan tidak berselisih karena hal-hal sepele. Orang-orang berselisih karena mereka mengelompokkan diri dengan para pemimpin Kristen yang berbeda—Paulus, Apolos, Petrus, dan bahkan Kristus. Perpecahan ini terjadi karena mereka lebih menghargai pemimpin favorit mereka daripada kesatuan di dalam Kristus.
Dalam perjalanan sejarah gereja, ternyata gereja-gereja Tuhan sering tidak menjadikan Kristus sebagai pusat dan tujuan hidupnya. Gereja-gereja Tuhan justru sering menjadikan pemimpinnya sebagai yang diidolakan, bahkan pemimpin umat dikultuskan sedemikian rupa. Kita dapat melihat banyak contoh para pelayan Tuhan yang secara sadar atau tidak sadar sering mencoba mengkondisikan anggota jemaatnya untuk bergantung kepada dirinya. Dalam hal ini mereka menyatakan dirinya sebagai “hamba Tuhan” yang telah memperoleh karunia dan akses khusus untuk berbicara dengan Kristus. Mereka sering membuat berbagai kesaksian bagaimana mereka telah dipilih secara khusus oleh Tuhan sehingga perkataan mereka memiliki kuasa untuk bernubuat dan mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit. Kemungkinan yang lain dari sikap kultus individu tersebut adalah karena beberapa anggota jemaat memiliki kelompok yang gemar mendewa-dewakan pemimpinnya. Tampaknya keadaan inilah yang meracuni kehidupan jemaat di Korintus. Di I Kor. 1:12 rasul Paulus menegur sikap dan kecenderungan jemaat Korintus, demikian: “Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu masing-masing berkata: Aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari golongan Kefas. Atau aku dari golongan Kristus. Adakan Kristus terbagi-bagi-bagi?” (I Kor. 1:12). Mereka memiliki kecenderungan yang sangat kuat untuk membentuk kelompok atau golongannya masing-masing dengan pemimpin yang mereka anggap paling unggul. Itu sebabnya di antara mereka ada yang mengklaim sebagai pengikut dari Paulus, sebagian mengklaim sebagai pengikut dari Apolos, dan sebagian mengklaim sebagai pengikut dari Petrus. Itu sebabnya kehidupan jemaat di Korintus ditandai oleh perpecahan dan di antara mereka akhirnya terpecah-pecah menjadi berbagai golongan yang saling meniadakan pihak lain. Dalam kondisi perpecahan itu rasul Paulus berkata: “Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia-sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir” (I Kor. 1:10). Jadi manakala Kristus tidak dijadikan sebagai pusat hidup dan pegangan satu-satunya, maka kehidupan jemaat yang telah dibentuk oleh Kristus dapat terpecah-belah menjadi berbagai kelompok atau golongan. Jemaat yang dibentuk oleh Kristus pada hakikatnya telah dipanggil oleh Allah untuk keluar dari situasi kesuraman, kegelapan dan terhimpit oleh kuasa dosa. Kehidupan mereka diubah dan dipulihkan oleh Tuhan untuk menjadi umat yang dilimpahi rahmat keselamatan Allah. Tetapi sebaliknya jemaat juga dapat berubah kembali (set back) menjadi sekumpulan orang-orang yang hidup menurut cara duniawi manakala mereka mengabaikan Kristus dengan mengkultus-individukan pemimpin umat. Akibatnya mereka tidak lagi berperan sebagai kawan sekerja Allah, tetapi justru mereka dapat berubah menjadi para lawan Allah. Mereka tidak lagi menyediakan diri sebagai alat dalam karya keselamatan Allah; tetapi mereka justru telah memperalat karya keselamatan Allah untuk kepentingan diri dan kelompoknya.
Syukurlah dalam situasi perpecahan itu, rasul Paulus tidak tergoda untuk memperkuat golongan atau orang-orang yang mendukung atau memujanya. Sebaliknya justru rasul Paulus kemudian menegur setiap golongan agar mereka semua hanya tertuju kepada Kristus sebagai kepala jemaat. Bukankah dalam situasi perpecahan jemaat yang mana seorang pemimpin didukung oleh golongannya sering memiliki kecenderungan untuk memanfaatkan situasi agar dia makin dikultus-individukan? Pemimpin umat yang demikian pada hakikatnya tidak layak lagi melayani Tuhan di tengah-tengah jemaat, sebab telah terlihat dengan jelas motivasi dia; yaitu sebenarnya dia tidak dipanggil untuk melayani Tuhan dan mewujudkan karya keselamatan Allah, tetapi dia melayani jemaat untuk mencari kepentingannya sendiri. Dalam hidup berjemaat, pemimpin umat dapat berarti seorang yang berjabatan pendeta, tetapi juga seorang penatua atau pengurus komisi-komisi. Apabila kita menempatkan Kristus sebagai kepala jemaat, maka kita wajib menolak para pemimpin yang secara sengaja telah memanfaatkan dukungan anggota jemaat untuk kepentingan dirinya. Sebab prinsip pemilihan Kristus kepada orang-orang yang menjadi muridNya pada hakikatnya adalah bersedia meninggalkan segala sesuatu barulah mereka mengikut Dia. Di Mat. 4:22 disaksikan sikap murid-murid dari Galilea dalam menjawab panggilan Tuhan Yesus, yaitu: “Yesus memanggil mereka dan mereka segera meninggalkan perahu serta ayahnya, lalu mengikuti Dia”. Manakala kita mau meninggalkan segala sesuatu untuk mengikut Kristus, maka pastilah kita akan mengutamakan kepentingan Kristus dan karya keselamatan Allah. Sehingga segala ambisi, kepentingan diri dan penonjolan diri telah kita tinggalkan agar kita dapat makin mempermuliakan Kristus.
Jadi manakala dalam kehidupan kita masih diwarnai oleh berbagai macam perpecahan dan pertengkaran; apakah perpecahan dan pertengkaran dalam kehidupan keluarga, pergaulan dengan anggota masyarakat, pekerjaan dan berjemaat sesungguhnya kita belum berhasil mempraktekkan makna “meninggalkan segala sesuatu” dan mengikut Kristus. Sebab dari situasi perpecahan dan pertengkaran tersebut, sebenarnya kita telah memberi andil dan memanfaatkan situasi tersebut untuk kepentingan diri kita sendiri. Akibatnya kita kemudian menuai hidup berupa kesuraman, kegelapan dan terhimpit sebagaimana pernah dialami oleh umat Israel yang tinggal di Galilea. Dalam kondisi yang demikian, sebenarnya Allah telah menghukum kita dengan merendahkan dan membuat kita malu. Tetapi rahmat dan belas kasihan Allah akan dinyatakan apabila kita mau segera bertobat dengan meninggalkan segala egoisme diri. Pada saat kita mau bertobat, maka kita akan diperkenankan oleh Allah untuk kembali melihat Terang besar yaitu keselamatan yang telah dinyatakan di dalam Kristus. Bahkan Kristus berkenan akan memakai kita kembali untuk menjadi kawan sekerjaNya. Sebab tidak selama-lamanya Allah menghukum, tetapi Dia juga berkenan memulihkan kita dan mempercayai kita untuk melakukan karya kasihNya yang mulia. Jika demikian, bagaimanakah kehidupan saudara saat ini? Apakah kehidupan saudara masih ditandai oleh perpecahan dan pertengkaran? Jadikanlah Kristus sebagai pusat dan tujuan hidup kita satu-satunya, maka kita akan bersedia untuk meninggalkan segala sesuatu bagi kemuliaan namaNya sehingga kita dapat hidup dalam damai-sejahtera Allah dengan setiap orang dan lawan. Biarlah hidupmu menjadi kemuliaan nama Tuhan dengan menyadari tubuh kita itu adalah Bait Allah yang diperkenankan dalam setiap perbuatan baik. Dengan menjadi Biat Allah, kita diberikan kepercayaan dalam perpanjangan tangan Tuhan memberikan pelayanan bagi semua orang.