Minggu, 31 Januari 2010

Renungan Epistel Minggu, 31 Januari 2010

Keluarga Bahagia
Kolosse 3: 18-4: 1
Keluarga-keluarga yang ada dimuka bumi ini, adalah merupakan rancangan Allah sendiri. Dialah yang berinisiatif menciptakan keluarga di muka bumi ini. Ketika Tuhan Allah membentuk manusia dari debu tanah serta menghembuskan nafas hidup kedalam hidungnya, dan menempatkannya dalam taman Eden, maka Tuhan sendirilah yang berfirman, “…tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja…”.Seringkali seorang suami yang melayani Tuhan, memandang dan menganggap istrinya bukan sebagai penolong yang sepadan bagi dirinya. Sering terjadi bahwa seorang suami menganggap istrinya sebagai “penghambat” pelayanannya. Suami yang seperti ini telah kehilangan janji Tuhan yang sangat indah didalam hidupnya. Didalam suatu keluarga, bapa mempunyai tanggung
jawab menjalankan otoritas yang diberikan Tuhan padanya, yaitu dalam hal memerintahkan anak-anaknya agar mengikut Tuhan. Disini kita lihat fungsi bapa didalam keluarga sebagai seorang pendidik, tentunya dengan pertolongan seorang istri. Tetapi kita harus jelas melihat bahwa tanggung jawab mendidik ( memerintahkan ) anak-anak, terletak dipundak seorang bapa. Tentu saja istri sebagai seorang penolong, akan membantu, demikian juga guru-guru disekolah, serta pelayan-pelayan Tuhan didalam gereja ikut serta mendidik anak-anak. Tetapi tanggung jawab itu ada pada sang bapa. Apabila anak-anak memberontak dan tidak menurut jalan yang ditunjukkan Tuhan, maka pertanggung-jawaban terakhir harus didapat dari seorang bapa.
Perintah agar suami mengasihi isteri, dikaitkan dengan perihal Kristus mengasihi Jemaat. Ini berarti suamiharus mengasihi isterinya dengan kasih yang dimiliki Kristus. Tuhan mengetahui bahwa di dalam dirinya sendiri, suami tidak memiliki jenis kasih yang mana sanggup untuk mengasihi dan menyerahkan dirinya bagi isterinya sebagaimana Kristus. Mungkin waktu masih berpacaran dulu, sang pemuda merasa ia akan sanggup mengasihi gadis yang akan menjadi isterinya kelak, sampai mereka mencapai usia lanjut, bahkan sampai mati. Tetapi harus diakui, walaupun sang pemuda telah menjadi Kristen dan mengalami lahir baru, namun jenis kasih yang dimilikinya kepada sang kekasih adalahjenis kasih manusiawi. Kasih manusiawi ini, tidak akan tahan menghadapi rintangan dan masalah-masalah didalam pernikahan.
Telah terbukti di dunia ini, bahwa banyak orang menikah “atas dasar cinta” namun berakhir dengan perceraian. Itulah sebabnya, datang perintah agar suami mengasihi isterinya, bukan dengan kasih manusiawi, namun dengan kasih yang dimiliki Kristus kepada Jemaat. apabila seorang suami rindu mentaati perintah Tuhan untuk mengasihi isterinya, maka ia harus bertumbuh sedemikian sehingga kasih Kristus didalam dirinya semakin bertambah. Pertumbuhan dalam kasih Kristus ini, tidak boleh kita samakan dengan pertumbuhan dalam iman, pengharapan atau pertumbuhan dalam urapan. Seorang suami mungkin bertumbuh dalam iman , pengharapan dan urapan, sehingga ia semakin dipakai Tuhan dan menjadi semakin terkenal didalam pelayanan. Tetapi seringkali konflik yang kita alami didalam rumah tangga kita, membuktikan bahwa kita belum cukup bertumbuh dalam kasih Kristus sebagaimana mestinya. Perkara selanjutnya yang harus dilakukan seorang bapa adalah mendidik anak-anaknya didalam nasihat dan ajaran Tuhan. Ini berarti seorang bapa haruslah memiliki dan menanamkan tujuan, misi, visi serta nilai-nilai luhur kepada anak-anaknya. Karena anak-anak diberikan Tuhan pada orang tua agar kelak mereka dapat meneruskan pelayanan dan perjuangannya. Sesungguhnya, anak-anak adalah karunia Tuhan bagi orang tua sehingga orang tua dapat memperpanjang hari-harinya di muka bumi ini. Para orang tua dapat mencapai banyak hal bagi kemuliaan Tuhan, melalui anak-anak mereka. Itulah sebabnya tugas seorang bapa dengan bantuan seorang ibu tentunya, dalam mendidik anak-anaknya menjadi begitu penting. Tugas ini tidak dapat didelegasikan pada para guru di sekolah atau para pelayan Tuhan di gereja. Mereka semua hanyalahbersifat membantu, tetapi seorang bapalah yang memikul tanggung jawab ini. Keluarga sebagai bentuk sosialisasi terkecil dalam masyarakat, jika ada banyak keluarga harmonis, maka akan tercipta masyarakat yang harmonis juga. Landasan ini jelas mengarahkan ajaran Firman ini yang mengajarkan moral iman dan sebagainya. Oleh sebab itu, keluarga yang harmonis, sehat dan sejahtera akan memberikan hubungan yang baik bagi masyarakat dan menuntut keluarga untuk terbuka dan mengambil bagian dalam masyarakat dan pembangunannya. Dari hal ini, dapat kita lihat bahwa keluarga dan masyarakat memiliki tugas dan peran masing – masing untuk saling mengembangkan dan saling mengisi kekosongan yang ada.

Renungan Minggu SEPTUAGESIMA 31 Januari 2010

Coram Deo
Mazmur 128: 1 - 6

Kita hidup dalam zaman dimana ketakutan dan kecemasan menghantui. Alasannya cukup masuk akal karena berbagai serangan teroris seperti peristiwa September 2001 di USA, Bom Bali tahun 2002, Bom London Juli 2005 dan Bom Bali 1 Oktober 2005. Ketakutan ini tentunya sangat bersifat negatif dan mengganggu kesehatan jiwa. Tetapi dalam Alkitab ada ketakutan yang bersifat positif dan membawa berkat, sebagaimana pemazmur mengajak kita takut akan Tuhan. Kalau ini dilaksanakan akan membawa berkat. Arti pertama dari takut ini adalah sikap hormat, takjub, mengagumi akan Tuhan dan segala karyaNya baik itu berupa keselamatan maupun akan dunia ciptaanNya. Dari sana berangkat pujian, penyembahan dan ibadah. Arti kedua dari takut yang dimaksud adalah perasaan gentar berhadapan dengan Allah yang Maha Kudus yang membenci dosa. Berangkat dari sana kita menghindari dosa, mewujudkan hidup kudus dan lebih luas lagi selalu mengusahakan untuk menyelaraskan hidup ini sesuai dengan kehendak dan Firman Tuhan.
Orang yang takut akan Tuhan diberkati pekerjaannya. Berkat dalam arti materi dan berkat untuk menikmati hasil pekerjaannya. Tanpa berkat Tuhan banyak orang bekerja keras, mereka berhasil tetapi tidak dapat menikmatinya karena berbagai penyakit yang diderita, mungkin juga karena ditipu orang dan sebab-sebab lain, sehingga apa yang dihasilkan habis seperti karung bolong yang diisi tanpa pernah penuh. Dengan berkat Tuhan hasil kerja dapat dinikmati. Bonus lain dari takut akan Tuhan ialah berkat atas keluarga. Dalam keluarga Kristen, selain harus mencukupi kebutuhan keluarganya, seorang ayah (suami) juga bertanggungjawab atas kerohanian istri, anak-anak dan seisi keluarganya. Karena itu, seorang ayah (suami) harus menjadi imam dalam keluarganya. Ia harus mendidik anak-anaknya di dalam ajaran dan nasihat Tuhan (Ef. 6:4). Seperti Ayub—setiap kali setelah anak-anaknya berpesta—yang memanggil dan menguduskan mereka serta mempersembahkan kurban bakaran sejumlah mereka sekalian. Ayub tidak ingin anak-anaknya berdosa kepada Tuhan (Ayub 1:5).
Seorang ayah (suami) juga harus menjadi teladan bagi istri dan anak-anaknya. Istrinya bagaikan pohon anggur, itu berarti istrinya menjadi sumber sukacita ditengah rumah tangga.( bandingkan Hakim Hakim 9:13). Anak-anaknya bagaikan pohon zaitun mengelilingi mejamu, ini mau menunjuk kepada anak anak yang berguna bagi orang tua dan bagi Tuhan. (bandingkan Hakim Hakim 9:9). Amsal 15:3 mengatakan: “Mata Tuhan ada disegala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik.” Sejiwa dengan itu ada ucapan dalam bahasa latin yang mengatakan: “Coram Deo” artinya kita hidup dihadapan hadirat Allah. Karena hidup dihadapan Allah dimanapun kita berada maka kita diajak untuk takut kepada Tuhan dalam bentuk hormat, takjub, pujian, ibadah, menghindari dosa dan menyelaraskan hidup sesuai dengan Firman Tuhan. Buang takut yang negatif dan merusak kesehatan jiwa, lalu bersamaan dengan itu kembangkan takut yang positif, takut kepada Tuhan yaitu takut yang membawa berkat. Maka selaras dalam sikap, perkataan, pikiran dan perbuatan serta kesucian hidup. Karena, hal ini menanamkan dasar yang kuat akan kekudusan dan kesetiaan serta integritas, bagi istri dan anak-anaknya, sehingga mereka dapat menjadi kesaksian bagi orang lain. Dengan demikian, setiap anggota keluarga dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dengan baik, dan akhirnya, mereka menjadi keluarga yang harmonis dan bahagia. Jika setiap anggota keluarga memiliki hati yang takut akan Tuhan, maka dengan sendirinya akan tercipta keluarga yang melayani Tuhan, dan menjadi saksi Kristus. Keluarga Kristen yang melayani akan menjadi berkat bagi banyak orang dan menjadi keluarga yang diberkati Tuhan pula. Amin (EM).

Renungan Hari Sabtu, 30 Januari 2010

Saudara Yang Percaya Dalam Kristus
Kolose 1: 2
"Kepada saudara-saudara yang kudus dan yang percaya dalam Kristus di Kolose. Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, menyertai kamu."
Surat Paulus kepada Jemaat di Kolose adalah salah satu kitab dalam Alkitab. Kolose adalah sebuah kota di Asia Kecil, sebelah timur kota Efesus. Bukan Paulus yang mendirikan jemaat di Kolose ini, tetapi ketika ia mengutus pekerja-pekerja dari Efesus, ibukota sebuah provinsi Roma di Asia Kecil, ia merasa bertanggung jawab juga atas jemaat di Kolose itu. Paulus sudah menerima berita dari Epafras bahwa di dalam jemaat itu ada guru-guru yang mengajar ajaran-ajaran yang salah. Guru-guru itu berkeras bahwa untuk mengenal Tuhan dan diselamatkan dengan sempurna, orang harus menyembah "roh-roh yang menguasai dan memerintah semesta alam". Di samping itu, kata guru-guru itu, orang haruslah pula taat menjalankan peraturan-peraturan sunat, pantangan dan lain sebagainya.
Surat Paulus Kepada Jemaat di Kolose ini ditulis untuk mengemukakan ajaran Kristen yang benar dan menentang ajaran-ajaran salah yang diajarkan oleh guru-guru palsu itu. Inti sari surat ini ialah bahwa Yesus Kristus sanggup memberi keselamatan yang sempurna dan bahwa ajaran-ajaran yang lainnya itu hanya menjauhkan orang dari Kristus. Melalui Kristus, Tuhan menciptakan dunia ini, dan melalui Kristus pula Tuhan menyelamatkannya. Hanyalah melalui bersatu dengan Kristus, dunia mempunyai harapan untuk diselamatkan. Selanjutnya Paulus menguraikan hubungan antara ajaran yang agung itu dengan kehidupan orang Kristen.
Benarkah kita sudah menjadi seorang saudara bagi mereka yang dalam kemalangan? Apakah kita sungguh mengenal orang yang duduk di samping kita tersebut? Terkadang sangat mudah kita menyatakan orang Kristen yang lainnya sebagai seorang saudara seiman kala tengah ibadah. Tetapi sesudah ibadah kita pergi meninggalkan gedung gereja tanpa perduli dengan beban hidup saudara seiman kita. Sebagai orang tebusan, kita adalah Manusia Baru/Gereja Tuhan didalam Kristus. kita perlu memahami peran kita tersebut didalam lingkungan saudara seiman kita. Alkitab mengajarkan kepada kita bagaimana bersikap untuk selalu saling menghormati, saling memperhatikan, saling mendukung, saling menguatkan, saling menasehati, saling memberkati, saling mengapuni, saling menolong, saling mendoakan ( Roma 12:10,14:19,15:14; Efesus 4:2,32 ; Yakobus 5:16; 1 Yohanes 4:7) Sebagai Gereja Tuhan, kita adalah hamba kepada Tuhan dan kepada sesama (1 Yohanes 13;14) dengan demikian, sebagaimana teladan Kristus, kita memahami bahwa kita harus melayani dan bukan dilayani saja ( Matius 20:28). kita harus tanggalan dan tinggalkan "consumer mentality' dan bersedia menjadi pelayanNya yang oleh karena Kristus menghasilan kehidupan yang memberi buah (kolose 1:10;filipi 1:22) itu berarti kita tidak selalu menerima (dilayani) tetapi juga memberikan kontribusi (melayani). melalui doa doa kita, waktu, karunia kemampuan -talenta, bahkan harta yang kita miliki. kita bergembira meerima Kasih Kristus yang diberikan oleh saudara seiman, namun kita akan sangata bersuka cita menjadi alat bagi Kristus untuk menyalurkan kasihNya kepada orang lain melalui hidup kita.

Kamis, 28 Januari 2010

Renungan Hari Jumat, 29 Januari 2010

Pengurapan Yang Mengajar Kamu
1 Yohanes 2: 27
"Sebab di dalam diri kamu tetap ada pengurapan yang telah kamu terima dari pada-Nya. Karena itu tidak perlu kamu diajar oleh orang lain. Tetapi sebagaimana pengurapan-Nya mengajar kamu tentang segala sesuatu -- dan pengajaran-Nya itu benar, tidak dusta -- dan sebagaimana Ia dahulu telah mengajar kamu, demikianlah hendaknya kamu tetap tinggal di dalam Dia."
Pengurapan berasal dari kata dalam bahasa Inggris, yaitu: to anoint = Mengurapi; Diurapi = Diolesi atau disiram dengan minyak. Pengurapan mempunyai tujuan. Seorang diurapi dengan tujuan untuk memegang tugas jabatan tertentu. Daud diurapi dengan minyak oleh Samuel untuk menjadi raja. Harun diurapi untuk memegang jabatan imam besar. Dalam diri orang yang percaya dan sudah lahir baru terdapat pengurapan untuk menerima pengajaran dari Allah, pengurapan untuk mengajar orang Kristen tersebut. Perhatikan I Yoh 2:27. Orang yang belum lahir baru tidak mengerti firman Tuhan, tetapi begitu ia membuka hatinya untuk menerima Kristus, ia akan mulai dapat mempelajari Alkitab sendiri tanpa bergantung pada orang lain.
Itulah sebabnya orang yang baru lahir baru didorong dan dianjurkan membaca Alkitab langsung, bukan membaca tafsiran Alkitab, renungan, pembahasan Alkitab dll. Buku-buku lain ini memang boleh dibaca, tetapi makanan pokok haruslah Alkitab. Ini tidak berarti bahwa ia tidak membutuhkan pengajar-pengajar firman Tuhan lainnya. Buku-buku, kesaksian, pengajaran, referensi-referensi, seminar dan kaset-kaset memang dapat menolong. Tetapi dalam pengurapanNya, Roh Kudus mengajarkan pengajaran-pengajaran baru kepada kita.

Sebab siapa yang diutus Allah, Dialah yang menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan RohNya dengan tidak terbatas (Yoh 3:34). Kita disatukan dengan pengurapan Yesus yang tak terbatas; bukan dengan pengurapan Elia atau pengurapan Musa. Elisa meminta dua bagian roh Elia (II Raj 2:9-14). Dalam Perjanjian Lama hamba-hamba Allah diurapi dengan pengurapan yang terbatas (ada ukuran atau takarannya). Kita menerima urapan Yesus yang tak terbatas. Tak ada batas atas urapan orang percaya karena itu kita dapat meminta porsi (bagian) pengurapan tanpa mengacu terhadap hamba Tuhan lain. Allah mengaruniakan RohNya tanpa batas. Kunci dari gudang jubah Yesus dengan berbagai urapan ada pada Mat 9:13 (belas kasihan/compassion). Walaupun demikian pembatas dari kuasa urapan terletak pada iman anda. Sejauh takaran iman anda, sejauh itu pula anda bergerak dalam urapan tersebut. Urapan besarnya mujizat. Di sini pengurapan diberikan untuk pentahbisan keluarga imam Harun. Pengurapan diberikan untuk orang-orang yang melayani Tuhan sebanding dengan besarnya pengurapan. Pengurapan juga bermacam-macam, ada pengurapan nabi, pengurapan imam, pengurapan raja, pengurapan kesembuhan, pengurapan penginjilan, pengurapan pelepasan dsb.
kita percaya bahwa Yesus adalah Penyelamat Dunia, maka marilah kepercayaan kita itu kita hayati dalam hidup sehari-hari, antara lain dengan menghayati ajaran atau sabda Yesus maupun meneladan cara bertindakNya, sebagaimana diwartakan dalam dan melalui Kitab Suci. Jika kita tidak menghayati ajaran atau sabda Yesus maupun meneladan cara bertindakNya berarti kita adalah pendusta, mengakui diri sebagai orang Kristen atau Katolik tetapi cara hidup maupun cara bertindaknya tidak sesuai dengan ajaran Yesus. Mungkin kita semua tidak sempurna dalam menghayati ajaran maupun meneladan cara bertindak Yesus, maka baiklah kita saling membantu dan mengingatkan satu sama lain. Di dalam diri kamu tetap ada pengurapan yang telah kamu terima dari pada-Nya. Karena itu tidak perlu kamu diajar oleh orang lain. Tetapi sebagaimana pengurapan-Nya mengajar kamu tentang segala sesuatu -- dan pengajaran-Nya itu benar, tidak dusta -- dan sebagaimana Ia dahulu telah mengajar kamu, demikianlah hendaknya kamu tetap tinggal di dalam Dia(1Yoh2:27). Kita tidak mau saling mengajar, melainkan saling mengingatkan dengan rendah hati. Yang juga diharapkan dari kita adalah keterbukaan satu sama lain, dalam rangka menghayati keterbukaan kita terhadap Penyelenggaraan Ilahi, kehendak Tuhan, bisikan Roh Kudus.


Rabu, 27 Januari 2010

Renungan Hari Kamis, 28 Januari 2010

Menerima Injil Kristus
Galatia 1: 12
"Karena aku bukan menerimanya dari manusia, dan bukan manusia yang mengajarkannya kepadaku, tetapi aku menerimanya oleh penyataan Yesus Kristus."
Orang-orang Galatia adalah sebuah suku bangsa Keltik yang masa itu tinggal di Asia Kecil. Setelah Injil tentang Yesus mulai diberitakan dan diterima di antara orang-orang bukan Yahudi, timbullah pertanyaan apakah untuk menjadi seorang Kristen yang sejati orang harus mentaati hukum agama Yahudi. Paulus mengemukakan bahwa hal itu tidak perlu -- bahwa sesungguhnya satu-satunya dasar yang baik untuk kehidupan Kristen adalah percaya kepada Kristus. Dengan kepercayaan itu hubungan manusia dengan Tuhan menjadi baik kembali. Tetapi orang-orang yang menentang Paulus telah datang ke jemaat-jemaat di Galatia, yaitu sebuah daerah di Anatolia Pusat di Asia Kecil. Mereka berpendapat bahwa untuk berbaik kembali dengan Tuhan, orang harus melaksanakan hukum agama Yahudi. Surat ini ditulis untuk menolong orang-orang yang telah disesatkan oleh ajaran-ajaran salah itu, supaya mereka kembali taat kepada ajaran yang benar. Paulus mulai dengan mengatakan bahwa ia berhak disebut rasul Yesus Kristus. Dengan tegas Paulus mengatakan bahwa panggilannya untuk menjadi rasul berasal dari Tuhan, bukan dari manusia. Juga bahwa tugasnya ditujukan terutama sekali kepada orang bukan Yahudi (1-2).
Setelah itu Paulus membentangkan pendiriannya bahwa hubungan manusia dengan Tuhan menjadi baik kembali hanya melalui percaya kepada Tuhan (3-4). Di dalam pasal-pasal terakhir buku ini (5-6), Paulus menunjukkan bahwa cinta kasih yang timbul pada diri orang Kristen karena ia percaya kepada Kristus, akan dengan sendirinya menyebabkan orang itu melakukan perbuatan-perbuatan Kristen. Jemaat di Galatia ditegur dengan keras oleh Rasul Paulus sebab mereka terpesona oleh pengajaran-pengajaran lain di luar Injil KRISTUS. Pengajaran-pengajaran tersebut menyimpang dari kebenaran Injil yang seharusnya menekankan tentang kematian YESUS di atas kayu salib, kebangkitan-NYA dan kenaikan-NYA ke Surga.
Seperti yang terjadi pada jemaat di Galatia, masa-masa ini juga banyak gereja yang tidak mengajarkan Injil secara murni dengan menambahkan pengajaran lain di luar Firman ALLAH. Mengapa hal ini sering terjadi? Karena banyak pendeta yang tidak mengenal siapa TUHAN YESUS yang sebenarnya, sehingga mereka berusaha memasukkan hal-hal yang sensasional untuk menarik jemaat. Seperti Paulus yang sudah terbuka mata hatinya untuk mengerti bahwa pengorbanan YESUS sungguh sangat-sangat berharga bagi orang percaya, kita seharusnya selalu waspada akan ajaran yang tidak sesuai dengan kebenaran Firman ALLAH. Ajaran-ajaran lain tersebut menggunakan Alkitab dalam pemberitaannya dan diajarkan di dalam gereja, tetapi tidak menekankan kematian, kebangkitan, kenaikan YESUS ke Sorga dan akan kembali untuk yang kedua menjemput Gereja-NYA. Setiap pengajaran Firman, jika sudah mengarah pada penyangkalan kebenaran bahwa TUHAN YESUS adalah satu-satunya Penebus yang dapat menyelamatkan manusia, berarti akan membawa kita dalam kesesatan.
Sebagai Gereja TUHAN, kita harus waspada dan berhati-hati dalam menerima hal-hal semacam itu. Mungkin secara manusia apa yang diberikan pendeta sangat menarik dan enak untuk didengar, tetapi belum tentu semua itu benar dan sesuai dengan Firman ALLAH. Jika seorang pendeta benar-benar mengenal siapa TUHAN YESUS, dia tidak akan sembarangan dalam memberitakan Firman-NYA. Dia tidak akan mengurangi atau menambah kebenaran Firman TUHAN dengan motivasi apapun. Yang dilakukan oleh pendeta yang takut akan TUHAN adalah menjunjung tinggi TUHAN YESUS sebagai Kepala Gereja, sehingga pengajaran yang disampaikan juga bersifat YESUS-sentris (berpusat kepada TUHAN YESUS).


Senin, 25 Januari 2010

Renungan Hari Rabu, 27 Januari 2010

Tugas Seorang Imam
2 Rajaraja 17: 28
"Salah seorang imam yang telah mereka angkut dari Samaria ke dalam pembuangan pergi dan diam di Betel. Ia mengajarkan kepada mereka bagaimana seharusnya berbakti kepada TUHAN."
Memberikan ASI merupakan faktor penting lainnya yang berperan dalam pertumbuhan anak. Pemberian ASI sangat dianjurkan karena saat-saat menyusui merupakan kesempatan yang baik bagi seorang ibu untuk mengekspresikan kasih sayang kepada bayinya. Melalui kehangatan dekapan ibunya ketika disusui, seorang anak merasakan cinta kasih sang ibu kepadanya. Seorang bayi memang belum dapat memahami tutur kata ibunya yang menimang-nimangnya, tetapi memiliki kepekaan dalam menangkap getaran perasaan ibunya. Bahasa kasih seorang ibu dapat sepenuhnya dirasakan dan dimengerti oleh sang anak. Pengaruh dari ibu yang lebih besar dibandingkan dari sang ayah juga disebabkan ibu lebih berperan dalam mengasuh dan mendidik anak, terutama ketika anak masih kecil. Pada masa itulah biasanya anak juga memiliki komunikasi yang lebih intens dengan ibunya dibandingkan dengan sang ayah. Mengingat pentingnya komunikasi antara orang tua dan anak dalam pendidikan seorang anak, orang tua perlu menyediakan waktu yang cukup untuk dapat memperhatikan anak-anaknya. Cinta yang ditunjukkan oleh seorang ibu yang dengan sabar dan tekun dalam mendidik anaknya memiliki dampak yang besar. Cinta seorang ibu dapat mengubah perilaku anaknya yang kurang baik. Begitu besarnya peranan orang tua, jauh lebih besar dan tidak dapat tergantikan dengan peranan guru dan pendidikan di luar rumah. Seberapapun tingginya pendidikan seseorang, bila tidak mendapatkan kasih sayang serta pendidikan rohani dari orang tuanya, maka hal itu akan berpengaruh secara kejiwaan terhadap si anak. Anak tersebut akan bertumbuh dewasa menjadi seseorang yang terpelajar, tetapi besar kemungkinan menjadi seseorang yang memiliki penyimpangan kepribadian. Tanpa disadari oleh orang tua, mereka berbuat hal-hal yang kurang baik pengaruhnya bagi anak-anak mereka. Banyak kasus yang terjadi adalah seorang suami yang suka membentak istrinya karena mencontoh perbuatan ayahnya yang bersikap demikian terhadap ibunya.
Seorang imam yang meninggalkan tugas imamatnya itu seperti seorang tentara yang desersi dalam saat perang. Dia layak dihukum berat. Tapi hukuman tentara adalah hukuman fisik, sedangkan temanku ini dihukum non fisik. Dia disingkirkan oleh masyarakat. Kerap menjadi bahan gunjingan dan ejekkan. Hukuman itu tidak ada batasnya, bahkan sampai matipun masih diingat oleh orang. Anak-anak yang lahir dari perkawinannya pun kena getah dari dosa orang tuanya. Memang banyak orang masih belum mampu menerima kenyataan adanya seorang imam yang meninggalkan tugas imamatnya. Banyak orang kecewa ketika melihat orang yang dihormatinya mengambil sebuah keputusan yang mereka anggap salah. Kekecewaan ini muncul dari rasa cinta dan harapan yang besar. Semakin besar cinta, harapan dan kebanggaan diletakan maka semakin dalam kekecewaan yang akan dialaminya. Kekecewaan ini terungkap dalam aneka sikap, perkataan dan cara dia memposisikan dirinya. Orang tua harus bertanggung jawab dalam mendidik dan memberi teladan bagi anak-anaknya karena hal itu sudah menjadi tugas orang tua. Seorang anak tidak lahir atas kehendaknya sendiri; orang tua berperan atas hadirnya anak-anak dalam keluarga. Karena itu sudah menjadi kewajiban bagi orang tua untuk membesarkan dan mendidik mereka. Dan hal ini harus dilakukan bukan sebagai beban, tetapi dilakukan dengan kesungguhan hati dan penuh tanggung jawab. Bila orang tua hanya dapat memberi nasehat tapi tidak dapat memberi teladan di dalam rumah tangganya, maka pada masa tuanya tidak akan dihargai oleh anak-anaknya. Sebagai orang tua, janganlah hanya memikirkan kesenangan bagi diri sendiri saja. orang tua perlu didampingi oleh rohaniawan yang dapat memberikan bimbingan untuk dapat menerapkan ajaran Firman TUHAN dalam kehidupan keluarganya. Kelengahan orang tua dalam memperhatikan pendidikan rohani anak-anaknya menyebabkan anak sukar untuk dinasehati dan suka memberontak terhadap orang tuanya. Namun bila di dalam hati anak-anak telah tertulis Firman ALLAH, maka tugas mendidik anak bukan lagi hal yang sulit bagi para orang tua. Firman itulah yang menerangi langkah anak-anak kita sehingga mereka akan menemukan jalan kebenaran.



Renungan Hari Selasa, 26 Januari 2010

Pengajaran Yang Benar
Maleaki 2: 6
"Pengajaran yang benar ada dalam mulutnya dan kecurangan tidak terdapat pada bibirnya. Dalam damai sejahtera dan kejujuran ia mengikuti Aku dan banyak orang dibuatnya berbalik dari pada kesalahan."
Hal penting lainnya yang harus diketahui oleh setiap pendeta adalah: mereka harus mengawasi setiap pengajaran yang diberikan kepada jemaat (1 Timotius 4:16). Artinya, mereka harus selalu mempertimbangkan dan membandingkan apakah yang mereka ajarkan sudah sesuai dengan Firman TUHAN atau belum. Jadi bukan hanya kata-kata yang manis dan sensasional supaya banyak orang mendengar, tetapi dia juga harus bertanggung jawab atas kebenaran ajaran yang diberikan. Apakah dia mengajarkan Firman yang murni dari TUHAN, atau hanya rekaan dan pikirannya sendiri. Oleh karena itu kita harus hati-hati dalam mengambil keputusan untuk menjadi seorang pendeta, sebab tanpa panggilan yang khusus dari TUHAN maka ia akan sulit untuk menjadi berkat bagi jemaat.
Apakah pengajaran yang selama ini kita berikan adalah pengajaran yang alkitabiah dan tepat bagi mereka? Ataukah malah pengajaran yang kita berikan justru tidak sesuai, terutama dengan keadaan emosi, kematangan rohani, dan tingkat permasalahan setiap konseli? Simak saja sajian kali ini, kiranya bisa menolong Anda untuk bisa melayani dengan lebih baik.
Saya pernah menyaksikan beberapa konselor mempersiapkan terlebih dahulu apa yang akan mereka katakan kepada konseli, kemudian mereka pun menyampaikan pengajaran tadi tanpa memastikan apakah hal tersebut relevan dengan kebutuhan orang itu atau tidak. Hal ini hanya akan membuang-buang waktu saja; sebab kendatipun nasihat tersebut mungkin berdasarkan Alkitab dan akurat, namun tidak bermanfaat bagi proses perubahan dalam kasus tersebut. Untuk menghindari kesalahan semacam ini, kita harus menyadari aspek-aspek penting yang terdapat dalam situasi setiap konseli dan menggunakan informasi tersebut untuk membuat pengajaran yang sesuai.
Pertama-tama, pengajaran kita harus cocok dengan kecemasan- kecemasan konseli saat itu. Walaupun kita sendiri mungkin merasa bahwa ia membutuhkan pengajaran tertentu (yang tidak disadari oleh konseli dan tidak memintanya), langkah terbaik yang harus dilakukan adalah dengan sejak awal mengajarkan kepadanya isu-isu yang sudah ia kemukakan. Dari situ bangunlah jembatan menuju soal-soal penting yang kita anggap perlu untuk dibahas. Mulailah dari titik di mana semua itu berada, lalu giringlah ke arah di mana semua itu seharusnya ada.
Kita juga perlu mempertimbangkan kondisi emosional konseli. Kita mungkin perlu menentukan pengajaran apa yang dapat ia atasi secara emosional pada taraf tertentu dalam konseling. Misalnya, seseorang yang sedang bingung secara emosional biasanya tidak siap mendengar teguran yang keras ataupun memberikan tanggapan sebagaimana mestinya. Dalam kasus-kasus semacam ini, kita seharusnya terlebih dahulu berusaha membawa konseli ke taraf stabilitas emosional tertentu sebelum kita menghadapinya secara lebih langsung.
Pengajaran yang akurat dan alkitabiah juga memperhitungkan kematangan rohani konseli. Ibrani 5:12-14 menjelaskan bahwa orang- orang Kristen yang tidak dewasa hanya dapat menerima "susu" rohani saja, namun mereka yang dewasa mampu menerima "makanan keras". Sama seperti seorang guru matematika yang tidak mungkin dapat mengajarkan kalkulus kepada murid-muridnya yang baru bisa membilang, suatu langkah yang sangat besar; demikian pula halnya kita tidak dapat mengharapkan seorang konseli yang terbiasa mencerna makanan bayi rohani untuk memakan sepotong kecil daging. Dengan mereka yang belum dewasa secara rohani, kita perlu melangkah sedikit demi sedikit dan perlahan-lahan menuju ke kebenaran-kebenaran yang lebih dalam.
Akhirnya, supaya pengajaran yang diberikan tepat, kita harus mengetahui kesediaan konseli menerima nasihat. Yesus berkata, "Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak- injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu" (Matius 7:6). Mungkin ada saat di mana Anda menyajikan kebenaran kepada konseli tetapi ternyata ia tidak mau menerimanya. Di saat seperti itu kita lebih baik menarik bagian tertentu dari pengajaran tersebut daripada memaksakannya kepada konseli apabila kita tidak menghendaki pengajaran diakhiri oleh perdebatan yang sia-sia (bandingkan dengan Titus 3:9-10). Untuk sementara, bahaslah isu lain. Siapa tahu Tuhan berkenan membuka hatinya bagi bagian terdahulu dan Anda dapat kembali membicarakan bagian tersebut nantinya dalam pertemuan itu juga atau dalam pertemuan lain.
Yang menjadi masalah saat ini adalah tidak semua Gereja mengajarkan kebenaran Firman TUHAN. Sehingga jemaat yang datang beribadah dengan rajin tidak pernah mengenal siapa TUHAN YESUS sesungguhnya. Tetapi kita harus ingat bahwa bukan nama Gereja yang dapat menyelamatkan manusia, karena hanya Firman ALLAH yang berkuasa memberi keselamatan. Mungkin nama Gereja itu sangat bagus, sangat terkenal, jemaatnya sangat banyak, tetapi kita harus melihat lebih jauh apakah di sana ada pengajaran Firman TUHAN yang benar. Buat apa kita beribadah di Gereja yang demikian tetapi tidak mengerti Firman TUHAN? Karena pada saat kita tidak mengerti kebenaran Firman TUHAN, tentu saja kita tidak akan pernah mengenal siapa TUHAN YESUS. Karena itu kita harus selalu waspada pada setiap pengajaran yang kita terima dan juga harus memperhatikan siapa yang mengajar kita. Apakah ajaran itu datang dari TUHAN? Dan apakah yang memberikan pengajaran itu adalah seseorang yang benar-benar dipilih TUHAN? Yang utama dalam ibadah kita saat ini adalah bagaimana kita selalu mengarahkan hati dan pendangan kita kepada Tabut Perjanjian ALLAH, yaitu kebenaran Firman ALLAH yang akan membawa kita kepada pengenalan akan TUHAN YESUS.





Renungan Hari Senin, 25 Januari 2010

Pengajaran Yang Murni
Ayub 11: 4
"Katamu: Pengajaranku murni, dan aku bersih di mata-Mu."
Kitab Ayub ini pada dasarnya mempertanyaan eksistensi manusia. Maka dalam kitab ini seolah terjadi dua drama: 1) manusia ‘berbunga’ namun kemudian ‘dipotong’ [Ayub yang termasuk kaya dan diberkati, tiba-tiba dalam sekejap kehilangan segalanya]; 2) Tuhan membawa si manusia yang lemah itu ke hadapan penghakiman-Nya dan menuntut keadilan daripadanya. Tuhan memberikan pengajaran-Nya kepada Ayub, untuk menyadarkannya akan kelemahannya sebagai manusia. Manusia tidak mengerti luasnya bumi yang diciptakan Allah pada awal mula dunia, sebab manusia belum ada pada saat itu. Bahkan setelah manusia diciptakan sekalipun, manusia tidak dapat memahaminya.
Mengapa banyak orang Kristen yang sudah beribadah bertahun-tahun tetapi masih mudah dibengkokkan imannya hanya oleh karena perkara-perkara yang harus dihadapi dalam hidupnya? Terdapat dua kemungkinan yang menjadi penyebabnya. Pertama, karena mereka tidak memiliki hati untuk menerima Firman TUHAN dalam setiap ibadah yang diikutinya. Mereka tidak memiliki keyakinan dan iman, bahwa Firman TUHAN yang mereka terima itu benar-benar memiliki kuasa untuk memberikan pertolongan dan keselamatan. Yang kedua, mereka tidak mengerti bahwa Firman yang diterima bukanlah ajaran yang datang dari TUHAN. Artinya, karena iman yang tidak bertumbuh, mereka tidak dapat mengerti mana ajaran yang benar dan tidak benar. Sehingga dengan sangat mudah mereka disesatkan oleh ajaran yang bukan datang dari kebenaran Firman TUHAN. Jika kita memiliki kedewasaan iman, maka kita akan benar-benar mengenal pribadi TUHAN YESUS, sehingga kita tidak akan mudah digoyahkan oleh ajaran-ajaran sesat.

Mungkin secara manusia apa yang diberikan pendeta sangat menarik dan enak untuk didengar, tetapi belum tentu semua itu benar dan sesuai dengan Firman ALLAH. Jika seorang pendeta benar-benar mengenal siapa TUHAN YESUS, dia tidak akan sembarangan dalam memberitakan Firman-NYA. Dia tidak akan mengurangi atau menambah kebenaran Firman TUHAN dengan motivasi apapun. Yang dilakukan oleh pendeta yang takut akan TUHAN adalah menjunjung tinggi TUHAN YESUS sebagai Kepala Gereja, sehingga pengajaran yang disampaikan juga bersifat YESUS-sentris (berpusat kepada TUHAN YESUS). Seperti Paulus yang sudah terbuka mata hatinya untuk mengerti bahwa pengorbanan YESUS sungguh sangat-sangat berharga bagi orang percaya, kita seharusnya selalu waspada akan ajaran yang tidak sesuai dengan kebenaran Firman ALLAH. Ajaran-ajaran lain tersebut menggunakan Alkitab dalam pemberitaannya dan diajarkan di dalam gereja, tetapi tidak menekankan kematian, kebangkitan, kenaikan YESUS ke Sorga dan akan kembali untuk yang kedua menjemput Gereja-NYA. Setiap pengajaran Firman, jika sudah mengarah pada penyangkalan kebenaran bahwa TUHAN YESUS adalah satu-satunya Penebus yang dapat menyelamatkan manusia, berarti akan membawa kita dalam kesesatan. Akan berbeda jika kita sudah mempersiapkan diri untuk menerima Firman TUHAN dengan sepenuh hati, pikiran dan roh yang dipimpin ROH KUDUS. Karena hanya dengan pertolongan ROH KUDUSlah kita akan mampu mengerti kebenaran Firman TUHAN dan mengenal siapa DIA sebenarnya. Dengan demikian ibadah kita tidak sia-sia, tidak pulang dengan hampa karena kita menerima pengertian yang lebih dalam tentang kebenaran Firman TUHAN dan hubungan yang lebih akrab dengan-NYA.
kita mengetahui bahwa ayat itu merupakan sebagian dari penjelasan Tuhan kepada manusia akan keterbatasan pengertian manusia, dibandingkan dengan pengetahuan Tuhan akan segala sesuatu. Ayat ini merupakan bagian dari jawaban Tuhan kepada Ayub, pernyataan tentang Diri-Nyakepada manusia tentang kemahakuasaan-Nya.
Semoga kitapun dapat belajar dari kitab Ayub ini, sikap kerendahan hati di hadapan Tuhan, yang mengakui keterbatasan kita di dalam segala hal dan mengakui kemahakuasa-an Tuhan yang mengatasi segala sesuatu. Semoga kita juga dapat menerima segala penderitaan yang Tuhan izinkan terjadi di dalam hidup ini dengan iman dan pengharapan, bahwa jika kita menjalani hidup ini dengan setia, maka suatu saat nanti keadilan dan kasih Tuhan akan dinyatakan bagi kita.


Renungan Epistel Minggu III Setelah Epiphanias, 24 Januari 2010

Rumah Di Atas Batu
Matius 7 : 24-27
Akhir zaman ini orang yang mau menjadi pendengar sudah sangat jarang ditemui. Kebanyakan adalah orang yang perkataannya ingin didengar. Tidak heran banyak orang yang membuat situs berbentuk “forum” dimana setiap orang boleh menyampaikan pendapatnya untuk didengarkan oleh orang lain. Bagaimana caranya Yesus tahu saudara dan saya adalah pelaku Firman ! caranya adalah dengan Tuhan mendatangkan hujan, banjir dan angin di dalam hidup kita. Ini jadi test bagi kita supaya keluar testimony.(Luk 6:46-49)Ada 3 macam ujian :1. Hujan ? Hujan didalam Alkitab selalu berbicara tentang berkat yang dicurahkan, datangnya dari atas, ini berbicara bahwa Allah sangup memberkati kita dengan segala kekayaan-Nya, tetapi jika kita tidak dapat mengelolahnya dengan baik maka kekayaan itu akan menjadi bumerang yang menyerang kita atau menjerat hati kita untuk terpikat padanya melebihi Tuhan. Cara mengatasinya : mengutamakan sumber berkatnya bukan berkatnya.2. Banjir ? Berbicara mengenai tantangan yang datang dari diri kita sendiri. Ini adalah hal-hal yang datangnya secara tiba–tiba tetapi bila diselidiki ternyata penyebabnya adalah kesalahan sendiri yang dibuat sedikit demi sedikit tanpa dibereskan dengan Tuhan.3. Angin ? angin bertiup kemana ia mau dan sifatnya selalu berubah-ubah. Ini bicara tentang tantangan yang datang dari luar, misalnya: Teman, saudara, tetangga,dll yang dapat menyebabkan kita berubah pikiran untuk mempercayai setiap janji Firman Tuhan. bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong (Yakobus 2:20), bahkan berarti mati. (ay 26).
Adalah baik untuk rajin membaca firman Tuhan, tapi jauh lebih baik lagi jika kita mau melakukannya. Menjadi pelaku firman akan membuat iman kita hidup dan mengalami Tuhan dalam setiap langkah kita. Ini penting. Karena kita tidak tahu bagaimana kondisi yang akan kita hadapi dalam setahun ke depan. Dunia semakin sulit, hidup semakin sulit. Tahun ini dibuka dengan sebuah keraguan akan perbaikan ekonomi, bukan saja di negara kita tapi juga dunia. Yesus tidak berhenti pada perkataan "mendengar", tapi melanjutkan kalimat dengan "melakukannya". Inilah yang akan membuat kita kokoh, kuat, tegar dan mampu bertahan menghadapi badai kesulitan yang menghadang di depan. Kita tidak perlu takut akan masa depan, karena bagi orang yang mendengar dan melakukan selalu ada penyertaan Tuhan. Di dalam Kristus selalu ada pengharapan, pertolongan dan keselamatan. Janji Tuhan ini tidak tergantung dari besar kecilnya masalah yang menimpa anda dan saya, tidak tergantung dari tingkat kesulitan yang di hadapi. Tidak ada hal yang mustahil bagi Tuhan, dan Dia sanggup mengangkat kita tinggi-tinggi melewati kesulitan ekonomi dan kesulitan lainnya yang sedang menimpa dunia. Jangan berhenti hanya pada target untuk lebih rajin lagi membaca Alkitab, tapi miliki tekad untuk melakukan firman Tuhan.

Renungan Minggu III Setelah Epiphanias, 24 Januari 2010

Mengajarkan Firman Tuhan
Ulangan 6 : 4 – 9
Shema Israel, bagian ini sering disebut sebagai “Shema Israel” (Ibr. Shama: mendengar), suatu panggilan bagi Israel untuk mendengar firman Tuhan. Ayta-ayat ini sangat penting dalam kehidupan iman Israel. Mereka melafalkan shema tiga kali sehari, dan tidak ada penyembahan pada hari Sabat di rumah ibadah tanpa melafalkannya. Melalui shema, Israel diajar untuk memilih persekutuan yang intim dengan Tuhan sebagai prioritas utama. Seluruh aspek kehidupan Israel didasari oleh hubungan kasihnya kepada Tuhan dengan komitmen dan kesetiaan yang total. Shema ini sangat dikenal orang Yahudi pada zaman Yesus karena diucapkan setiap hari oleh orang Yahhudi yang saleh dan secara tetap dalam ibadah di sinagoge. Shema merupakan pernyataan terbaik tentang kodrat monoteistis Allah dengan perintah ganda kepada bangsa Israel:
1. Mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan;
2. Mengajarkan iman mereka dengan tekun kepada anak-anak mereka, mengajarkannya berulang-ulang.
Shema ini harus tertanam dalam hati orang Israel dan hati anak-anak mereka serta menjadi bagian hidup sehari-hari: duduk, dalam perjalanan, berbaring, bangun. Istilah-istilah ini dianggap mewakili seluruh kegiatan manusia sehari-hari, dari pagi sampai malam. Shema ini juga menjadi identitas pribadi, keluarga dan masyarakat Israel (ay.8-9). Salah satu cara utama untuk mengungkapkan kasih kepada Tuhan ialah dengan memperdulikan kesejahteraan rohani anak-anak kita dan berusaha menuntun mereka kepada hubungan yang setia kepada Tuhan. Pembinaan rohani anak-anak seharusnya merupakan perhatian utama semua orang tua (Mzm.103: 13; Luk. 1: 17; 1 Tim.3:4,5). Pengabdian kepada Tuhan di dalam rumah tangga wajib dilakukan, ini adalah perintah langsung dari Tuhan (ay.7-9; Ul. 21: 18; Kel.20:12; Im.20:9; Ams.1:8; 6: 20; 2 Tim.1:5). Orang tua harus mengajar anak-anak agar mereka takut akan Tuhan, berjalan pada jalanNya, mengasihi dan melayani Dia dengan segenap hati dan jiwa (Ul. 10:12; Ef.6:4). Mereka harus mendidik anak-anakNya (Ul. 4:9; 11:19; 32:46; Kej.18:19; Kel.10:12; 12:26-27; 13:14-16; Yes.38:19).
Kita harus berulang-ulang mengajar anak-anak kita dalam setiap kesempatan dan memberikan teladan yang baik, sehingga mereka dapat mengikuti jejak iman kita tanpa merasa terpaksa. Lebih jauh lagi, kita juga harus mampu menjadi teladan bagi mereka, bagaimana kita menerapkan firman Tuhan dalam kehidupan sehari-hari kita, dan bagaimana aplikasinya secara nyata. Ingatlah bahwa teladan kita berbicara lebih keras daripada kata-kata kita !
Fungsi mengajar anak di gereja adalah memperkokoh ajaran dan pengalaman yang diterima anak dalam rumah tangga. Pembelajaran tersebut memiliki makna yang sangat penting terutama bagi anak yang tidak pernah atau jarang menerima ajaran iman dari orangtua. Gereja melalui kegiatan SM bertanggung jawab mengajar anak dalam konteks keluarga baru sebagai tubuh Kristus (Ul. 6:4-7; Mat. 12:45-50; Ef. 5:22-6:4). Daud menyadari hal ini. "Marilah anak-anak, dengarkanlah aku, takut akan TUHAN akan kuajarkan kepadamu!" (Mazmur 34:13). Salah satu upaya mengajar anak, dilaksanakan dengan cara menyampaikan atau mengkomunikasikan Firman Tuhan. Itu sebabnya mengajarkan Firman Tuhan menjadi bagian yang harus ada dalam rangkaian liturgi Sekolah Minggu, dengan catatan bahwa metode penyampaian perlu variatif. Namun yang lebih utama, mengajar juga berkaitan dengan apa yang dikatakan oleh Rasul Paulus, ”menjadikan diri sebagai teladan” bahkan mampu menjadi ”bapa dan ibu” bagi setiap anak yang diajar (1 Tes. 1:7, 11). Demikian hal nya dengan Tuhan Yesus, saat mengajar Ia tidak sekedar berteori melainkan membagi hidup melalui keteladanan. Amin. (EM)



Renungan Hari Sabtu, 23 Januari 2010

Nasihat Orang Fasik
Mazmur 1: 1
"Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh."
Ayat pertama kitab Mazmur ini menekankan perbedaan di antara orang benar dengan orang fasik. Orang percaya sejati dapat diketahui dari apa yang tidak mereka lakukan, tempat yang tidak mereka kunjungi dan kumpulan yang tidak mereka masuki. Tidak seorang pun yang dapat menikmati berkat Allah tanpa berbalik dari hal-hal yang merusak atau membahayakan .
Di zaman yang semakin kompromistis ini, sementara kebenaran dan kefasikan sering diputarbalikkan sehingga menimbulkan kerancuan di hati banyak orang, sedangkan kebayakan orang di dalam gereja lebih memilih untuk menjadi Kristen rata-rata ketimbang Kristen militan, lukisan pemazmur memberikan kepada kita pengertian yang jelas dan tegas tentang siapa yang pantas disebut orang benar. Hanya orang macam itulah yang akan diberkati secara khusus oleh Allah. Semua orang diberkati secara umum, tapi orang benar, hanya orang benar, diberkati secara khusus! Siapa yang Pantas Disebut Orang Benar ? Di ayat ini, pemazmur membedakan secara tajam orang benar dengan orang fasik dengan lima pernyataan. Tiga berbentuk negatif dan dua positif. Pernyataan pertama, ia tidak berjalan menurut nasehat orang fasik (ay. 1a). Artinya, ia tidak mencari atau mengikuti nasihat atau petunjuk orang yang tidak takut akan Allah dalam mengambil keputusan dan tindakan. Orientasi orang fasik tidak pernah Tuhan, firman, dan kehendak-Nya, tapi melulu keakuan, kekayaan, dan kedagingan. Ketiganya menyusun Trituggal palsu yang selalu berusaha menyaingi pemerintahan. Tritunggal sejati dalam diri orang Kristen. Karena itu, nasihat atau petunjuk orang fasik selalu bermotifkan ketiganya. Mengikuti petunjuk-petunjuk mereka berarti memupuk semangat pemberhalaan terhadap tritunggal keakuan, kekayaan dan kedagingan. Pernyataan kedua, ia tidak berdiri di jalan orang berdosa. Yang dimaksud dengan; jalan adalah perilaku atau gaya hidup. Bagi seorang pendosa, berbuat dosa bukan Cuma masalah kegagalan; gagal berbuat benar;, tapi masalah kebiasaan; biasa berbuat dosa.
Sesuatu yang sudah mendarah-daging, sebuah gaya hidup. “Berdiri di jalan orang berdosa berarti mengikuti perilaku atau gaya hidup para pendosa. Namun, sebenarnya apa yang dimaksud dengan berdosa ? Kata kerja Ibrani untuk berdosa adalah; khata-Arti harafiahnya;meleset atau tidak kena sasaran. Dalam arti inilah kata; khata digunakan dalam Hakim-hakim 20:16: Dari segala laskar ini ada tujuh ratus orang pilihan yang kidal, dan setiap orang dari mereka dapat mengumban dengan tidak meleset sampai sehelai rambut pun. Secara moral, meleset; atau; tidak kena sasaran; berarti ;tidak memenuhi tanggung jawab, baik terhadap Tuhan maupun sesama. Selain itu, kata khata
juga bisa diartikan secara praktis;salah langkah. Dalam arti inilah kata khata digunakan dalam Amsal 19:2: Tanpa pengetahuan kerajinan pun tidak baik; orang yang tergesa-gesa akan salah langkah. Jadi, ;berdosa ; berarti mengambil langkah yang salah, karena tidak mengetahui kebenaran, atau mengetahuinya tapi tidak tunduk atau berorientasi pada kebenaran tersebut. Pernyataan ketiga, ia
tidak duduk dalam kumpulan pencemooh. Terjemahan lainnya, ia tidak duduk di tempat duduk
para pencemooh. Artinya, ia tidak bergaul dengan atau terlibat dalam percakapan mereka yang suka menghina Allah, menyepelekan hukum-Nya, dan berlaku tidak adil terhadap sesamanya (bdk. Mzm 73:9-11; Yes 28:15; 29:21). Ketiga pernyataan yang sejajar ini disusun menurut progresivitas atau perkembangan dosa. Dimulai dari;berjalan;berdiri, akhirnya duduk. Dimulai dari nasehat, jalan, akhirnya; tempat duduk. Artinya, dimulai dari sesekali mengikuti nasihat atau petunjuk orang yang tidak takut akan Allah, lalu memiliki perilaku atau gaya hidup seperti orang yang tidak mengenal
Allah, akhirnya menjadi salah satu dari mereka yang berani melawan Allah secara terang-terangan. Dimulai dari kompromi sesekali, lalu terus-terusan, akhirnya ketagihan. Cara satu-satunya untuk tidak berkembang seperti ini adalah dengan menjauhkan diri dari tahap yang paling awal dari proses tersebut, yaitu mengikuti nasehat atau petunjuk orang yang tidak takut akan Allah.
Nasihat orang fasik adalah nasihat yang lahir dari pikiran manusia yang tidak sesuai dengan rencana Tuhan. Kadang nasihat orang lain pada kita sangat baik, tapi belum tentu sesuai dengan kehendak Tuhan. Oleh sebab itu kita harus hati-hati terhadap nasihat yang kita sampaikan pada orang atau mewaspadai nasihat yang kita dengar. Lagipula kita sendiri telah mempunyai Roh Kudus dalam diri kita yang bisa memberi kita petunjuk; mana yang benar dan yang salah. Maka kita harus memanfaatkanNya. Amin (EM).


Kamis, 21 Januari 2010

Renungan Hari Jumat, 22 Januari 2010

Umat Yang Sehati Dan Sejiwa
Kisah Para Rasul 4: 32
"Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu, mereka sehati dan sejiwa, dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama."
Kebanyakan orang-orang beriman pada awal gereja perdana telah menjadi martir karena mereka mempertahankan iman mereka. Setelah penerimaan Roh Kudus pada hari Pentekosta orang-orang beriman perdana memberikan kesaksian yang sangat artikulatif dan meyakinkan bahwa komunitas Kristen adalah counter cultural: terang bagi dunia. Sesungguhnya, mengapa tidak. Orang-orang beriman pada saat itu merupakan saksi mata tentang kuasa kebangkitan Jesus dan karunia Roh Kudus. Mengapa mereka tidak menjadi satu hati dan satu pikiran? Mengapa mereka tidak membagi-bagikan apa yang mereka miliki pada saat itu? Mengapa mereka tidak memperhatikan satu sama lain dalam hidup? Mujisat gereja perdana adalah mujisat cinta. Sanggupkah kita mengikuti teladan hidup dan iman umat kristen perdana, sehati, sejiwa, sepikiran, dan rela memberi derma atau membantu para missionaris kita yang bekerja di tanah misi?
Di tengah kehidupan yang semakin bising, sibuk dan ruwet, ada kecenderungan kuat untuk masing-masing mencari suatu kehidupan privat yang eksklusif. Pada posisi ini, mereka tidak usah peduli atau tak usah prihatin terhadap sisa kemanusiaan lainnya. Malah bagi yang mampu, mereka dapat membuat kamar-kamar yang soundproof, rumah yang kedap suara.
Tetapi apa yang terjadi dalam kehidupan demikian? Hidup kemanusiaan itu akhirnya terpecah belah menjadi fragmen-fragmen, kepingan-kepingan sepi dari kehidupan yang terhilang.
Banyak orang menerima kepercayaan Kristen itu sebagai suatu gaya hidup. Dari uraian mengenai cara dan gaya hidup jemaat mula-mula ini, jelaslah bahwa kepercayaan terhadap Kristus yang bangkit itu punya pengaruh dalam keseluruhan cara dan gaya hidup kita. Mereka hidup sebagai suatu keluarga.
Mereka semuanya sehati-sejiwa. Orang yang berupaya memberi kepada yang tidak berupaya, bukan dengan rasa sombong dan membuat si penerima hidup meminta-minta, melainkan semuanya terjadi dalam sukacita. Demikian pula pembagian itu tidak diberikan berdasarkan rasa simpati tertentu. Tetapi semua itu dibagikan kepada setiap orang sesuai dengan kebutuhannya/keperluannya. Hendaknya kita selalu ingat akan hubungan yang erat dan hakiki antara gaya hidup sedemikian ini dengan kesaksian tentang Yesus yang bangkit.
Gaya hidup sedemikian ini dapat mereka jalankan karena mereka: bertekun dalam ajaran; saling menguatkan dalam doa; dan memelihara ibadah dan perjamuan dengan setia.
Itu sebabnya, bila kita ingin supaya kesaksian kita itu efektif, tidak cukup hanya dengan tindak perorangan atau pribadi. Tetapi ia seharusnya merupakan tindakan persekutuan; suatu persekutuan yang mencerminkan kekuatan kebangkitan ini dalam dirinya. Diperlukan kesediaan kita untuk memberi apa yang ada dalam hidup persekutuan itu. Hanya dengan sehati-sejiwa jemaat kita akan mampu. Apabila kita sehati-sejiwa, maka beban berat menjadi ringan, usaha yang sukar dapat menjadi lebih mudah diatasi. Sehati dan sepikiran ini tidak mudah dilakukan, tetapi justru hal yang sangat perlu dan penting.
Apa yang terjadi dengan orang-orang yang telah percaya kemudian menjadi sehati dan sejiwa dan menjadikan segala sesuatu kepunyaan bersama merupakan bentuk damai sejahtera sejati. Mungkinkah hal itu terjadi dalam kebersamaan kita, tentu saja pertama-tama dan terutama dalam kelompok kita yang paling kecil yaitu keluarga/komunitas, syukur kemudian dapat berkembang dalam komunitas atau keluarga yang lebih besar yaitu desa atau kampung, dst.. Dalam suasana damai sejahtera macam itu kiranya tidak ada orang yang kelaparan, sakit atau merasa kurang dikasihi atau diperhatikan. Damai sejahtera sebagaimana terjadi dalam umat perdana tersebut rasanya juga merupakan bentuk penghayatan diri sebagai anak-anak Allah yang mengasihi Allah; "Inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya. Perintah-perintah-Nya itu tidak berat, sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita " 1Yoh5:3-4


Rabu, 20 Januari 2010

Renungan Hari Kamis, 21 Januari 2010

Berbeda tapi satu
Galatia 3 : 28
"Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus."
Arti Bhinneka Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetapi satu jua yang berasal dari buku atau kitab sutasoma karangan Mpu Tantular / Empu Tantular. Secara mendalam Bhineka Tunggal Ika memiliki makna walaupun di Indonesia terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian, adat, bahasa, dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air. Dipersatukan dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain yang sama.
Kata-kata Bhinneka Tunggal Ika juga terdapat pada lambang negara Republik Indonesia yaitu Burung Garuda Pancasila. Di kaki Burung Garuda Pancasila mencengkram sebuah pita yang bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika. Kata-kata tersebut dapat pula diartikan : Berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
semua manusia sama, di mata TUHAN, dalam hal? Yohanes 2:25 dan karena tidak perlu seorangpun memberi kesaksian kepada-Nya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia. ayat-ayat pelajaran: 1Sam 16:7; 1Chr 28:9; Ps 7:9; Ps 103:14; Jer 11:20; Jer 17:10; Jer 20:12; John 6:64; artinya di dalam hal dibandingkan dengan TUHAN, maka semua sama.tetapi di dalam hal manusia dengan manusia, maka manusia sering membandingkan dirinya sendiri dengan manusia yang lain. contoh: Kisah Para Rasul 11:26 Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen. orang tidak percaya mengejek orang yang percaya dengan Kristen.. manusia mengotak-ngotakkan sesamanya nah pada akhirnya, orang yang percaya dan tidak percaya terjadi pemisahan secara alamiah (bahasa manusia), bahasa ROH, TUHAN mengenal milik kepunyaanNYA. Intinya yang menbedakannya adalah Rancangan TUHAN bagi setiap orang secara pribadi.
“Kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus.Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus. Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah” (Gal3:27-29). Dibaptis berarti disucikan, dibersihkan dari dosa-dosa, dipersembahkan seutuhnya kepada Tuhan. Baptisan merupakan dasar utama hidup beriman pada Yesus Kristus, maka jika penghayatan rahmat baptisan sungguh mendalam dan kuat rasanya cara hidup terpanggil berikutnya (berkeluarga, imamat, membiara) lebih baik atau lebih suci. Maka marilah kita ramai-ramai menghayati rahmat baptisan itu: menolak semua godaan setan dan hanya mengabdi Tuhan Allah saja. Ketika ada sesama kita, entah suami, isteri, imam, bruder, suster atau umat katolik pada umumnya, kurangajar atau kurang bermoral atau hidup kurang baik, marilah kita ingatkan kepada mereka ‘rahmat baptisan’ tersebut.
Tanpa cinta kasih kita mungkin bisa memiliki segala hal yang bisa membahagiakan kita, tetapi tanpa rasa cinta, maka kekosonganlah yang kita hadapi dan kitapun bingung karena tidak mengetahui kesalahan kita. Tanpa hati yang penuh gembira, kita bisa mendapatkan banyak harta kekayaan yang kita inginkan, tetapi tanpa kegembiraan kita tidak bisa merasakan kebahagiaan. Janganlah kita mengkhayal bahwa menjadi mandiri dengan memisahkan diri kita dari yang lainnya akan memberikan kekuatan kepada kita. Pemisahan, keterasingan dan putusnya hubungan dari seluruh Ciptaan Tuhan akan memunculkan perasaan kita tertekan, kesepian, perjuangan, dan pertentangan. Janganlah tergoda untuk memuaskan ego kita, marilah kita pandang diri kita sendiri sebagai pelayan, pemilik sementara, penjaga berbagai kekayaan demi generasi berikutnya. Pikirkan kawan , kita tidak akan memiliki semua itu untuk selamanya. Marilah kita buka pertahanan-pertahanan kita dari rasa keterpisahan, agar berlimpahan datang, demikian juga dengan inspirasi dan kreativitas. Pupuklah cinta kasih di hati kita, maka rahmat akan mengalir, keceriaan bisa kembali. Kita tidak terpisah dan berjalan sendirian. Janganlah kita ditipu oleh pikiran kita. Kita semua dapat memiliki kesempatan yang sama. Kita semua dapat memiliki pengharapan.
Untuk mengusahakan hidup bersama yang bahagia dan sejahtera hendaknya pertama-tama dan terutama ramai-ramai dihayati apa-apa yang sama di antara kita, sehingga apa yang berbeda akan fungsional untuk hidup bersama, tidak mengganggu atau menjadi hambatan. Sebaliknya ketika kita terlalu membesar-besarkan perbedaan yang ada maka hidup bersama ini ada kemungkinan tumbuh berkembang bagaikan ‘neraka di dunia’ yang sarat dengan duka dan derita. Sebagai manusia kita hendaknya memiliki cara bertindak yang manusiawi, sebagai yang beriman hendaknya kita memiliki cara bertindak yang menunjukkan bahwa Allah hidup dalam diri kita, sebagai warganegara hendaknya berusaha seoptimal mungkin menghayati aneka tatanan hidup bersama yang berlaku. Amin

Renungan Hari Rabu, 20 Januari 2010

Hal-Hal Rahasia
1 Korintus 14 : 2
"Siapa yang berkata-kata dengan bahasa roh, tidak berkata-kata kepada manusia, tetapi kepada Allah. Sebab tidak ada seorang pun yang mengerti bahasanya; oleh Roh ia mengucapkan hal-hal yang rahasia."
Apakah bahasa lidah? Ada dua pandangan utama. Pandangan pertama adalah bahwa bahasa lidah, sebagaimana tercatat dalam Kisah Para Rasul pasal 2, adalah kemampuan untuk tiba-tiba, tanpa belajar, berbicara dalam bahasa-bahasa lain. Bahasa--bahasa lain yang dimaksud di sini adalah bahasa manusia yang eksis secara nyata. Menurut pandangan ini, jika ada orang lain yang kebetulan menguasai bahasa suku lain, maka ia dapat memahami bahasa lidah yang sedang diucapkan yang kebetulan adalah bahasanya. Pandangan kedua mengajukan, bahwa sesuai dengan yang banyak terlihat di kebaktian-kebaktian Kharismatik dan Pantekosta, bahasa lidah (mereka menggunakan istilah "bahasa roh" padahal dalam bahasa aslinya tidak ada kata roh) bukanlah bahasa yang eksis secara nyata, tetapi adalah serentetan bunyi yang dikeluarkan oleh pembicara, yang tidak beraturan, yang cenderung repetitif (suku kata tertentu diulangi berkali-kali), yang biasanya diucapkan dengan emosional dan cepat. Intinya, pandangan ini mengajukan bahasa lidah sebagai bunyi repetitif yang tidak beraturan dan tidak bermakna. Yang manakah yang benar? Tentu kita harus mengeceknya dari Firman Tuhan. Itu yang utama. Tetapi, sebagai pendukung, kita juga dapat melihat, yang manakah yang benar-benar merupakan gerakan dari Allah dalam sejarah.
Hal yang sama dapat dikatakan mengenai masalah durasi bahasa lidah. Apakah bahasa lidah masih berlaku hari ini? Jika tidak, sampai kapankah bahasa lidah tetap ada? Tentu sekali lagi jawaban utama harus disimpulkan dari pengajaran Alkitab, dan Pedang Roh membahas sisi Alkitab dengan mendalam di artikel lain. Untuk artikel ini, kita akan menggunakan sejarah untuk membantu kita dalam hal ini, dan melihat, sampai kapankah dalam sejarah terdapat bahasa lidah yang sejati? Mari kita masuk ke dalam pembahasannya. Zaman Sebelum Masehi: Dalam catatan sejarah, sama sekali tidak ada sumber yang meyakinkan yang mencatat bahwa ada orang yang tanpa belajar, tiba-tiba bisa berbicara dalam bahasa lain, sebelum Masehi. Satu-satunya kejadian yang mendekati hal ini adalah kejadian pada saat Tuhan mengacaukan bahasa manusia di menara Babel. Pada saat itu, manusia yang tadinya satu bahasa, tiba-tiba berbahasa lain. Tetapi jelas, bahwa kejadian di menara Babel bukanlah karunia bahasa lidah.
Sebaliknya, ada cukup banyak catatan orang-orang yang "berbicara" mengeluarkan bunyi-bunyi tidak beraturan secara emosional. Yang mengejutkan adalah orang-orang ini kebanyakan dipercayai sedang "kerasukan" oleh dewa atau dewi tertentu. Mereka menjadi semacam jurubicara bagi dewa atau dewi tersebut. Penemuan arkeologi membeberkan bahwa bukanlah kejadian yang langka bagi penyembah dewa tertentu (seperti dewa Amon, Apollos, dll), untuk dirasuki pada waktu-waktu tertentu [George A. Barton, Archaeology and the Bible (Philadelphia: American Sunday School Union, 1916), hal. 353]. Saat mereka sedang dirasuki itulah, biasanya mereka akan komat-kamit secara tidak jelas, mengeluarkan bunyi-bunyi secara emosional, yang tidak memiliki makna bagi telinga manusia normal. Hal ini tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di berbagai "kebaktian" Kharismatik hari ini. Jadi, catatan sejarah pada periode waktu ini menunjukkan bahwa bunyi-bunyi yang emosional tidak beraturan, banyak terjadi di kalangan penyembah berhala. Sedangkan kemampuan untuk tiba-tiba berbicara dalam bahasa lain hanya terjadi saat menara Babel, walaupun itu bukan karunia bahasa lidah, tetapi adalah intervensi Tuhan untuk membagi kelompok bahasa manusia.
Bahasa Roh adalah salah satu karisma karunia Roh Kudus (1 Kor 12:10, 28; cf. Kis 10:46; Kis 19:6 ). Bahasa Roh bukanlah suatu bahasa dalam arti biasa yang mengandung unsur pokok bahasa: arti dan struktur suku kata. Bahasa Roh sering hanya berupa bunyi-bunyian yang merupakan hasil gerakan mulut dan lidah tanpa arti dan struktur. Paulus menyinggung tentang bahasa Roh sebagai bahasa yang terutama ditujukan kepada Allah sebagai sebuah doa (1 Kor 14:2, 14).
Ketika Roh Kudus turun atas Gereja saat itu, terjadilah pembalikan dalam sejarah gereja yang kontras dengan peristiwa Babel. Di kitab Kejadian dikatakan, ketika bangsa-bangsa bersatu untuk mendirikan menara yang sangat tinggi untuk menyaingi Allah, Allah menjadi murka dan dengan kuasaNya menyerakkan mereka ke dalam berbagai bahasa yang tidak mereka pahami. Tetapi
di hari Pentakosa, yang terjadi adalah kebalikan dari peristiwa Babel, yang semula tidak bisa mengerti bahasanya, justru menjadi mengerti karena Roh Kudus mengaruniakan kemampuan berbahasa itu kepada para rasul. Semua orang ditarik untuk datang kepada Kristus. Pentakosta merupakan suatu tanda dari Tuhan bahwa inilah saatnya penginjilan kepada segala bangsa. Jadi tujuan dari bahasa lidah yang asli adalah untuk penginjilan. Di ayat 11, 'perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah' adalah penyelamatan orang berdosa oleh kuasa darah Kristus. Kemampuan kita berbahasa tertentu adalah untuk menginjili dengan bahasa itu. Jadi tujuan kita untuk belajar bahasa adalah untuk mengabarkan Injil, bukan hanya sekedar gengsi saja.
Jika demikian, apakah tanda dari orang yang penuh oleh Roh Kudus dan apakah hakekat dari bahasa roh? Tujuan utama orang yang dipenuhi Roh Kudus adalah untuk menggenapkan seluruh pekerjaan Roh Kudus di dalam diri orang itu. Ada 4 tanda dari orang yang dipenuhi oleh Roh Kudus:
1. Memiliki hidup yang perhatiannya bersifat global tentang Kerajaan Allah. Dunia dilihat dari perspektif Kerajaan Allah, bukan bersifat denominasional, tidak egois dan tidak hanya memikirkan kepentingan golongan sendiri. Kristus datang untuk memberitakan Kerajaan Allah dan Roh Kudus diberikan untuk menggenapkan Kerajaan Allah di bumi ini. 2. Menghasilkan buah-buah Roh Kudus. Yoh. 14:15-16, Kristus meminta Roh Kudus kepada Bapa supaya Gereja sungguh mengasihi Kristus dan taat pada FirmanNya. Dengan kata lain, buah dari kepenuhan Roh Kudus adalah
menghasilkan buah-buah Roh, taat pada Firman Tuhan di dalam kasih yang murni kepada Kristus. Kasih kepada Kristus dengan mentaati Firman Tuhan sangat tipis perbedaannya. Ada orang yang memang tulus mengasihi Tuhan dan taat pada FirmanNya, tetapi ada juga orang yang taat pada Firman Tuhan tanpa kasih kepada Kristus. Itu adalah orang Kristen Legalis. Melakukan Firman
Tuhan, tetapi tanpa relasi dan komunikasi dengan Kristus. Buah Roh tidak bisa dilepaskan dari sifat relasional dengan Kristus. Buah Roh muncul dari ketaatan pada Firman Tuhan yang dimotivasi oleh kasih kepada Kristus. Saya melakukan Firman Tuhan karena saya mengasihi Kristus, tidak ada kualitas
legalistic dalam hidupku, tetapi kualitas personal dan relasional dengan Allah. 3. Mengenal dan memegang kebenaran Allah dengan sungguh-sungguh. Yoh. 14:26, orang yang penuh Roh Kudus akan diajarkan apa yang dikatakan oleh Kitab Suci. Roh Kudus akan menghidupkan setiap Firman yang sudah kita dengar. Martin Luther berkata, Roh Kudus dapat menghidupkan Firman Tuhan yang pernah didengar oleh seseorang sejak 14 tahun yang lalu, menjadi berkuasa sewaktu orang itu dipenuhi oleh Roh Kudus. Hanya orang yang sungguh berpegang pada Firman dan Roh Kudus akan menghidupi Firman itu sehingga dia bisa mengerti Firman Tuhan. Kita mengerti Firman bukan dari kata-kata saja karena kecerdasan pikiran kita, tetapi Roh Kudus memberi kesaksian di dalam batin,
memberi pengertian di dalam hati, baru Firman itu hidup. Oleh karena itu kita tidak boleh membaca Alkitab dengan mengandalkan kecerdasan pikiran saja, tetapi kita harus meminta Roh Kudus menghidupkan Firman itu. John Calvin menulis di dalam Institutio, hal yang terpenting dalam belajar Kitab Suci adalah Roh Kudus hadir dan bersaksi tentang Firman itu di dalam hati kita. Ini banyak yang tidak dipahami oleh theolog jaman ini. Banyak orang yang secara akademik menguasai teologi dengan sangat baik, tetapi semua itu tidak bisa menggantikan kesaksian Roh Kudus di dalam hati. Kita bisa mendengarkan kotbah Pendeta yang paling hebat, tetapi kita tidak mengerti apa-apa karena tidak ada kesaksian Roh Kudus dalam hati tentang Firman yang kita dengar. Tetapi sekalipun kita mendengar Firman dari seseorang yang tidak terkenal di desa terpencil, jika Roh Kudus bekerja, maka kesaksian kebenaran itu akan 1000 kali lebih kuat daripada kita membaca sendiri bagian yang sama. Bahasa roh asli itu ada sebagai kemampuan berbahasa yang bermakna untuk menyaksikan Firman Tuhan. Tetapi tidak boleh setiap bahasa roh itu kita tulis dalam sebuah buku dan kita klaim sebagai Firman Allah tambahan. Karunia bahasa roh tidak boleh lebih penting dari Kitab Suci, tetapi Kitab Suci harus menjadi berita kesaksian dari orang yang dimampukan untuk berbahasa roh. Paulus berkata, ". aku berdoa dengan rohku dan akal budiku". Tidak benar jika dikatakan bahwa Tuhan lebih mendengar orang yang berdoa dengan bahasa roh. Doa yang Tuhan dengar adalah doa dengan iman.




Senin, 18 Januari 2010

Renungan Hari Selasa, 19 Januari 2010

Mengejar Damai Sejahterah
Roma 14 : 19
"Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun."
Baik-buruknya suatu keadaan sering kali tidak ditentukan oleh kondisi yang dihadapi, melainkan lebih ditentukan oleh sikap dan perilaku orang-orang yang ada di dalamnya. Manakala situasi dihadapi dengan sikap dan perilaku yang mementingkan kepentingan dan kebenaran diri sendiri, maka situasi baik pun bisa menjadi buruk. Sebaliknya, manakala situasi dihadapi dengan sikap yang saling membangun, maka situasi pergumulan yang sangat berat pun akan mampu dihadapi bersama.
Bacaan kita menjelaskan keinginan Paulus supaya semua orang merasakan keadilan, damai sejahtera, dan sukacita. Di sana diceritakan bagaimana Paulus mengungkapkan keyakinannya soal makanan dan minuman, yaitu bahwa tidak ada sesuatu yang dalam dirinya sendiri najis atau haram. Namun, Paulus pun menyadari bahwa masih ada orang-orang di tengah-tengah jemaat di Roma yang masih menjunjung aturan tentang makanan yang ‘haram dan halal’. Karenanya, Ia pun mengajarkan kepada seluruh jemaat untuk menghormati orang-orang ini – bahwa kadang-kadang, demi terciptanya damai sejahtera dan situasi saling membangun, perlu juga untuk mengorbankan apa yang dianggap benar oleh diri sendiri, demi terciptanya damai sejahtera bagi orang lain.

Pandangan Paulus ini menunjukkan kepada kita bahwa dalam hidup bergereja sebagai kehidupan bersama religius, kita perlu mengembangkan sikap dan perilaku yang berorientasi kepada terciptanya damai sejahtera bagi sesama. Umat beriman dalam satu persekutuan, hendaknya besikap saling membangun, saling berbagi damai sejahtera, saling terbuka, dan saling menerima – bukan hanya mempertahankan kebenaran yang diyakini masing-masing. Bahkan, Paulus hendak menyampaikan bahwa sikap atau perbuatan yang mau menang atau benar sendiri, sesungguhnya adalah sikap yang mengganggu damai sejahtera di tengah-tengah persekutuan – dan sikap yang demikian adalah sikap atau perbuatan yang keliru.
Semua orang merindukan hidup damai sejahtera. Untuk itu semua orang berlomba untuk membuat hidupnya aman dan damai. Dan oleh karenanya muncullah kebutuhan baru bagi hidup manusia. Misalnya: pagar rumah, satpam, bank, asuransi dll sehingga orang sungguh merasa aman dan damai. Namun damai yang diberikan Yesus lebih dari itu. Damai sejahtera yang diberikan Yesus bagi kita adalah damai sejahtera yang lahir dari dalam bukan dari luar diri. Damai sejahtera dari dalam itu adalah damai sejahtera karena percaya akan perlindungan yang diberikan oleh Tuhan yang Maha berkuasa atas hidup kita manusia. Damai sejahtera yang dari Tuhan ini bisa digambarkan dengan damai sejahtera yang dialami seorang bayi dalam pelukan kasih mamanya. Merasa aman dan damai dalam pelukan dan lindungan Tuhan. Mari kita mengejar damai sejahtera yang sempurna itu.
Anugrah Allah yang heran juga memiliki kemampuan untuk membangun kehidupan kita, selama kita menanti warisan kita disini di bumi ini. "Firman kasih karunia (anugrah) Nya, yang berkuasa membangun kamu." Tuhan menghendaki akar-akar dari kelaparan rohani dan kepercayaan kita bertumbuh ke dalam Dia. Tuhan menghendaki kehidupan kita selalu mengalami pembangunan-pembangunan terus menerus di dalam Kristus. Dia menghendaki sifat watak (karakter) kita menjadi semakin lebih stabil di dalam iman, yaitu di dalam FirmanNya. "Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap [berjalan] di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman" (Kolose 2:6-7). Adalah kehendak Allah agar kita diperbaiki akhlaknya dan diperkaya. Biarlah "semuanya itu harus dipergunakan untuk membangun (memperbaiki akhlak)" (1Korintus 14:26). Sepanjang perjalanan, dimulai dari kelahiran baru ke dalam keluarga Allah hingga kepenuhan warisian surgawi sebagai keluargaNya, Allah mengingini bahwa anak-anakNya diperkuat secara rohani dan berkembang bertambah-tambah dalam kedewasaan Kristen. Pelayanan kita satu dengan lainnya bisa menjadi bagian efektif dalam proses membangun (memperbaiki akhlak) ini. "Marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun (memperbaiki akhlak)...Setiap orang di antara kita harus mendatangkan kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangun (memperbaiki akhlak)" Amin .


Minggu, 17 Januari 2010

Renungan Hari Senin, 18 Januari 2010

Satu Panggilan
Efesus 4: 4
"Satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu."
Ketika jemaat menyadari bahwa mereka bukanlah tamu atau orang asing, melainkan kawan sewarga dalam keluarga Allah, tidak perlu adanya rayuan untuk mengajak terlibat dan aktivitas gereja. Ini merupakan 'bahan baku' terbentuknya gereja yang hangat. Adalah perlu belajar dari kehidupan jemaat gereja mula-mula: "Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambil memuji Allah" (Kisah 2:46-47a).
Masing-masing kita memiliki latar belakang yang begitu berbeda di Gereja baik: keluarga kita berbeda, warna kulit, asal-usul (suku), profesi, pendidikan dan juga hobi atau kesenangan kita, namun kita bisa berkumpul dan dipersatukan dalam satu ikatan keluarga Kerajaan Allah.
Kita semua memiliki fungsi khusus di dalam tubuh Kristus untuk saling menopang dan menjaga, apapun karakter kita, warna kulit, suku, atau kebangsaan kita. Jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita.
Namun, dalam keseharian kita, dalam kehidupan kita berjemaat, kita lupa akan hal ini. Gereja yang seharusnya menjadi perkumpulan orang-orang yang saling menghargai justru menjadi saling menyikut. Tidak ada lagi kasih satu sama lain, yang ada hanyalah kasih terhadap diri sendiri. Berusaha menyenangkan hati Tuhan namun sesungguhnya berusaha menyenangkan orang lain dan diri sendiri. Ketika seorang jemaat tidak memberikan hasil yang memuaskan, dengan mudahnya kita menghakimi dia. Menghakimi sesuai dengan standar prestasi yang kita miliki. Kita berusaha membuat orang lain menjadi sama dengan kita, berusaha meniadakan perbedaan.

Ternyata oleh karena darah Kristus dan Injil kita menjadi satu kesatuan: satu tubuh, satu Roh, satu pengharapan, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, dan satu Allah dan Bapa (ayat 4-6), sehingga kita "...bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah," (Efesus 2:19). Kini tugas kita adalah mempertahankan persatuan dan kesatuan di antara jemaat agar gereja tetap menjadi tempat yang hangat. Hal intu akan terwujud apabila tiap jemaat memiliki kesadaran akan dirinya. Tidak perlu ada bujukan dan paksaan karena semua orang akan senang dan bersedia memainkan peranan aktif dalam kehidupan bergereja.
Kesatuan, persaudaraan atau persahabatan sejati ini hendaknya pertama-tama terjadi di dalam keluarga, antara suami-isteri, anak-anak dan seluruh anggota keluarga. Penghayatan akan kesatuan, persaudaraan atau persahabatan sejati rasanya pada masa ini dapat menjadi ‘nabi’, dan siapapun yang melihat atau kena dampak cara hidup dan cara bertindak itu akan berkata :”dia ini benar-benar nabi yang akan datang di dunia ini”. Dengan kata lain penghayatan kesatuan, persaudaraan atau persahabatan sejati merupakan bentuk tugas perutusan berupa teladan atau kesaksian, yang utama dan pertama. Amin


Jumat, 15 Januari 2010

RENUNGAN MINGGU II Setelah Epiphanias, 17 Januari 2010

KESATUAN UMAT KRISTEN
Yohanes 17: 20-23
Kristus Berdoa Untuk Kesatuan dengan Jangkauan Doa : Bukan karena mereka itu (rasul-rasul) sahaja Aku berdoa ini, melainkan karena segala orang yang percaya akan Daku. Semua yang percaya termasuk dalam jangkauan ini. Tujuannya : “Supaya semuanya jadi satu juga sama seperti Engkau di dalam Aku ya Bapa, dan Akupun di dalam Engkau, supaya mereka itu pun jadi satu di dalam Kita.” Pengaruh paling akhir : “Supaya isi dunia ini percaya bahwa Engkaulah yang menyuruh Aku.” Implikasi : Perpecahan dan denominasi agama menghasilkan ketidaksetiaan; dan bahwa kesatuan diantara orang-orang percaya adalah senjata yang paling efektif untuk melawan ketidaksetiaan dan atheisme. Penerapan : Janganlah, seorangpun, berterima kasih kepada Allah karena ada begitu banyak gereja denominasi, kalau tidak bersyukur bahwa doa Kristus belum dijawab. Orang yang menghormati kehendak Tuhan harus mendukung KESATUAN dan menolak membantu perkembangan denomimasi yang lebih jauh atau perpecahan yang sejenis diantara orangorang yang percaya. Kata “Gereja” berarti “Dipanggil keluar.” (Lihat Pelajaran I). Oleh karena itu Gereja termasuk semua orang yang telah dipanggil kedalam pelayanan Allah dan tidak dapat dipakai secara benar dalam pengertian denominasi. Kata “denominasi” menyarankan perpecahan atau pembagian dari keseluruhan. Gereja Tuhan bukanlah bagian atau pecahan dari sesuatu. Dalam pandangan yang lebih luas, Gereja Tuhan termasuk semua yang diselamatkan. (1) Allah melakukan penambahan (Kisah Rasul-Rasul 2:41-47).(2) Orang-orang yang berada dalam Gereja terdaftar di surga –tidak ada kesalahan dalam pendaftaran ini (Ibrani 12:22-23). Gereja Tuhan termasuk setiap orang yang diselamatkan di dunia, tidak ada satu denominasi pun yang membuat tuntutan seperti ini.
AllahMembenci Orang-Orang Yang Menyebabkan Perpecahan. Amsal 6:19 –“Saksi dusta yang bertutur bohong, dan orang yang menanamkan percideraan di antara saudara bersaudara.

Pada suatu hari, seorang bapak yang hampir meninggal memanggil ke lima anaknya. Kepada masing-masing anak, ia memberikan beberapa batang lidi. Katanya kepada mereka, "Patahkan lidi ini!" Setiap anak tanpa kesulitan yang berarti dapat mematahkan lidi itu. Bapak itu lalu mengambil lidi yang lain dalam jumlah yang sama dan memberikan kepada mereka. Setelah semua anak
menerima lidi itu, ia mengambilnya kembali, mengikatnya bersama menjadi sebuah sapu lidi dan menyerahkannya kepada anak sulung. Sambil tersenyum, sang bapak berkata, "Patahkan sapu lidi ini!" Anak sulung itu berusaha sekuat tenaga untuk mematahkan sapu lidi itu, namun tidak berhasil. Kata sang bapak akhirnya, "Kalau masing-masing mau berjalan sendiri, kalian lemah. Kalau kalian tetap bersatu dan kompak, seperti sapu lidi ini, kalian akan kuat dan berhasil mencapai tujuan kalian." Cerita ini ingin menunjukkan kepada kita bahwa suatu tujuan bersama akan mudah dicapai bila ada kesatuan dan kekompakan di antara anggota. Pesan yang sama juga menjadi salah satu pesan Injil ini bahwa kesatuan dan kekompakan di antara orang-orang yang percaya adalah hal yang amat penting. Maka, berdasar Injil hari ini, mari kita bertanya, "Sejauh mana aku sudah menjadi orang yang senantiasa mendahulukan semangat kesatuan, kekompakan, kebersamaan dan persaudaraan di lingkungan aku hidup? Agar jemaat dapat belajar dan melakukan firman Tuhan dalam kesatuan dan persatuan yang dikehendaki oleh Tuhan. Bahwa sesama jemaat itu sebenarnya saling membutuhkan, baik dalam kasih, dukungan doa dan tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.
Di dalam dunia teologi kita mengenal istilah monergisme. Istilah tersebut berarti Allahlah yang semata-mata berkarya untuk keselamatan manusia. Istilah kedua yang biasanya disandingkan dengan istilah di atas adalah sinergisme. Sinergisme berarti Allah bekerja sama dengan manusia untuk mencapai menyelamatkan manusia. Tetapi istilah sinergisme berbeda dengan istilah sinergi seperti yang dipaparkan oleh Stephen Covey. Bagi Covey sinergi itu berarti bahwa jumlah keseluruhan lebih besar dari bagian-bagiannya. Contohnya jika seorang pria dan wanita bersatu di dalam pernikahan, maka yang terwujud adalah suatu entitas baru yang disebut dengan keluarga yang memiliki hak, pengalaman dan kekuatan lebih daripada sekedar kumpulan dua orang. Contoh lain misalnya adalah organ-organ tubuh seperti mata, jantung, paru-paru, hati, otak, dan lain-lain, jika bergabung bersama akan membentuk suatu sinergi yang kekuatannya lebih dari sekedar kumpulan organ, akan tetapi membentuk entitas baru yang disebut manusia, yang sadar, dapat berpikir, berkomunikasi dan berhubungan dengan sesama manusia. Dalam hal ini Covey melihat sinergi yang terbentuk dari suatu kesatuan. Alangkah luar biasanya kesatuan ini karena akan membentuk sinergi.
Di dalam bagian ini kita melihat bahwa Tuhan Yesus berdoa untuk kesatuan daripada murid-murid-Nya yang percaya kepada pemberitaan para Rasul. Hal ini jelas terlihat di dalam ayat 21 di mana Ia mengatakan: “supaya mereka semua menjadi satu,” kemudian ayat 22 “supaya mereka menjadi satu,” dan ayat 23 “supaya mereka sempurna menjadi satu.” Jadi jelas bahwa Yesus berdoa bagi kesatuan umat-Nya. Ini yang menjadi doa Yesus sebagai Imam Besar dan saya kira menjadi harapan Yesus bagi umat-Nya. Di dalam doa Tuhan Yesus ini kita dapat melihat ada beberapa hal yang dapat kita simpulkan mengenai kesatuan umat Tuhan.
1. Wujud Kesatuan.
Ada sebagian orang berpendapat bahwa kesatuan di dalam bagian ini bukan kesatuan secara organisasi. Karena tidak mungkin organisasi gereja dan organisasi Kristen lainnya bersatu. Tetapi jika kita melihat bahwa kesatuan ini dapat disaksikan oleh dunia (dalam hal ini orang-orang yang di luar Kristus, ayat 21 dan 23) maka kesatuan ini jelas termasuk kesatuan dalam hal organisasi. Karena kesatuan dalam hal organisasi inilah yang paling mudah terlihat oleh orang-orang yang belum percaya.
Lagipula pada waktu konsumasi (kedatangan Kristus kembali) seluruh umat Tuhan berada di bawah pemerintahan Yesus Kristus. Melihat umat Tuhan dari perspektif ini maka tidak salah kalau kita mengatakan bahwa ada aspek kesatuan organisasi di dalam kesatuan umat Tuhan. Kita sering mendengar bahwa orang-orang yang pertama kali percaya bingung karena harus memilih gereja karena begitu banyak gereja yang berbeda-beda. Dan bahwa perpecahan gereja-gereja dan organisasi-organisasi sering menjadi cemoohan bagi orang-orang dunia.
Mengenai bentuk organisasi saya kira tidak dijelaskan dengan gambling di dalam Alkitab. Jadi apapun bentuk organisasi tersebut apakah episkopal, kongregasional, presbiterian, atau presbiterian sinodal bergantung pada kesepakatan kita dan yang terbaik bagi gereja Tuhan.
Wujud kesatuan ini jika dilihat dari dasarnya atau polanya yaitu seperti kesatuan Bapa dan Anak (ayat 21 dan 22) maka kesatuan ini adalah kesatuan kasih. Kasih yang diwujudnyatakan dalam perbuatan-perbuatan di dalam komunita Kristen tersebut. Sebagaimana Bapa mengasihi Anak dan Anak mengasihi Bapa, maka haruslah kita saling mengasihi.
2. Landasan Kesatuan
Jika kita melihat ayat 21 maka kita menemukan landasan kesatuan tersebut ada dalam kesatuan Bapa dan Anak sebagaimana dikatakan: “sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau.” Juga di dalam ayat 22 yang mengatakan: “supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu.” Pola kesatuan orang-orang Kristen adalah kesatuan Bapa dan Anak, yang jika kita lihat secara keseluruhan dari Injil Yohanes, maka itu berarti kesatuan Allah Tritunggal. Di dalam diri Allah sendiri Allah Bapa mengasihi Anak dan Anak mengasihi Bapa. Di dalam mereka sendiri ada suatu persekutuan antara Bapa, Anak dan Roh Kudus.
Landasan Trinitarian ini memiliki implikasi yang luas bagi persekutuan orang-orang percaya. Implikasi yang terlihat adalah pada penciptaan (creation) dan penebusan (redemption). Di dalam penciptaan, Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya. Allah yang merupakan pola dari penciptaan manusia itu sendiri adalah Allah yang bersekutu, maka manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah adalah manusia yang perlu bersekutu dengan sesama manusia. Ia menciptakan manusia sebagai makhluk yang perlu bersekutu dan mengasihi karena Allah yang menciptakan manusia itu adalah Allah yang saling mengasihi dan Allah yang saling bersekutu (koinonia). Dengan kata lain Allah memang menciptakan manusia sebagai makhluk social yang tidak pernah cukup di dalam dirinya sendiri. Inilah yang kita lihat pada waktu Hawa mau diciptakan, bahwa Adam tidak dapat berdiri sendiri, dia perlu rekan dan penolong yang sepadan.
Di dalam penebusan, pada waktu Allah membangun komunita Kristen itu sendiri, Ia membangunNya sebagai tubuh Kristus, yang memiliki banyak anggota tetapi sebenarnya satu tubuh. Dan masing-masing anggota tubuh itu saling membutuhkan satu dengan yang lain. Anggota tubuh tersebut tidak dapat hidup mandiri, lepas dari anggota-anggota tubuh yang lain.
Akibat adanya anggota-anggota tubuh yang berbeda ini ada pula perspektif-perspektif (perspektif maksudnya adalah cara memandang sesuatu) yang berbeda-beda di dalam masalah pengetahuan. Sebagaimana di dalam Allah ada satu perspektif tunggal yaitu perspektif Allah, tetapi Ia juga memiliki perspektif-perspektif sebagai pribadi-pribadi yang berbeda-beda. Ada perspektif Allah Bapa, perspektif Anak, dan perspektif Roh Kudus. Dengan kata lain ada keberagaman perspektif di dalam diri Allah meski ada pula perspektif tunggalnya. Dengan demikian sebagai anggota tubuh Kristus kita mengakui adanya keberagaman perspektif di dalam tubuh Kristus dan perspektif-perspektif ini sah meski kadang-kadang kita tidak dapat melihat bagaimana menggabungkan kedua perspektif ini misalnya dalam hal Calvinisme dan Armenianisme. Karena kita terdiri dari banyak anggota tubuh. Ini berarti pula bahwa tidak ada satu perspektif di dalam tubuh Kristus yang dapat mengklaim memiliki seluruh kebenaran Kekristenan. Sebaliknya perspektif- perspektif tersebut harus belajar terbuka kepada perspektif yang lain di dalam tubuh Kristus. Dengan demikian tradisi Reformed harus belajar kepada tradisi Armenian demikian pula sebaliknya, demikian pula dengan tradisi-tradisi yang lainnya.
Akan tetapi sejak Pencerahan yang mencapai puncaknya pada diri Imanuel Kant, subyek pengetahuan yaitu “Aku” yang mengetahui diangkat begitu tinggi melebihi komunita sehingga cenderung menjadi individualis bahkan di dalam masalah pengetahuan. Ini masuk pula ke dalam dunia teologi, sehingga orang tidak perlu orang lain (other mind) untuk mengetahui. Cukup rasioku, pengalamanku, intuisiku, persepsiku, untuk menentukan benar atau salah. Dengan cara ini kita memutlakan perspektif kita sendiri. Dan inilah yang menjadi penghambat di dalam kesatuan umat Tuhan. Saya yang benar, orang Kristen yang lain salah. Padahal orang-orang sekarang mengetahui bahwa subyek yang mengetahui tidak pernah lepas dari tradisi komunitanya dan dari paradigma komunitanya, sehingga terlalu berani jika seseorang memutlakan perspektifnya.
Selain itu, iri hati terhadap karunia yang dimiliki oleh rekan-rekan anggota tubuh yang lain juga menghambat kesatuan tersebut. Kita iri karena kita membutuhkan pengakuan dari orang lain. Saya ambil contoh yang ektrim saja, misalnya, Bukankah kita sering kali mencari pengakuan atas diri kita dan kemampuan kita. Kita tidak suka kalau rekan kita yang malah dipuji bukan kita. Kita haus pengakuan terhadap diri kita. Bahkan kita kadang-kadang lupa tempat yang Tuhan berikan kepada kita. Kita protes kenapa dia punya kemampuan lebih, kenapa bukan saya saja, sehingga kita menyikut kiri kanan dan menginjak di bawah, mendongkel di atas agar kita sendiri dapat maju.
Di dalam situasi seperti ini kiranya cukup baik untuk memaparkan pandangan Covey tentang relasi. Ia mengatakan bahwa relasi paling rendah tingkatannya adalah relasi antar manusia yang dependent, relasi di mana yang seorang selalu bergantung pada orang lain. Relasi yang lebih baik lagi adalah relasi independent, yaitu relasi di mana orang itu mandiri. Tidak perlu orang lain. Tetapi relasi yang lebih baik lagi adalah relasi interdependent, relasi yang saling bergantung, relasi orang-orang yang mandiri, relasi yang juga saling menguatkan. Kita perlu masuk ke dalam relasi tahap ketiga ini.
3. Tujuan Kesatuan.
Jika kita melihat ayat 21 dan ayat 23 maka jelas bahwa di sini tujuan kesatuan itu adalah: “supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang mengutus Aku.” Kemudian, “agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku.” Jadi kesatuan ini pun memiliki nilai apologetika. Kesatuan umat Tuhan untuk memperlihatkan bahwa Tuhan Yesus memang diutus Allah Bapa. Dengan kata lain orang dunia berhak untuk menilai apakah benar Yesus diutus Allah melalui kesatuan umat-Nya.
Pada masa pasca modern ini orang tidak lagi percaya kepada Truth dengan capital T, tetapi hanya kepada truth dengan small t. Mereka hanya percaya kepada kebenaran-kebenaran bukan kepada Kebenaran Tunggal. Termasuk dalam hal ini adalah kebenaran Kekristenan. Kekristenan termasuk salah satu kebenaran (meski kita percaya bahwa Allah adalah kebenaran yang tunggal itu). Pada masa seperti ini apologetika dengan argumentasi kadang-kadang kurang efektif (bukan salah atau tidak efektif). Dan seringkali kebenaran di dalam komunita itu berbicara lebih kuat di dalam masa ini, sehingga orang berbicara mengenai kebenaran dengan cara melihatnya di dalam praktek komunita yang mengatakan tentang kebenaran tersebut.
Kita yang mengatakan tentang kebenaran Kristus seharusnya juga mewujudnyatakannya di dalam komunita Kristen. Oleh sebab itu biarlah kita sebagai anak-anak Tuhan dan hamba-hamba Tuhan mewujudnyatakan kesatuan itu di dalam kehidupan kita. Belajar menghargai perspektif orang lain dan belajar menghargai karunia yang Tuhan sudah berikan kepada orang lain. Tuhan memberkati kita. Amin (EM).


Jamita Epistel Minggu KANTATE – 28 April 2024

Ingkon Mamujimuji Jahowa Do Angka Na Usouso di Ibana      (Orang Yang Mencari Tuhan Akan Memuj NamaNya) Mateus 15: 8 – 20   a)    ...