Memelihara Ciptaan Allah
Mika 7 : 13
Mika 7 : 13
Tetapi bumi akan menjadi tandus oleh karena penduduknya, sebagai akibat perbuatan mereka
Bagi seorang hamba Allah yang masih memiliki tingkat kepekaan rasa yang tinggi dan kedalaman hati yang jernih, pasti akan tersayat hatinya bila melihat hamparan bumi tanah yang tandus. Di balik bumi tanah yang tandus itu ia melihat jiwa-jiwa manusia bergelimpangan dalam kehinaan dan ketercelaan. Mereka laksana tunggul-tunggul pohon yang kosong atau lapuk, meski raga mereka dihiasi dengan berbagai cara rekayasa agar tampak paling baik dan lebih unggul. Namun, hal itu tetap saja tidak akan mengubah pandangannya. Mereka terpandang tetap hidup dalam kehinaan dan ketercelaan, karena demikian itulah ketetapan yang telah disandangkan kepada mereka. Sang hamba Allah tersayat hatinya, karena sebenarnya bumi khususnya tanah, adalah subur. Menjadi tidak suburnya bumi dan tanah, jelas disebabkan manusia. Tanpa disadari, bumi tanah menjadi korban kebiadaban perilaku manusia.
Jika dijumpai hamparan bumi tanah yang tandus, tidak bisa ditumbuhi tanaman maupun tidak bisa dimanfaatkan kandungan tanahnya, maka itulah pertanda bahwa disitu sedang menghuni masyarakat atau bangsa yang hina lagi tercela. Tidak ada artinya bumi tanah dihamparkan dalam keadaan subur, karena dengan keadaan hina dan sifat tercela itu, mereka senantiasa hanya melakukan kerusakan terhadap bumi tanah. Dari pada bumi tanah yang subur terus-menerus hanya dirusak oleh mereka, bagi mereka lebih pantas hamparan bumi tanah yang tandus.
Hina dan tercelanya keadaan suatu masyarakat atau bangsa bukan diukur menurut pandangan manusia, tetapi diukur menurut pandangan Allah. Namun demikian, tak selamanya bumi tanah yang tidak bisa ditumbuhi tanaman adalah pertanda bahwa masyarakatnya atau bangsanya dalam keadaan hina lagi tercela. Bila kandungan bumi tanahnya sangat subur meliputi berbagai hasil tambang, maka masyarakat atau bangsa itu tidak dapat dikelompokkan ke dalam masyarakat atau bangsa yang hidup terhina lagi tercela. Yang menjadi ukuran adalah tandusnya tanaman dan tandusnya kandungan bumi tanah. Tanah air kita ini mempunyai berbagai ragam keadaan bumi tanah. Ada masyarakat dengan daerah bumi yang tanahnya tidak dapat ditumbuhi tanaman tetapi sangat kaya kandungan tanahnya; ada pula masyarakat dengan daerah yang subur tanamannya, tetapi tandus kandungan bumi tanahnya. Khususnya untuk masyarakat daerah Pulau Jawa, keadaan hamparan bumi tanahnya lebih banyak berkeadaan subur dengan tanaman tetapi sedikit akan kandungan tanahnya. Sebaliknya untuk daerah-daerah di luar Pulau Jawa, subur kandungan tanahnya dari pada tanamannya. Demikian telah Allah lengkapi negeri ini menjadi negeri yang penuh diliputi berkat dari-Nya.
Salah satu bencana yg disebabkan aktifitas manusia terutama akibat aktifitas ekstraksi (penambangan, kata lain dari "eksploitasi") mungkin termasuk didalamnya ekstraksi material maupun ekstraksi energi seperti menyumbat sungai membuat bendungan menghasilkan energi listrik dsb. Disisi lain juga aktifitas kehidupan seperti contoh klasik Jakarta dimana banjir yg terjadi sudah sering dianggap sebagai bencana akibat 'ulah' manusia sendiri. Kegiatan-kegiatan "ekstraksi" diatas pasti akan secara langsung melibatkan ahli geologi. Sehingga 'kerusakan' lingkungan, tapi sebaiknya aku sebut saja "perubahan" lingkungan, pasti akan terjadi dalam setiap aktifitas ini, dan jelas hal ini juga dapat diketahui/diidentifikasi oleh oleh ahli geologi sendiri juga.
Secara langsung, kesalahan manusia seringkali berakibat rusaknya bumi. Dengan kesemberonoannya, manusia merusak alam, mengeduk segala keuntungan, dan tidak peduli kalau keseimbangan alam menjadi rusak. Manusia baru terkaget-kaget ketika bencana alam datang dan mengambil korban jiwa. Sedihnya, kekagetan itu diikuti dengan komentar, "ini sudah kehendak Allah," sambil meneruskan kebiasaan merusak alam. Walaupun para ahli berseru-seru agar orang lebih keras berusaha menjaga lingkungan, lebih banyak orang bersikap tidak peduli dan membuat kerusakan yang lebih parah lagi. Kita perlu melakukan instrospeksi terhadap diri kita sendiri, mungkin musibah yang terjadi selama ini disebabkan dosa-dosa yang kita perbuat. Tidak ada kata terlambat untuk bertobat, selama nafas belum terhenti dikerongkongan.
Bagi seorang hamba Allah yang masih memiliki tingkat kepekaan rasa yang tinggi dan kedalaman hati yang jernih, pasti akan tersayat hatinya bila melihat hamparan bumi tanah yang tandus. Di balik bumi tanah yang tandus itu ia melihat jiwa-jiwa manusia bergelimpangan dalam kehinaan dan ketercelaan. Mereka laksana tunggul-tunggul pohon yang kosong atau lapuk, meski raga mereka dihiasi dengan berbagai cara rekayasa agar tampak paling baik dan lebih unggul. Namun, hal itu tetap saja tidak akan mengubah pandangannya. Mereka terpandang tetap hidup dalam kehinaan dan ketercelaan, karena demikian itulah ketetapan yang telah disandangkan kepada mereka. Sang hamba Allah tersayat hatinya, karena sebenarnya bumi khususnya tanah, adalah subur. Menjadi tidak suburnya bumi dan tanah, jelas disebabkan manusia. Tanpa disadari, bumi tanah menjadi korban kebiadaban perilaku manusia.
Jika dijumpai hamparan bumi tanah yang tandus, tidak bisa ditumbuhi tanaman maupun tidak bisa dimanfaatkan kandungan tanahnya, maka itulah pertanda bahwa disitu sedang menghuni masyarakat atau bangsa yang hina lagi tercela. Tidak ada artinya bumi tanah dihamparkan dalam keadaan subur, karena dengan keadaan hina dan sifat tercela itu, mereka senantiasa hanya melakukan kerusakan terhadap bumi tanah. Dari pada bumi tanah yang subur terus-menerus hanya dirusak oleh mereka, bagi mereka lebih pantas hamparan bumi tanah yang tandus.
Hina dan tercelanya keadaan suatu masyarakat atau bangsa bukan diukur menurut pandangan manusia, tetapi diukur menurut pandangan Allah. Namun demikian, tak selamanya bumi tanah yang tidak bisa ditumbuhi tanaman adalah pertanda bahwa masyarakatnya atau bangsanya dalam keadaan hina lagi tercela. Bila kandungan bumi tanahnya sangat subur meliputi berbagai hasil tambang, maka masyarakat atau bangsa itu tidak dapat dikelompokkan ke dalam masyarakat atau bangsa yang hidup terhina lagi tercela. Yang menjadi ukuran adalah tandusnya tanaman dan tandusnya kandungan bumi tanah. Tanah air kita ini mempunyai berbagai ragam keadaan bumi tanah. Ada masyarakat dengan daerah bumi yang tanahnya tidak dapat ditumbuhi tanaman tetapi sangat kaya kandungan tanahnya; ada pula masyarakat dengan daerah yang subur tanamannya, tetapi tandus kandungan bumi tanahnya. Khususnya untuk masyarakat daerah Pulau Jawa, keadaan hamparan bumi tanahnya lebih banyak berkeadaan subur dengan tanaman tetapi sedikit akan kandungan tanahnya. Sebaliknya untuk daerah-daerah di luar Pulau Jawa, subur kandungan tanahnya dari pada tanamannya. Demikian telah Allah lengkapi negeri ini menjadi negeri yang penuh diliputi berkat dari-Nya.
Salah satu bencana yg disebabkan aktifitas manusia terutama akibat aktifitas ekstraksi (penambangan, kata lain dari "eksploitasi") mungkin termasuk didalamnya ekstraksi material maupun ekstraksi energi seperti menyumbat sungai membuat bendungan menghasilkan energi listrik dsb. Disisi lain juga aktifitas kehidupan seperti contoh klasik Jakarta dimana banjir yg terjadi sudah sering dianggap sebagai bencana akibat 'ulah' manusia sendiri. Kegiatan-kegiatan "ekstraksi" diatas pasti akan secara langsung melibatkan ahli geologi. Sehingga 'kerusakan' lingkungan, tapi sebaiknya aku sebut saja "perubahan" lingkungan, pasti akan terjadi dalam setiap aktifitas ini, dan jelas hal ini juga dapat diketahui/diidentifikasi oleh oleh ahli geologi sendiri juga.
Secara langsung, kesalahan manusia seringkali berakibat rusaknya bumi. Dengan kesemberonoannya, manusia merusak alam, mengeduk segala keuntungan, dan tidak peduli kalau keseimbangan alam menjadi rusak. Manusia baru terkaget-kaget ketika bencana alam datang dan mengambil korban jiwa. Sedihnya, kekagetan itu diikuti dengan komentar, "ini sudah kehendak Allah," sambil meneruskan kebiasaan merusak alam. Walaupun para ahli berseru-seru agar orang lebih keras berusaha menjaga lingkungan, lebih banyak orang bersikap tidak peduli dan membuat kerusakan yang lebih parah lagi. Kita perlu melakukan instrospeksi terhadap diri kita sendiri, mungkin musibah yang terjadi selama ini disebabkan dosa-dosa yang kita perbuat. Tidak ada kata terlambat untuk bertobat, selama nafas belum terhenti dikerongkongan.