Orang Kaya Yang Baik
1 Timotius 6 : 17 – 19
1 Timotius 6 : 17 – 19
Ada orang sudah dapat banyak masih kurang dan hatinya gelisah, makan tak enak tidur tak nyenyak, dimusuhi orang banyak. Sementara yang lain dapatnya sedikit, tetapi ia merasa cukup bahkan masih bisa memberi. Dengan tenang ia menikmati hasil jerih payahnya, damai, harmoni dengan lingkungan dan bahkan dihormati orang lain.
Menurut hitungan matematis, orang yang punya uang sepuluh juta rupiah kemudian diambil lima juta untuk membantu biaya sekolah anak-anak yatim maka uangnya yang tersisa hanya tinggal lima juta rupiah. Jika orang itu kemudian mempunyai pola perilaku tetap yaitu selalu memberikan separoh hasil usahanya untuk membantu orang lain yang kesulitan, maka menurut hitungan matematis ia pasti lambat kayanya dibanding jika ia tidak suka memberi. Jika ia menjadi kaya 10 tahun kemudian, maka logikanya jika ia tidak suka memberi, ia sudah bisa menjadi orang kaya lima tahun lebih cepat.
Tetapi realitas kehidupan sering berbicara lain. Orang yang suka memberi justru lebih cepat kaya sementara orang yang kikir usahanya sering tersendat-sendat. Sama halnya orang dagang yang selalu mengambil keuntungan dengan margin tertinggi justru kalah bersaing dengan pedagang yang mengambil keuntungan dengan margin rendah. Kenapa ?, karena hidup itu bukan hanya matematis, ada matematika bumi dan ada matematika Allah. Lukas 6:38 Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan Orang yang keukeuh dengan hitungan matematis dalam interaksi sosial tanpa disadari ia justru kehilangan peluang non teknis yang nilainya tak terukur secara matematis, yaitu berkah.
Melalui ayat ini Tuhan mengajarkan kita untuk saling memperhatikan terutama memperhatikan orang-orang miskin. Tuhan tidak ingin kita egois, hanya memikirkan kepentingan sendiri. Tuhan ingin kita berbagi karena itulah wujut nyata dari kasih. Kasih mempunyai arti memberi atau berkorban. Tuhan Yesus mengasihi kita, salah satu wujut kasih Tuhan adalah Dia memberikan nyawanya bagi kita di kayu salib untuk menggantikan kita yang seharusnya mati karena dosa.
Dalam kitab Kisah Para Rasul kita dapat melihat bagaimana wujut kasih itu benar-benar di praktekkan pada gereja mula-mula. Semua jemaat merasa senasib dan sepenanggungan. Mereka benar-benar satu di dalam Kristus. Tidak ada yang merasa lebih hebat, tidak ada yang merasa lebih kaya. Mereka saling berbagi, yang mempunyai membagikan apa yang dipunyainya kepada mereka yang tidak punya. Dari sekian ribu orang jemaat mula-mula hanya satu keluarga saja yang memiliki roh ketamakan yaitu Ananias dan istrinya dimana akhirnya mereka mati oleh karena ketamakannya.
Menjadi berkat tidak harus menunggu kita mendapat kelimpahan berkat materi seperti yang diinginkan. Hal menjadi berkat sumbernya ada di hati. Bila hati kita tidak terikat dengan kekayaan, tidaklah berat untuk memberkati orang lain meski kekuatan kita tidak seberapa. Sebaliknya, sebesarapapun kita diberi kelimpahan berkat, bila hati terikat kekayaan, berat untuk memberkati orang lain. Bila kita perlu didorong-dorong untuk menjadi berkat, waspadalah dengan keterikatan akan kekayaan. Jangan hanya berjuang memperkaya diri sendiri, berjuang jugalah untuk menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi, yang dengan demikian mengumpulkan harta yang kekal (2 Timotius 6:18-19).
Menurut hitungan matematis, orang yang punya uang sepuluh juta rupiah kemudian diambil lima juta untuk membantu biaya sekolah anak-anak yatim maka uangnya yang tersisa hanya tinggal lima juta rupiah. Jika orang itu kemudian mempunyai pola perilaku tetap yaitu selalu memberikan separoh hasil usahanya untuk membantu orang lain yang kesulitan, maka menurut hitungan matematis ia pasti lambat kayanya dibanding jika ia tidak suka memberi. Jika ia menjadi kaya 10 tahun kemudian, maka logikanya jika ia tidak suka memberi, ia sudah bisa menjadi orang kaya lima tahun lebih cepat.
Tetapi realitas kehidupan sering berbicara lain. Orang yang suka memberi justru lebih cepat kaya sementara orang yang kikir usahanya sering tersendat-sendat. Sama halnya orang dagang yang selalu mengambil keuntungan dengan margin tertinggi justru kalah bersaing dengan pedagang yang mengambil keuntungan dengan margin rendah. Kenapa ?, karena hidup itu bukan hanya matematis, ada matematika bumi dan ada matematika Allah. Lukas 6:38 Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan Orang yang keukeuh dengan hitungan matematis dalam interaksi sosial tanpa disadari ia justru kehilangan peluang non teknis yang nilainya tak terukur secara matematis, yaitu berkah.
Melalui ayat ini Tuhan mengajarkan kita untuk saling memperhatikan terutama memperhatikan orang-orang miskin. Tuhan tidak ingin kita egois, hanya memikirkan kepentingan sendiri. Tuhan ingin kita berbagi karena itulah wujut nyata dari kasih. Kasih mempunyai arti memberi atau berkorban. Tuhan Yesus mengasihi kita, salah satu wujut kasih Tuhan adalah Dia memberikan nyawanya bagi kita di kayu salib untuk menggantikan kita yang seharusnya mati karena dosa.
Dalam kitab Kisah Para Rasul kita dapat melihat bagaimana wujut kasih itu benar-benar di praktekkan pada gereja mula-mula. Semua jemaat merasa senasib dan sepenanggungan. Mereka benar-benar satu di dalam Kristus. Tidak ada yang merasa lebih hebat, tidak ada yang merasa lebih kaya. Mereka saling berbagi, yang mempunyai membagikan apa yang dipunyainya kepada mereka yang tidak punya. Dari sekian ribu orang jemaat mula-mula hanya satu keluarga saja yang memiliki roh ketamakan yaitu Ananias dan istrinya dimana akhirnya mereka mati oleh karena ketamakannya.
Menjadi berkat tidak harus menunggu kita mendapat kelimpahan berkat materi seperti yang diinginkan. Hal menjadi berkat sumbernya ada di hati. Bila hati kita tidak terikat dengan kekayaan, tidaklah berat untuk memberkati orang lain meski kekuatan kita tidak seberapa. Sebaliknya, sebesarapapun kita diberi kelimpahan berkat, bila hati terikat kekayaan, berat untuk memberkati orang lain. Bila kita perlu didorong-dorong untuk menjadi berkat, waspadalah dengan keterikatan akan kekayaan. Jangan hanya berjuang memperkaya diri sendiri, berjuang jugalah untuk menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi, yang dengan demikian mengumpulkan harta yang kekal (2 Timotius 6:18-19).