Rabu, 11 Agustus 2010

Renungan Hari Jumat, 23 Juli 2010

Tidak Bawa Apa-apa
1 Timotius 6 : 17
Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar
Bagaimana seseorang dapat mengetahui apa yang menjadi bagiannya? Dengan memiliki pikiran dan perasaan Kristus, sebab hanya orang-orang yang mau bertumbuh dan menjadi dewasa rohanilah yang dapat merasa cukup menurut ukuran atau porsi yang TUHAN tetapkan kepada masing-masing kita.
Di balik kata “cukup” atau “secukupnya” ini, TUHAN mengajar orang percaya untuk tidak menuntut apa yang bukan menjadi bagiannya atau yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Bila seseorang menginginkan apa yang bukan menjadi bagiannya, sebenarnya itu hanya untuk memuaskan hawa nafsunya; dengan demikian ia telah menjadikan dirinya musuh TUHAN (Yak. 4:1–4). Ternyata kata “cukup” merupakan kata penyelamat kehidupan, selama kita mau mengerti, menerima dan mematuhinya. Karena itu untuk dapat menghayati ini, belajarlah untuk memercayai kebenaran ini dan kecaplah damai sejahtera surgawi. Kita sangat digoda oleh dunia ini untuk memiliki filosofi hidup “tidak pernah mau puas”. Ini bukan berarti, kita menjadi orang yang malas dan tidak mau maju dalam kehidupan ini. Tapi, kita diingatkan untuk tidak menjadi orang yang serakah dan tahu kapan untuk berkata “cukup” dalam kehidupan ini. Mengapa kita diminta untuk tidak menjadi orang yang tamak dalam menjalani kehidupan ini?

Pertama, Tuhan tahu memberi rejeki yang cukup kepada anak-anakNya. Rejeki yang dianugerahkanNya kepada kita tidak akan pernah terlalu berlebih dan juga tidak sampai kekurangan. Tuhan tahu apa yang kita butuhkan bahkan sebelum kita menyadarinya. Jika Tuhan sudah berikan rejeki sekian dalam kehidupan kita, terimalah dengan ucapan syukur. Tidak perlu banding-bandingkan dengan ‘rumput tetangga’ yang terkesan lebih hijau. Nanti kita menjadi iri hati dan itu tidak baik. Setiap orang ada memiliki bagian berkatnya masing-masing. Dia tidak pernah salah memberi. Dia tahu memberi yang terbaik, sesuai dengan kebutuhan hidup kita masing-masing. Jika kita butuh, Dia pasti sediakan. Jika Dia belum berikan, mungkin kita belum butuh sekarang. Atau jika Dia tidak berikan, mungkin hal itu tidak akan mendatangkan kebaikan bagi hidup kita. Tetaplah beriman bahwa Tuhan itu baik (Mat.7:9-11).
Kedua, Tuhan mau kita ingat bahwa “kekayaan itu adalah sesuatu yang tidak tentu”. Kita mungkin bisa mendapat apa yang kita kejar saat ini, lalu kita menjadi kaya raya. Tapi, apa jaminannya kekayaan itu tidak hilang atau pindah tangan dalam waktu semalam? Segala sesuatu mungkin saja terjadi secara tiba-tiba. Ditipu rekan bisnis sendiri, jatuhnya harga minyak/saham, terjadi musibah alam, dan lain sebagainya. Tidak ada seorang pun yang tahu akan hari esok. Siapa yang bisa menjamin kapan angin tofan itu akan dating melanda dan menyapu bersih seluruh harta benda milik kita? Paulus telah mengingatkan kita agar kita “tidak berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, tapi pada Allah yang dalam kekayaanNya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati” (I Tim 6:17). Bila kita sudah mengecap sukacita surgawi, kita dapat belajar memahami apa yang dimaksud Rasul Paulus dengan tulisannya, “Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah.” (1Tim. 6:8).



Jamita Epistel Minggu XXIII D.Trinitatis – 3 Nopember 2024

Manghaholongi Tuhan Debata Dohot Dongan Jolma  Mengasihi Tuhan Allah Dan Sesama Manusia  5 Musa 6: 1 – 9 / Ulangan.   a)        Huri...