Minggu, 31 Januari 2010

Renungan Epistel Minggu, 31 Januari 2010

Keluarga Bahagia
Kolosse 3: 18-4: 1
Keluarga-keluarga yang ada dimuka bumi ini, adalah merupakan rancangan Allah sendiri. Dialah yang berinisiatif menciptakan keluarga di muka bumi ini. Ketika Tuhan Allah membentuk manusia dari debu tanah serta menghembuskan nafas hidup kedalam hidungnya, dan menempatkannya dalam taman Eden, maka Tuhan sendirilah yang berfirman, “…tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja…”.Seringkali seorang suami yang melayani Tuhan, memandang dan menganggap istrinya bukan sebagai penolong yang sepadan bagi dirinya. Sering terjadi bahwa seorang suami menganggap istrinya sebagai “penghambat” pelayanannya. Suami yang seperti ini telah kehilangan janji Tuhan yang sangat indah didalam hidupnya. Didalam suatu keluarga, bapa mempunyai tanggung
jawab menjalankan otoritas yang diberikan Tuhan padanya, yaitu dalam hal memerintahkan anak-anaknya agar mengikut Tuhan. Disini kita lihat fungsi bapa didalam keluarga sebagai seorang pendidik, tentunya dengan pertolongan seorang istri. Tetapi kita harus jelas melihat bahwa tanggung jawab mendidik ( memerintahkan ) anak-anak, terletak dipundak seorang bapa. Tentu saja istri sebagai seorang penolong, akan membantu, demikian juga guru-guru disekolah, serta pelayan-pelayan Tuhan didalam gereja ikut serta mendidik anak-anak. Tetapi tanggung jawab itu ada pada sang bapa. Apabila anak-anak memberontak dan tidak menurut jalan yang ditunjukkan Tuhan, maka pertanggung-jawaban terakhir harus didapat dari seorang bapa.
Perintah agar suami mengasihi isteri, dikaitkan dengan perihal Kristus mengasihi Jemaat. Ini berarti suamiharus mengasihi isterinya dengan kasih yang dimiliki Kristus. Tuhan mengetahui bahwa di dalam dirinya sendiri, suami tidak memiliki jenis kasih yang mana sanggup untuk mengasihi dan menyerahkan dirinya bagi isterinya sebagaimana Kristus. Mungkin waktu masih berpacaran dulu, sang pemuda merasa ia akan sanggup mengasihi gadis yang akan menjadi isterinya kelak, sampai mereka mencapai usia lanjut, bahkan sampai mati. Tetapi harus diakui, walaupun sang pemuda telah menjadi Kristen dan mengalami lahir baru, namun jenis kasih yang dimilikinya kepada sang kekasih adalahjenis kasih manusiawi. Kasih manusiawi ini, tidak akan tahan menghadapi rintangan dan masalah-masalah didalam pernikahan.
Telah terbukti di dunia ini, bahwa banyak orang menikah “atas dasar cinta” namun berakhir dengan perceraian. Itulah sebabnya, datang perintah agar suami mengasihi isterinya, bukan dengan kasih manusiawi, namun dengan kasih yang dimiliki Kristus kepada Jemaat. apabila seorang suami rindu mentaati perintah Tuhan untuk mengasihi isterinya, maka ia harus bertumbuh sedemikian sehingga kasih Kristus didalam dirinya semakin bertambah. Pertumbuhan dalam kasih Kristus ini, tidak boleh kita samakan dengan pertumbuhan dalam iman, pengharapan atau pertumbuhan dalam urapan. Seorang suami mungkin bertumbuh dalam iman , pengharapan dan urapan, sehingga ia semakin dipakai Tuhan dan menjadi semakin terkenal didalam pelayanan. Tetapi seringkali konflik yang kita alami didalam rumah tangga kita, membuktikan bahwa kita belum cukup bertumbuh dalam kasih Kristus sebagaimana mestinya. Perkara selanjutnya yang harus dilakukan seorang bapa adalah mendidik anak-anaknya didalam nasihat dan ajaran Tuhan. Ini berarti seorang bapa haruslah memiliki dan menanamkan tujuan, misi, visi serta nilai-nilai luhur kepada anak-anaknya. Karena anak-anak diberikan Tuhan pada orang tua agar kelak mereka dapat meneruskan pelayanan dan perjuangannya. Sesungguhnya, anak-anak adalah karunia Tuhan bagi orang tua sehingga orang tua dapat memperpanjang hari-harinya di muka bumi ini. Para orang tua dapat mencapai banyak hal bagi kemuliaan Tuhan, melalui anak-anak mereka. Itulah sebabnya tugas seorang bapa dengan bantuan seorang ibu tentunya, dalam mendidik anak-anaknya menjadi begitu penting. Tugas ini tidak dapat didelegasikan pada para guru di sekolah atau para pelayan Tuhan di gereja. Mereka semua hanyalahbersifat membantu, tetapi seorang bapalah yang memikul tanggung jawab ini. Keluarga sebagai bentuk sosialisasi terkecil dalam masyarakat, jika ada banyak keluarga harmonis, maka akan tercipta masyarakat yang harmonis juga. Landasan ini jelas mengarahkan ajaran Firman ini yang mengajarkan moral iman dan sebagainya. Oleh sebab itu, keluarga yang harmonis, sehat dan sejahtera akan memberikan hubungan yang baik bagi masyarakat dan menuntut keluarga untuk terbuka dan mengambil bagian dalam masyarakat dan pembangunannya. Dari hal ini, dapat kita lihat bahwa keluarga dan masyarakat memiliki tugas dan peran masing – masing untuk saling mengembangkan dan saling mengisi kekosongan yang ada.

Jamita Epistel Minggu XXIII D.Trinitatis – 3 Nopember 2024

Manghaholongi Tuhan Debata Dohot Dongan Jolma  Mengasihi Tuhan Allah Dan Sesama Manusia  5 Musa 6: 1 – 9 / Ulangan.   a)        Huri...