Minggu, 31 Januari 2010

Renungan Minggu SEPTUAGESIMA 31 Januari 2010

Coram Deo
Mazmur 128: 1 - 6

Kita hidup dalam zaman dimana ketakutan dan kecemasan menghantui. Alasannya cukup masuk akal karena berbagai serangan teroris seperti peristiwa September 2001 di USA, Bom Bali tahun 2002, Bom London Juli 2005 dan Bom Bali 1 Oktober 2005. Ketakutan ini tentunya sangat bersifat negatif dan mengganggu kesehatan jiwa. Tetapi dalam Alkitab ada ketakutan yang bersifat positif dan membawa berkat, sebagaimana pemazmur mengajak kita takut akan Tuhan. Kalau ini dilaksanakan akan membawa berkat. Arti pertama dari takut ini adalah sikap hormat, takjub, mengagumi akan Tuhan dan segala karyaNya baik itu berupa keselamatan maupun akan dunia ciptaanNya. Dari sana berangkat pujian, penyembahan dan ibadah. Arti kedua dari takut yang dimaksud adalah perasaan gentar berhadapan dengan Allah yang Maha Kudus yang membenci dosa. Berangkat dari sana kita menghindari dosa, mewujudkan hidup kudus dan lebih luas lagi selalu mengusahakan untuk menyelaraskan hidup ini sesuai dengan kehendak dan Firman Tuhan.
Orang yang takut akan Tuhan diberkati pekerjaannya. Berkat dalam arti materi dan berkat untuk menikmati hasil pekerjaannya. Tanpa berkat Tuhan banyak orang bekerja keras, mereka berhasil tetapi tidak dapat menikmatinya karena berbagai penyakit yang diderita, mungkin juga karena ditipu orang dan sebab-sebab lain, sehingga apa yang dihasilkan habis seperti karung bolong yang diisi tanpa pernah penuh. Dengan berkat Tuhan hasil kerja dapat dinikmati. Bonus lain dari takut akan Tuhan ialah berkat atas keluarga. Dalam keluarga Kristen, selain harus mencukupi kebutuhan keluarganya, seorang ayah (suami) juga bertanggungjawab atas kerohanian istri, anak-anak dan seisi keluarganya. Karena itu, seorang ayah (suami) harus menjadi imam dalam keluarganya. Ia harus mendidik anak-anaknya di dalam ajaran dan nasihat Tuhan (Ef. 6:4). Seperti Ayub—setiap kali setelah anak-anaknya berpesta—yang memanggil dan menguduskan mereka serta mempersembahkan kurban bakaran sejumlah mereka sekalian. Ayub tidak ingin anak-anaknya berdosa kepada Tuhan (Ayub 1:5).
Seorang ayah (suami) juga harus menjadi teladan bagi istri dan anak-anaknya. Istrinya bagaikan pohon anggur, itu berarti istrinya menjadi sumber sukacita ditengah rumah tangga.( bandingkan Hakim Hakim 9:13). Anak-anaknya bagaikan pohon zaitun mengelilingi mejamu, ini mau menunjuk kepada anak anak yang berguna bagi orang tua dan bagi Tuhan. (bandingkan Hakim Hakim 9:9). Amsal 15:3 mengatakan: “Mata Tuhan ada disegala tempat, mengawasi orang jahat dan orang baik.” Sejiwa dengan itu ada ucapan dalam bahasa latin yang mengatakan: “Coram Deo” artinya kita hidup dihadapan hadirat Allah. Karena hidup dihadapan Allah dimanapun kita berada maka kita diajak untuk takut kepada Tuhan dalam bentuk hormat, takjub, pujian, ibadah, menghindari dosa dan menyelaraskan hidup sesuai dengan Firman Tuhan. Buang takut yang negatif dan merusak kesehatan jiwa, lalu bersamaan dengan itu kembangkan takut yang positif, takut kepada Tuhan yaitu takut yang membawa berkat. Maka selaras dalam sikap, perkataan, pikiran dan perbuatan serta kesucian hidup. Karena, hal ini menanamkan dasar yang kuat akan kekudusan dan kesetiaan serta integritas, bagi istri dan anak-anaknya, sehingga mereka dapat menjadi kesaksian bagi orang lain. Dengan demikian, setiap anggota keluarga dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dengan baik, dan akhirnya, mereka menjadi keluarga yang harmonis dan bahagia. Jika setiap anggota keluarga memiliki hati yang takut akan Tuhan, maka dengan sendirinya akan tercipta keluarga yang melayani Tuhan, dan menjadi saksi Kristus. Keluarga Kristen yang melayani akan menjadi berkat bagi banyak orang dan menjadi keluarga yang diberkati Tuhan pula. Amin (EM).

Jamita Epistel Minggu XXIII D.Trinitatis – 3 Nopember 2024

Manghaholongi Tuhan Debata Dohot Dongan Jolma  Mengasihi Tuhan Allah Dan Sesama Manusia  5 Musa 6: 1 – 9 / Ulangan.   a)        Huri...