Kasih Setia Allah Tanpa Batas
Roma 8 : 33 – 39
Roma 8 : 33 – 39
Kasih Kristus dihayati oleh rasul Paulus sebagai sesuatu yang kekal baik dalam kehidupan saat kini maupun dalam kehidupan di masa mendatang; sehingga umat percaya tidak dapat dipisahkan dari kasih Kristus. Ini berarti hubungan umat percaya dengan Tuhan Yesus pada hakikatnya melebihi hubungan atau ikatan antara suami dan isteri. Sebab ikatan seorang suami ternyata masih dapat dipisahkan dengan isterinya ketika salah seorang dari mereka mengalami kematian. Tetapi hubungan kasih dengan Tuhan Yesus akan tetap berlaku kekal walaupun kita sebagai insan manusia akan mengalami peristiwa kematian.
Apabila kita mencermati lebih mendalam pemikiran rasul Paulus tentang hubungan dengan kasih Kristus, maka ternyata dimensi hubungan dengan kasih Kristus tersebut terentang dalam pengalaman riel sehari-hari, kehidupan sampai mati bahkan melampaui segala kuasa ilahi “di atas” dan “di bawah”. Jadi dalam konteks ini ada 3 hal utama yang dinyatakan oleh rasul Paulus, yaitu:
a. Pengalaman riel sehari-hari terlihat dari Rom. 8:35 yang berkata: “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Dalam kehidupan sehari-hari, kita selaku umat percaya dapat mengalami berbagai penindasan, kesesakan, penganiayaan, kelaparan, telanjang, bahaya dan ancaman pedang. Umat percaya tidak dibebaskan (tidak kebal) dari berbagai penderitaan, kemiskinan dan ancaman. Tetapi berbagai peristiwa yang sedih dan pahit yang terjadi bukanlah alasan umat percaya untuk terputus dari hubungan dengan kasih Kristus.
b. Kehidupan setelah kematian terlihat dari Rom. 8:36 yang berkata: “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang”. Dalam konteks ini rasul Paulus menegaskan ikatan dengan kasih Kristus tetap terjalin kekal setelah kita mengalami kematian. Bahkan ikatan tersebut tidak dapat dipisahkan oleh perbuatan dari para malaikat, para roh yang menjadi penguasa udara, dan juga oleh dimensi waktu. Setelah kematian, umat percaya tetap menjadi milik Kristus sehingga mereka tidak akan tergabung dan di bawah kendali “roh-roh ilahi” yaitu penguasa kerajaan angkasa (bandingkan dengan Ef. 2:2). Sebab seandainya mereka hidup tanpa Kristus, maka setelah kematian mereka akan dijadikan milik dari para roh ilahi yaitu untuk menjadi para pengikut dari penguasa kerajaan angkasa. Jadi karena hidup mereka selama di dunia belum pernah ditebus oleh darah salib Kristus, maka roh mereka setelah mengalami kematian akan menjadi milik dari kuasa kegelapan. Sebaliknya umat percaya dijamin memperoleh keselamatan dan hidup kekal karena mereka telah ditebus dengan darah Kristus.
c. Tidak tersentuh oleh kuasa-kuasa “di atas” dan “di bawah” terlihat dari Rom. 8:39 yang berkata: “atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita”. Kehidupan umat percaya tidak lagi berada di bawah pengaruh dari bintang-bintang atau kuasa zodiak yang sejak dahulu diyakini memiliki pengaruh besar bagi perjalanan nasib hidup seseorang. Karena umat percaya telah menjadi milik Kristus, maka yang menentukan keselamatan dan masa depan mereka sepenuhnya adalah Tuhan Yesus. Hidup mereka tidak lagi di bawah “garis nasib” sebagaimana yang diramalkan oleh horoskop, shio kelahiran, hong shui atau feng shui. Sebab iman kepada Kristus telah memposisikan umat percaya sebagai milik Kristus; dan hanya Kristus saja yang berhak untuk mengendalikan dan menyelamatkan setiap kehidupan umat percaya. Bahkan tidak ada “mahluk lain” dari dunia manapun yang berkuasa untuk mengendalikan atau menentukan kehidupan umat percaya.
Pertanyaan yang mendasar adalah: mengapa rasul Paulus menjadi begitu yakin bahwa segala sesuatu yang berada dalam kehidupan masa kini dan mendatang serta di alam semesta ini tidak dapat memisahkan umat percaya dengan kasih Kristus? Jadi apa yang menjadi dasar sikap dan teologis rasul Paulus sehingga hubungan kasih antara umat percaya dengan Kristus tidak mungkin dapat terputuskan oleh kuasa apapun baik untuk kehidupan saat kini maupun kehidupan setelah kematian?
Alasan teologis utama yang dikemukakan oleh rasul Paulus adalah: “jika Allah di pihak kita, siapakah yang melawan kita?” (Rom. 8:31). Namun bukankah alasan teologis tersebut sesuatu yang umum, dan bukan sesuatu yang orisinil atau khas Kristen? Berbagai agama juga akan mengatakan hal yang hampir sama, yaitu apabila Allah berada di pihak mereka, maka pastilah tidak akan ada yang dapat melawan mereka. Tetapi tampaknya alasan teologis rasul Paulus tersebut tidak hanya berhenti sampai di situ saja. Sebab Allah yang berada di pihak umat percaya pada hakikatnya adalah Allah yang tidak menyayangkan AnakNya sendiri. Dia berkenan menyerahkan AnakNya bagi kita semua (Rom. 8:32). Kasih Allah sedemikian besarnya bagi umat manusia, sehingga Dia tidak menyayangkan Kristus untuk menderita dan wafat bagi kita. Sikap kasih Allah tersebut seperti Abraham, yang begitu taat dan mengasihi Allah sedemikian rupa sampai dia tidak menyayangkan untuk mengorbankan Ishak. Argumentasi teologis rasul Paulus tentang kasih Kristus kepada umatNya yang tidak akan dapat dipisahkan oleh apapun juga berlandaskan kepada anugerah kasih Allah. Sehingga ikatan kasih dengan Kristus yang tidak terputuskan tersebut bukan terjadi karena hasil usaha dan prestasi rohaniah manusia; tetapi semata-mata karena anugerah kasih Allah yang begitu besar kepada umatNya.
Alasan teologis yang kedua dari rasul Paulus adalah Kristus yang wafat, bangkit, dan duduk di sebelah kanan Allah pada hakikatnya akan menjadi “Pembela” bagi umatNya. Itu sebabnya di Rom. 8:34, rasul Paulus berkata: “Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita?” Di satu sisi Tuhan Yesus kelak dalam kemuliaanNya akan datang sebagai seorang Hakim yang akan menghakimi setiap orang (Mat. 25:31-32). Tetapi Dia juga akan menjadi Pembela bagi umatNya, sehingga umatNya dibenarkan karena iman kepadaNya. Umat percaya diselamatkan oleh Tuhan Yesus bukan karena amal-ibadah dan perbuatan baik mereka; karena tidak ada seorangpun dapat menyelamatkan dirinya dengan kekuatan dan prestasi rohaniahnya. Tetapi keselamatan hanya akan dikaruniakan oleh Allah ketika umat sungguh-sungguh hidup berdasarkan iman atau sikap percayanya. Allah membenarkan sikap iman mereka kepada Kristus.
Alasan teologis yang ketiga dari rasul Paulus adalah iman yang dianugerahkan Allah kepada umatNya merupakan hasil dari pilihan Allah berdasarkan kerelaan dari kehendak dan otoritasNya. Umat percaya dipilih oleh Allah karena mereka telah ditentukan oleh Allah sejak semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Kristus. Di Rom. 8:25, rasul Paulus berkata: “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara”. Jadi pemilihan Allah kepada umatNya bukan suatu tindakan yang acak (sembarang) dan tanpa maksud, tetapi sesungguhnya bertujuan agar umat Tuhan tersebut dapat hidup kudus dan benar sesuai dengan kehidupan Kristus. Dengan demikian pengertian kasih Kristus yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat bukanlah kasih yang sifatnya sepihak. Umat percaya akan mengalami kasih Kristus yang tidak mungkin terpisahkan oleh apapun juga manakala mereka senantiasa konsisten dan setia untuk hidup sesuai dengan sifat-sifat Kristus. Sehingga ketika sebagian umat percaya tidak hidup sesuai dengan sifat dan nilai-nilai kehidupan Kristus, maka mereka sebenarnya telah memutuskan hubungan dengan kasih Kristus. Ikatan kasih yang tidak terpisahkan dengan Kristus akan menjadi ikatan yang kekal ketika kehidupan umat percaya senantiasa ditandai oleh kasih Kristus. Sehingga dalam situasi apapun termasuk saat mereka mengalami berbagai penderitaan, penganiayaan, ancaman, kematian dan menghadapi kuasa apapun di langit atau di alam maut pada hakikatnya tidak akan dapat memutuskan hubungan umat percaya dengan kasih Kristus.
Namun dalam kehidupan sehari-hari bukankah kita tidak mungkin senantiasa mampu konsisten dan setia kepada Tuhan? Hidup kita sebagai umatNya sering jatuh dan bangun. Setiap umat percaya pada hakikatnya ingin untuk hidup seperti Kristus, tetapi faktanya mereka tidak selalu berhasil. Kasih kita kepada Tuhan dan sesama sering begitu rapuh, lemah dan berulang-ulang kita jatuh kepada sikap egoisme serta egosentrisme. Bukankah keadaan manusiawi kita yang demikian telah menutup kemungkinan bagi kita untuk hidup dalam persekutuan kasih Kristus secara kekal?
Apabila kita mengukur keberadaan dan kekuatan rohaniah yang kita miliki, maka hasilnya hanyalah suatu ketidakmungkinan untuk selamat dan hidup kekal bersama dengan Kristus. Tetapi anugerah Allah yang menyelamatkan dan memampukan umatNya seringkali serba “tersembunyi” dan tidak terlihat oleh pandangan mata manusia. Di Mat. 13:31-32 Tuhan Yesus menyampaikan realitas Kerajaan Sorga seperti “biji sesawi”. Sebenarnya terjemahan LAI tersebut kurang tepat. Istilah “kokkooi sinapeos” sebaiknya diterjemahkan dengan “mustard seed” (biji moster). Orang-orang Yahudi pada zaman itu beranggapan bahwa biji moster adalah biji yang terkecil. Namun ketika biji moster tersebut tumbuh menjadi tanaman, maka biji moster akan menjadi tanaman yang cukup besar dan tempat bernaung buru-burung. Jadi sangat kontras keadaan biji moster yang semula begitu kecil dengan bentuk pertumbuhannya yang tidak terduga. Demikian pula halnya dengan karya keselamatan Allah di tengah-tengah kehidupan umatNya. Karya Allah tersebut kelihatannya serba kecil dan tidak berarti, tetapi ketika tumbuh atau hadir dalam kehidupan umat maka hal yang tidak mungkin (“impossible”) menjadi suatu kemungkinan (“possible”). Untuk menguatkan maksudNya, Tuhan Yesus juga mengumpamakan pola kerja Kerajaan Allah seperti ragi. Pola kerja ragi dalam suatu adonan roti tidak dapat terlihat oleh mata inderawi manusiawi. Tetapi walaupun ragi itu serba kecil dan tidak kelihatan oleh mata, namun yang kecil itu ternyata memiliki pengaruh yang sangat besar sehingga dapat mengkhamirkan seluruh adonan roti. Demikian pula kuasa anugerah dan keselamatan Allah di tengah-tengah kehidupan umatNya. Walaupun secara manusiawi tidaklah mungkin, tetapi benih iman yang telah dianugerahkan Allah tersebut akan memampukan manusia untuk melakukan kehendak dan rencanaNya. Yang mana Allah juga akan bekerja dalam segala sesuatu untuk memproses, menumbuhkan, memurnikan dan mentransformasikan umat percaya. Itu sebabnya di Rom. 8:28 rasul Paulus berkata: “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”. Amin (EM).
Apabila kita mencermati lebih mendalam pemikiran rasul Paulus tentang hubungan dengan kasih Kristus, maka ternyata dimensi hubungan dengan kasih Kristus tersebut terentang dalam pengalaman riel sehari-hari, kehidupan sampai mati bahkan melampaui segala kuasa ilahi “di atas” dan “di bawah”. Jadi dalam konteks ini ada 3 hal utama yang dinyatakan oleh rasul Paulus, yaitu:
a. Pengalaman riel sehari-hari terlihat dari Rom. 8:35 yang berkata: “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Dalam kehidupan sehari-hari, kita selaku umat percaya dapat mengalami berbagai penindasan, kesesakan, penganiayaan, kelaparan, telanjang, bahaya dan ancaman pedang. Umat percaya tidak dibebaskan (tidak kebal) dari berbagai penderitaan, kemiskinan dan ancaman. Tetapi berbagai peristiwa yang sedih dan pahit yang terjadi bukanlah alasan umat percaya untuk terputus dari hubungan dengan kasih Kristus.
b. Kehidupan setelah kematian terlihat dari Rom. 8:36 yang berkata: “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang”. Dalam konteks ini rasul Paulus menegaskan ikatan dengan kasih Kristus tetap terjalin kekal setelah kita mengalami kematian. Bahkan ikatan tersebut tidak dapat dipisahkan oleh perbuatan dari para malaikat, para roh yang menjadi penguasa udara, dan juga oleh dimensi waktu. Setelah kematian, umat percaya tetap menjadi milik Kristus sehingga mereka tidak akan tergabung dan di bawah kendali “roh-roh ilahi” yaitu penguasa kerajaan angkasa (bandingkan dengan Ef. 2:2). Sebab seandainya mereka hidup tanpa Kristus, maka setelah kematian mereka akan dijadikan milik dari para roh ilahi yaitu untuk menjadi para pengikut dari penguasa kerajaan angkasa. Jadi karena hidup mereka selama di dunia belum pernah ditebus oleh darah salib Kristus, maka roh mereka setelah mengalami kematian akan menjadi milik dari kuasa kegelapan. Sebaliknya umat percaya dijamin memperoleh keselamatan dan hidup kekal karena mereka telah ditebus dengan darah Kristus.
c. Tidak tersentuh oleh kuasa-kuasa “di atas” dan “di bawah” terlihat dari Rom. 8:39 yang berkata: “atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita”. Kehidupan umat percaya tidak lagi berada di bawah pengaruh dari bintang-bintang atau kuasa zodiak yang sejak dahulu diyakini memiliki pengaruh besar bagi perjalanan nasib hidup seseorang. Karena umat percaya telah menjadi milik Kristus, maka yang menentukan keselamatan dan masa depan mereka sepenuhnya adalah Tuhan Yesus. Hidup mereka tidak lagi di bawah “garis nasib” sebagaimana yang diramalkan oleh horoskop, shio kelahiran, hong shui atau feng shui. Sebab iman kepada Kristus telah memposisikan umat percaya sebagai milik Kristus; dan hanya Kristus saja yang berhak untuk mengendalikan dan menyelamatkan setiap kehidupan umat percaya. Bahkan tidak ada “mahluk lain” dari dunia manapun yang berkuasa untuk mengendalikan atau menentukan kehidupan umat percaya.
Pertanyaan yang mendasar adalah: mengapa rasul Paulus menjadi begitu yakin bahwa segala sesuatu yang berada dalam kehidupan masa kini dan mendatang serta di alam semesta ini tidak dapat memisahkan umat percaya dengan kasih Kristus? Jadi apa yang menjadi dasar sikap dan teologis rasul Paulus sehingga hubungan kasih antara umat percaya dengan Kristus tidak mungkin dapat terputuskan oleh kuasa apapun baik untuk kehidupan saat kini maupun kehidupan setelah kematian?
Alasan teologis utama yang dikemukakan oleh rasul Paulus adalah: “jika Allah di pihak kita, siapakah yang melawan kita?” (Rom. 8:31). Namun bukankah alasan teologis tersebut sesuatu yang umum, dan bukan sesuatu yang orisinil atau khas Kristen? Berbagai agama juga akan mengatakan hal yang hampir sama, yaitu apabila Allah berada di pihak mereka, maka pastilah tidak akan ada yang dapat melawan mereka. Tetapi tampaknya alasan teologis rasul Paulus tersebut tidak hanya berhenti sampai di situ saja. Sebab Allah yang berada di pihak umat percaya pada hakikatnya adalah Allah yang tidak menyayangkan AnakNya sendiri. Dia berkenan menyerahkan AnakNya bagi kita semua (Rom. 8:32). Kasih Allah sedemikian besarnya bagi umat manusia, sehingga Dia tidak menyayangkan Kristus untuk menderita dan wafat bagi kita. Sikap kasih Allah tersebut seperti Abraham, yang begitu taat dan mengasihi Allah sedemikian rupa sampai dia tidak menyayangkan untuk mengorbankan Ishak. Argumentasi teologis rasul Paulus tentang kasih Kristus kepada umatNya yang tidak akan dapat dipisahkan oleh apapun juga berlandaskan kepada anugerah kasih Allah. Sehingga ikatan kasih dengan Kristus yang tidak terputuskan tersebut bukan terjadi karena hasil usaha dan prestasi rohaniah manusia; tetapi semata-mata karena anugerah kasih Allah yang begitu besar kepada umatNya.
Alasan teologis yang kedua dari rasul Paulus adalah Kristus yang wafat, bangkit, dan duduk di sebelah kanan Allah pada hakikatnya akan menjadi “Pembela” bagi umatNya. Itu sebabnya di Rom. 8:34, rasul Paulus berkata: “Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita?” Di satu sisi Tuhan Yesus kelak dalam kemuliaanNya akan datang sebagai seorang Hakim yang akan menghakimi setiap orang (Mat. 25:31-32). Tetapi Dia juga akan menjadi Pembela bagi umatNya, sehingga umatNya dibenarkan karena iman kepadaNya. Umat percaya diselamatkan oleh Tuhan Yesus bukan karena amal-ibadah dan perbuatan baik mereka; karena tidak ada seorangpun dapat menyelamatkan dirinya dengan kekuatan dan prestasi rohaniahnya. Tetapi keselamatan hanya akan dikaruniakan oleh Allah ketika umat sungguh-sungguh hidup berdasarkan iman atau sikap percayanya. Allah membenarkan sikap iman mereka kepada Kristus.
Alasan teologis yang ketiga dari rasul Paulus adalah iman yang dianugerahkan Allah kepada umatNya merupakan hasil dari pilihan Allah berdasarkan kerelaan dari kehendak dan otoritasNya. Umat percaya dipilih oleh Allah karena mereka telah ditentukan oleh Allah sejak semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Kristus. Di Rom. 8:25, rasul Paulus berkata: “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara”. Jadi pemilihan Allah kepada umatNya bukan suatu tindakan yang acak (sembarang) dan tanpa maksud, tetapi sesungguhnya bertujuan agar umat Tuhan tersebut dapat hidup kudus dan benar sesuai dengan kehidupan Kristus. Dengan demikian pengertian kasih Kristus yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat bukanlah kasih yang sifatnya sepihak. Umat percaya akan mengalami kasih Kristus yang tidak mungkin terpisahkan oleh apapun juga manakala mereka senantiasa konsisten dan setia untuk hidup sesuai dengan sifat-sifat Kristus. Sehingga ketika sebagian umat percaya tidak hidup sesuai dengan sifat dan nilai-nilai kehidupan Kristus, maka mereka sebenarnya telah memutuskan hubungan dengan kasih Kristus. Ikatan kasih yang tidak terpisahkan dengan Kristus akan menjadi ikatan yang kekal ketika kehidupan umat percaya senantiasa ditandai oleh kasih Kristus. Sehingga dalam situasi apapun termasuk saat mereka mengalami berbagai penderitaan, penganiayaan, ancaman, kematian dan menghadapi kuasa apapun di langit atau di alam maut pada hakikatnya tidak akan dapat memutuskan hubungan umat percaya dengan kasih Kristus.
Namun dalam kehidupan sehari-hari bukankah kita tidak mungkin senantiasa mampu konsisten dan setia kepada Tuhan? Hidup kita sebagai umatNya sering jatuh dan bangun. Setiap umat percaya pada hakikatnya ingin untuk hidup seperti Kristus, tetapi faktanya mereka tidak selalu berhasil. Kasih kita kepada Tuhan dan sesama sering begitu rapuh, lemah dan berulang-ulang kita jatuh kepada sikap egoisme serta egosentrisme. Bukankah keadaan manusiawi kita yang demikian telah menutup kemungkinan bagi kita untuk hidup dalam persekutuan kasih Kristus secara kekal?
Apabila kita mengukur keberadaan dan kekuatan rohaniah yang kita miliki, maka hasilnya hanyalah suatu ketidakmungkinan untuk selamat dan hidup kekal bersama dengan Kristus. Tetapi anugerah Allah yang menyelamatkan dan memampukan umatNya seringkali serba “tersembunyi” dan tidak terlihat oleh pandangan mata manusia. Di Mat. 13:31-32 Tuhan Yesus menyampaikan realitas Kerajaan Sorga seperti “biji sesawi”. Sebenarnya terjemahan LAI tersebut kurang tepat. Istilah “kokkooi sinapeos” sebaiknya diterjemahkan dengan “mustard seed” (biji moster). Orang-orang Yahudi pada zaman itu beranggapan bahwa biji moster adalah biji yang terkecil. Namun ketika biji moster tersebut tumbuh menjadi tanaman, maka biji moster akan menjadi tanaman yang cukup besar dan tempat bernaung buru-burung. Jadi sangat kontras keadaan biji moster yang semula begitu kecil dengan bentuk pertumbuhannya yang tidak terduga. Demikian pula halnya dengan karya keselamatan Allah di tengah-tengah kehidupan umatNya. Karya Allah tersebut kelihatannya serba kecil dan tidak berarti, tetapi ketika tumbuh atau hadir dalam kehidupan umat maka hal yang tidak mungkin (“impossible”) menjadi suatu kemungkinan (“possible”). Untuk menguatkan maksudNya, Tuhan Yesus juga mengumpamakan pola kerja Kerajaan Allah seperti ragi. Pola kerja ragi dalam suatu adonan roti tidak dapat terlihat oleh mata inderawi manusiawi. Tetapi walaupun ragi itu serba kecil dan tidak kelihatan oleh mata, namun yang kecil itu ternyata memiliki pengaruh yang sangat besar sehingga dapat mengkhamirkan seluruh adonan roti. Demikian pula kuasa anugerah dan keselamatan Allah di tengah-tengah kehidupan umatNya. Walaupun secara manusiawi tidaklah mungkin, tetapi benih iman yang telah dianugerahkan Allah tersebut akan memampukan manusia untuk melakukan kehendak dan rencanaNya. Yang mana Allah juga akan bekerja dalam segala sesuatu untuk memproses, menumbuhkan, memurnikan dan mentransformasikan umat percaya. Itu sebabnya di Rom. 8:28 rasul Paulus berkata: “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah”. Amin (EM).