Batu Penjuru
1 Petrus 2: 4-8
1 Petrus 2: 4-8
Kita mengetahui bahwa bangunan kota Petra di Yordania bukan hanya dibangun di atas pondasi batu, tetapi juga dinding dan atapnya terbuat dari batu-batu yang kokoh. Juga bangunan biara gereja Orthodoks Meteora di Yunani, dindingdinding dan atapnya terbuat dari batu. Demikian pula struktur dan bahan bangunan candi Borobudur. Seluruh dinding dan atap candi Borobudur terbuat dari batu. Karena semua bahan terbuat dari batu dan didirikan di atas batu maka semua bangunan tersebut mampu bertahan selama berabad-abad dan tidak pernah roboh oleh gempa dan badai. Demikian pula kehidupan spiritualitas jemaat. Manakala spiritualitas dan iman mereka kokoh dan kuat seperti batu, maka kehidupan mereka dapat menjadi struktur dari bangunan rohani yang tidak pernah punah atau hancur walau mereka harus melewati berbagai terpaan dan pukulan yang terjadi dalam kehidupan ini. Bagi umat Kristiani, hadirat Ilahi tidak terpaku pada satu tempat tertentu atau bangunan tertentu namun dalam diri umat manusia.
Pertama-tama, Kristus, yang di bagian Alkitab yang lain digambarkan sebagai Bait Allah yang sejati, tempat untuk bertemu dengan Allah (lihat Yoh. 2:21), di sini dilihat lebih sebagai “batu penjuru” dari Bait Allah tersebut. Para murid-Nya adalah batu-batu kehidupan yang terbangun disekeliling-Nya hingga membentuk rumah Allah. Pada saat yang sama mereka diperbandingkan dengan para imam yang melayani di Bait yang baru ini. Dengan kata lain, melalui kehidupan komunitas Kristiani yang setia kepada pendirinya maka dunia akan menemukan jati diri Allah yang sejati dan masuk kedalam hubungan yang akrab dengan-Nya. Itulah sebabnya mengapa penting sekali bagi umat Kristiani untuk hidup sedemikian rupa agar mereka dapat mengungkapkan citra yang sebenarnya dari Allah yang tidak kasat mata. Mereka melakukannya melalui tindakan saling mengasihi dan bersikap terbuka bagi semua orang tanpa kecuali.
Hidup Kristus adalah hidup yang berguna bagi manusia yaitu pola hidup yang ditujukan bukan untuk kepentingan diri sendiri melainkan untuk kepentingan orang lain. Untuk itu Kristus memilih dan memanggil kita menjadi batu-batu yang hidup yaitu hidup tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain. Dan inilah persembahan kita yang sesungguhnya sebagai persembahan yang hidup.
Saudara, hidup di dunia ini adalah hidup yang terbatas, terbatas waktu. “Masa hidup kami tujuh puluh tahun” (Mazmur 90:10). Apa yang bisa kita perbuat dalam waktu yang terbatas tersebut? Sederhananya adalah berbuat sesuatu kepada orang lain. Kita mungkin hanya orang kecil, orang biasa, orang yang tidak punya kuasa atau pangkat/ jabatan, tetapi Tuhan menginginkan kita menjadi batu-batu yang hidup bagi orang lain, bagi tetangga kita dan bagi masyarakat sekitar. Renungan kita, apakah kita mau dan siap dipakai oleh Allah sebagai tangan-Nya, kini dan disini? Berbuat sesuatu yang kecil dan yang berguna bagi orang lain sudah merupakan hidup yang berguna dan itulah batu yang hidup. Amin.
Pertama-tama, Kristus, yang di bagian Alkitab yang lain digambarkan sebagai Bait Allah yang sejati, tempat untuk bertemu dengan Allah (lihat Yoh. 2:21), di sini dilihat lebih sebagai “batu penjuru” dari Bait Allah tersebut. Para murid-Nya adalah batu-batu kehidupan yang terbangun disekeliling-Nya hingga membentuk rumah Allah. Pada saat yang sama mereka diperbandingkan dengan para imam yang melayani di Bait yang baru ini. Dengan kata lain, melalui kehidupan komunitas Kristiani yang setia kepada pendirinya maka dunia akan menemukan jati diri Allah yang sejati dan masuk kedalam hubungan yang akrab dengan-Nya. Itulah sebabnya mengapa penting sekali bagi umat Kristiani untuk hidup sedemikian rupa agar mereka dapat mengungkapkan citra yang sebenarnya dari Allah yang tidak kasat mata. Mereka melakukannya melalui tindakan saling mengasihi dan bersikap terbuka bagi semua orang tanpa kecuali.
Hidup Kristus adalah hidup yang berguna bagi manusia yaitu pola hidup yang ditujukan bukan untuk kepentingan diri sendiri melainkan untuk kepentingan orang lain. Untuk itu Kristus memilih dan memanggil kita menjadi batu-batu yang hidup yaitu hidup tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain. Dan inilah persembahan kita yang sesungguhnya sebagai persembahan yang hidup.
Saudara, hidup di dunia ini adalah hidup yang terbatas, terbatas waktu. “Masa hidup kami tujuh puluh tahun” (Mazmur 90:10). Apa yang bisa kita perbuat dalam waktu yang terbatas tersebut? Sederhananya adalah berbuat sesuatu kepada orang lain. Kita mungkin hanya orang kecil, orang biasa, orang yang tidak punya kuasa atau pangkat/ jabatan, tetapi Tuhan menginginkan kita menjadi batu-batu yang hidup bagi orang lain, bagi tetangga kita dan bagi masyarakat sekitar. Renungan kita, apakah kita mau dan siap dipakai oleh Allah sebagai tangan-Nya, kini dan disini? Berbuat sesuatu yang kecil dan yang berguna bagi orang lain sudah merupakan hidup yang berguna dan itulah batu yang hidup. Amin.