Rabu, 06 Oktober 2010

Renungan Hari Kamis, tgl. 7 Oktober 2010

Kekudusan Pernikahan
1 Tessalonika 4 : 4 – 5
Supaya kamu masing-masing mengambil seorang perempuan menjadi isterimu sendiri dan hidup di dalam pengudusan dan penghormatan, bukan di dalam keinginan hawa nafsu, seperti yang dibuat oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah
Nas ini merupakan teguran keras buat anggota jemaat yang terlibat percabulan. rupanya ada di antara anggota jemaat di Korintus yang melakukan percabulan. Memang orang mendengar, bahwa ada percabulan di antara kamu, dan percabulan yang begitu rupa, seperti yang tidak terdapat sekalipun di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, yaitu bahwa ada orang yang hidup dengan istri ayahnya, (1 Korintus 5:1-2). Dengan dasar inilah Paulus menegur keras akan jemaat di Korintus, bahkan ia mengatakan bahwa perbuatan mereka melebihi orang duniawi atau orang yang tidak mengenal Allah.
Alkitab berkata: Dan beberapa orang di antara kamu demikianlah dahulu. Tetapi kamu telah memberi dirimu disucikan, kamu telah dikuduskan, kamu telah dibenarkan dalam nama Tuhan Yesus Kristus dan dalam Roh Allah kita (1 Korintus 6:11). Paulus mengingatkan mereka bahwa dahulu ada di antara mereka yang terlibat dengan dosa seks, baik itu dalam bentuk percabulan maupun perzinahan, tetapi sekarang mereka telah mempercayai Kristus. Dengan demikian mereka telah memperoleh penyucian, pengudusan, dan pembenaran. Tenses ketiga kata kerja ini berbentuk aorist, pasif, indicatif, yang berarti pengudusan, penyucian, dan pembenaran telah terjadi pada saat mereka percaya Yesus tetapi tetap berlaku hingga kini, di mana hal itu patut dipeliharanya. Mengapa bentuk pasif? karena yang berkarya untuk mempertahankan kesucian, kekudusan, dan kebenaran adalah Roh Allah kita. Peran kita adalah taat kepada Firman-Nya.
Kata suci atau murni (hognos -- Yunani) berarti bebas dari noda-noda hawa nafsu. Hal itu berarti menghindarkan diri dari semua tindakan dan pikiran yang cenderung pada keinginan yang tidak sesuai dengan kemurnian dari janji pernikahan. Penekanannya adalah pada menolak dan menghindari semua tindakan-tindakan seks dan kesukaan-kesukaan yang akan menodai kesucian seseorang dihadapan Allah. Termasuk mengendalikan tubuh sendiri dalam "pengudusan dan penghormatan." "Supaya kamu masing-masing mengambil seorang perempuan menjadi istrimu sendiri dan hidup di dalam pengudusan dan penghormatan, bukan di dalam keinginan hawa nafsu, seperti yang dibuat oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah" (1 Tesalonika 4:4-5; bandingkan 1 Korintus 7:2, 9; Roma 1:26). Perintah ini berlaku bagi keduaduanya baik yang hidup sendiri maupun yang sudah menikah.
Dalam pernikahan, di mana seks secara bebas dinikmati dan diekploitasi masih memungkingkan seseorang dari bagian keluarga tersebut berkeinginan melakukan seks dengan orang lain atau secara umum disebut selingkuh yang akhirnya berkembang dengan istilah WIL atau PIL. Mengapa? Moralitas yang benar adalah mempertahankan standar-standar yang benar pada saat tak seorangpun tahu kecuali Tuhan akan apa yang kita lakukan.
Dalam 1 Tesalonika 4:3-5 dikatakan Karena inilah kehendak Allah: Pengudusanmu, yaitu supaya kamu menjauhi percabulan, supaya kamu masing-masing mengambil seorang perempuan menjadi istrimu sendiri dan hidup di dalam pengudusan dan penghormatan, bukan di dalam keinginan hawa nafsu, (ayat 3-4). Apabila seseorang mengambil istri lebih dari satu maka hal itu bukan lagi kehendak Allah melainkan keinginan hawa nafsu. Hal itu biasa bagi mereka yang tidak mengenal Allah, sedangkan bagi mereka yang telah mengenal Allah atau yang telah menjadi percaya, hal itu merupakan perbuatan cabul.

Jamita Epistel Minggu XXIII D.Trinitatis – 3 Nopember 2024

Manghaholongi Tuhan Debata Dohot Dongan Jolma  Mengasihi Tuhan Allah Dan Sesama Manusia  5 Musa 6: 1 – 9 / Ulangan.   a)        Huri...