Persamaan Hak Laki-laki Dan Perempuan
1 Korintus 11 : 11 – 12
Namun demikian, dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa perempuan. Sebab sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari Allah.
Perjanjian Baru menulis bahwa pria adalah pemimpin di rumah tangga dan gereja. Wanita tidak dirancang Allah untuk memerintah lembaga-lembaga ini. Nabi Yesaya memperingatkan Israel ketika ia berkata bahwa wanita memerintah atas mereka (Yesaya 3:12). Menurut Alkitab, di gereja, tidak ada wanita yang boleh menjadi gembala atau diaken atau posisi kepemimpinan lain di atas pria. Siapa yang mengatakan ini? Allah.
“Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh. Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri. Karena Adam yang pertama dijadikan, kemudian barulah Hawa. Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa.” (I Tim 2:11-14)
“Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan juga oleh hukum Taurat. Jika mereka ingin mengetahui sesuatu, baiklah mereka menanyakannya kepada suaminya di rumah. Sebab tidak sopan bagi perempuan untuk berbicara dalam pertemuan Jemaat. Atau adakah firman Allah mulai dari kamu? Atau hanya kepada kamu sajakah firman itu telah datang? Jika seorang menganggap dirinya nabi atau orang yang mendapat karunia rohani, ia harus sadar, bahwa apa yang kukatakan kepadamu adalah perintah Tuhan” (I Kor 14:34-37)
Bagaimana mungkin wanita boleh menjadi gembala jika ia dilarang untuk mengajar atau memiliki otoritas atas pria? Wanita boleh menjadi gembala hanya jika mereka secara terang-terangan menentang pengajaran Alkitab. Tuhan Yesus sendiri tidak pernah mentahbiskan rasul wanita. Semua rasul Yesus adalah pria. Standar untuk gembala diterapkan dengan ketat pada pria. Hanya pria yang dapat menjadi “suami dari satu istri” dan “memerintah rumah tangganya dengan baik” (I Tim 3:2,4. Titus 1:6).
pengajaran kristen yang tradisional mengenai kepemimpinan pria dan penundukan (subordinasi) wanita mengahadapi tantangan terbesar semenjak kekristenan muncul 2000 tahun yg lalu. A. Duane Litfin mengungkapkan pandangannya tentang arti revolusi ini sebagai berikut:
Fase atau era gerakan pejuang hak-hak wanita yang muncul baru-baru ini, yg munculnya biasnaya dinggap sama dengan karya Betty Friedan berjudul The Feminine Mystique pada tahun 1964, merupakan gelombang pasang yang terjadi sekarang. Gerakan ini telah melampaui batas kekuasaan kaum pria yg sudah ada selama lebih dari 2 abad. Namun, gelombang yg terjadi sekarang itu lebih luas dan lebih kuat pengaruhnya daripada pelopornya yang mana saja. Dan gelombang itu tampaknya menjadi bagian dari kecenderungan diseluruh dunia yg mungkin kini tak dapat ditawar-tawar lagi.
Pandangan Egalitarian membuktikan bahwa tak ada alasan yg Alkitabiah bagi kaum wanita untuk tidak sama-sama mengambil bagian dalam tugas kepemimpinan di gereja, atau tidak berperan serta dalam suatu hubungan pernikahan yang didasarkan atas prinsip saling menundukkan diri dan saling mengasihi. Penekanan pandangan Egalitarian adalah saling menundukkan diri—bukan penundukan diri dari satu pihak kepada pihak yang lain, melainkan masing-masing pihak menundukkan diri satu sama lain—baik dalam gereja maupun dalam rumah tangga.
Sebaliknya, pandangan tradisional tentang hubungan peranan pria-wanita tetap berpendapat bahwa ada alasan yang kuat, memaksakan, dan Alkitabiah untuk menguatkan kekepalaan/kepemimpinan pria dan penundukan kaum wanita di dalam gereja maupun dalam rumah tangga. Meskipun pandangan ini mengakui penundukan diri satu sama lain sebagai suatu prinsip yg Alkitabiah, namun penundukan diri satu sama lain tidak mengesampingkan tatanan tentang otoritas dan penundukan diri yg terdapat di bagian-bagian lainnya. Tidak sama dengan pandangan egalitarian, pandangan tradisional tidak membuat berlawanan bagian-bagian yg membicarakan mengenai persamaan hak maupun penundukan kaum wanita.