Selasa, 12 Oktober 2010

Renungan Epistel Minggu XX Setelah Trinitatis, 17 Oktober 2010

Hidup Mewariskan Teladan
1 Raja-raja 2 : 1 – 4
I.                    Pendahuluan
Kitab 1 dan 2 Raja-Raja ditulis untuk memberikan kepada orang Ibrani dalam pembuangan di Babel suatu penafsiran yang bersifat nubuat tentang sejarah mereka supaya dapat memahami mengapa bangsa itu terpecah pada tahun 930 SM, mengapa kerajaan Israel di utara jatuh pada tahun 722 SM, dan mengapa kerajaan Daud dan Yerusalem jatuh pada tahun 586 SM. Penulis menekankan bahwa perpecahan kerajaan serta keruntuhan Israel dan Yehuda adalah akibat langsung yang tidak dapat dielakkan dari penyembahan berhala dan ketidakbenaran para raja dan bangsa itu secara keseluruhan; mengingat itu penulis mengevaluasi keberhasilan atau kegagalan setiap raja sesuai dengan kesetiaan atau ketidaksetiaannya terhadap Allah dan perjanjian. Apa pun juga keberhasilan politik atau ekonomi yang telah dicapai seorang raja, ia dinyatakan gagal apabila ia tidak mendukung perjanjian itu. Pemahaman yang bersifat nubuat ini disajikan agar semua orang buangan untuk selamanya akan meninggalkan penyembahan berhala, berbalik kepada Allah, dan menaati perintah-perintah-Nya hingga angkatan-angkatan selanjutnya.
II.             Penjelasan
Setiap orang tua akan meninggalkan warisan kepada anak-anaknya. Mungkin simpanan di bank, tanah, perusahaan, rumah dsb. Banyak orang tua berpikir kalau dia sudah meninggal dunia dan banyak meninggalkan warisan kepada anak-anaknya maka anak-anaknya akan bahagia dan terjamin masa depannya. Konsep seperti ini memang tidak salah tetapi tidak selalu berhasil dan tidak semuanya menjadi  kenyataan, mengapa? Sebab warisan dari dunia ini tidak akan membuat manusia hidup kekal, karena semua itu bersifat fana. Dalam konteks renungan ini, kita belajar dari Daud dalam memberikan warisannya kepada anaknya. Daud sebelum meninggal, dia memberikan warisan yang sangat berharga sekali dalam hidupnya dan anaknya. Daud memberikan yang terbaik dengan
memberikan nasihat-nasihat yang begitu berharga bagi putranya. Sehingga kita melihat hasil dari nasihat itu adalah Salomo menjadi seorang yang berhasil baik dalam kehidupannya dan kepemimpinannya dalam meneruskan pemerintahan Raja Daud.
                    Yang perlu kita lihat dari pemberian warisan oleh Raja Daud adalah bukan harta kekayaan yang dia miliki atau kedudukan yang dia dapat, tetapi "Lakukanlah kewajibanmu dengan setia terhadap Tuhan, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya, dan dengan tetap mengikuti segala ketetapan, perintah, peraturan dan ketentuan-Nya, seperti yang tertulis dalam hukum Musa, supaya engkau beruntung dalam segala yang kau lakukan dan dalam segala yang kau tuju, dan supaya Tuhan menepati janji yang diucapkan-Nya tentang aku, yaitu: Jika anak-anakmu laki-laki tetap hidup dihadapan-Ku dengan segenap jiwa, maka keturunanmu takkan terputus dari takhta kerajaan Israel." (I Raj. 2:3-4).
                    Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan Yesus kita perlu meninggalkan warisan yang sangat berharga kepada anak-anak, saudara-saudara, teman-teman kita yaitu "Warisan Dalam Firman Tuhan" karena itulah yang akan menyelamatkan anak cucu kita untuk hidup berkemenangan dalam Tuhan. Memang sebagai orang tua pasti ingin meninggalkan warisan yang banyak (harta), tetapi yang terpenting adalah meninggalkan firman Allah buat mereka. Karena Alkitab berkata,"Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran" (2 Tim. 3:16). Apakah kita sudah memberikan warisan yang berharga kepada anak-anak kita? Marilah kita meneladani Raja Daud yang memberikan warisan yang terbaik bagi anaknya.

III.                Renungan
Hidup manusia bermakna bukan bila dia mencapai usia lanjut atau menjadi populer, tetapi bila hidupnya berkualitas. Ingatlah bahwa hal-hal yang dianggap bernilai di dunia ini bisa saja tidak bernilai dalam kekekalan. Dalam pandangan Allah, kualitas hidup terutama diukur oleh kesetiaan kita terhadap perintah Tuhan.
Walaupun memiliki kelemahan dan beberapa kali jatuh dalam dosa, Daud tetap setia kepada Allah seumur hidupnya. Setiap kali jatuh ke dalam dosa dan mendapat teguran atau hukuman Tuhan, Daud semakin mendekatkan diri kepada Allah dan tidak mencari ilah lain. Daud bisa menjadi teladan bagi kita, bukan karena dia sempurna, melainkan karena dia setia kepada Allah.
Kesetiaan kepada Allah diukur oleh ketaatan yang terus-menerus dan tanpa syarat terhadap perintah-Nya. Ketaatan kepada Allah merupakan ketaatan jangka panjang. Kita harus taat dalam segala kondisi, bukan hanya untuk hal-hal yang menyenangkan saja. Kegagalan tak boleh membuat kita mundur, karena hubungan dengan Allah bisa dipulihkan bila kita mau datang kepada-Nya. Sebaliknya, keberhasilan untuk taat tak boleh membuat kita sombong, karena kita masih harus menghadapi berbagai tantangan lain.



Jamita Epistel Minggu XXIII D.Trinitatis – 3 Nopember 2024

Manghaholongi Tuhan Debata Dohot Dongan Jolma  Mengasihi Tuhan Allah Dan Sesama Manusia  5 Musa 6: 1 – 9 / Ulangan.   a)        Huri...