Selasa, 08 Desember 2009

BAHAN SERMON MINGGU ADVENT III, 13 DESEMBER 2009

Tiketnya IMAN
LUKAS 13 : 23-30

1. Pendahuluan
Kitab Injil Lukas menceritakan Yesus sebagai Raja Penyelamat yang dijanjikan Tuhan untuk Israel dan untuk seluruh umat manusia. Dalam bukunya ini Lukas menulis bahwa Yesus telah diberi tugas oleh Roh Kudus untuk menyiarkan Kabar Baik dari Tuhan kepada kaum miskin.
Injil ini penuh dengan perhatian terhadap orang-orang dengan berbagai-bagai kebutuhan. Nampak pula suatu nada sukacita dalam buku Lukas ini, terutama pada pasal-pasal pertama mengenai kedatangan Yesus, kemudian pada bagian penutupnya juga mengenai terangkatnya Yesus naik ke surga. Kisah tentang tumbuhnya dan tersebarnya agama Kristen setelah Yesus naik ke sorga diceritakan juga oleh penulis kitab ini di dalam Kisah Para Rasul.
Bagian 2 dan 6 (lihat Isi buku di bawah ini) berisi banyak unsur cerita yang hanya terdapat dalam buku Injil ini. Misalnya, cerita tentang nyanyian para malaikat serta kunjungan para gembala pada saat kelahiran Yesus, Yesus di Rumah Tuhan ketika masih anak-anak, dan juga perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati dan Anak yang hilang. Buku ini sangat menekankan juga hal doa, Roh Kudus, peran wanita dalam pelayanan Yesus dan pengampunan dosa oleh Tuhan.
2. Penjelasan
a) Pada masa kehidupan Yesus, para rabi dan ahli-ahli kitab Yahudi dengan semangat memperbincangkan jumlah orang terpilih. Kebanyakan dari mereka berpandangan cukup pesimistis, sehingga suka bicara tentang sedikit. Pada umumnya orang Yahudi yakin benar bahwa mereka pasti akan selamat, sebab mereka anak-anak Abraham (3:8). Jawaban Yesus ditujukan oleh Yesus bukan bagi si penanya melainkan kepada semua orang di sekelilingNya. Namun, Yesus sesungguhnya tidak memberi jawaban langsung. Ia malah tidak mau menjawab, sebab pertanyaan yang diajukan kepada-Nya sangat teoritis dan jawaban atasnya tidak penting bagi praktik hidup dehari-hari. Daripada berspekulasi atau menebak-nebak seperti para rabi yang amat bernafsu mengetahui misteri ilahi, Yesus mulai bicara tentang suatu hal yang harus diwujudkan. Apa yang harus dilakukan, selalu penting untuk diketahui! Tetapi, yang lebih penting ialah mewujud-nyatakan apa yang sudah diketahui! Hanya dengan berbuat saja, manusia dapat masuk ke dalam kelompok orang pilihan Allah. Perlunya disiplin dalam mengikuti jalan menuju keselamatan (1 Kor.9:25; Kol. 1 :29; 4: 12; I Tim.4:10; 6:12; 2 Tim.4:7). Dalam ayat ini ada dua sabda Yesus tentang dua macam jalan dan dua macam pintu. Satu jalan luas, yang lain sempit. Satu pintu lebar, yang lain sesal. Kebanyakan orang suka menempuh jalan luas, sehingga akhirnya sampai ke pintu yang lebar. Gambaran yang disajikan dalam Injil Matius berkaitan dengan perilaku moral. Orang yang moralnya baik (memperhatikan Taurat) ialah orang yang menempuh jalan sempit. Kontras tajam antara dua macam jalan dari Injil Matius itu sama sekali tidak muncul dalam teks Lukas ini. Lukas memang yakin bahwa moral yang baik tidak dengan sendirinya menjamin manusia masuk kedalam Kerajaan Allah. Menurut dia, hanya ada satu jalan menuju keselamatan dan jalan itu berakhir dengan pintu sempit. Kesempatan pintu itu menjadi penghalang bagi masuknya banyak orang. Namun sebentar lagi akan dinyatakan bahwa sempitnya pintu bukan penghalang yang utama. Yang terpenting ialah, apakah pintu itu masih terbuka atau sudah tertutup. Jadi Lukas mengisi teks ini dengan sebuah peringatan eskatologis: waktu manusia di dunia ini sangat terbatas; pada saat tertentu, waktu itu akan berakhir. Kata pintu dalam teks ini mengacu kepada pintu rumah/Istana. Semasa kehidupan Yesus, kebahagiaan kekal dibayangkan sebagai wilayah misterius dan dibandingkan dengan sebuah ruangan pesta. Ungkapan pintu sempit mengingat “lubang jarum” yang disebut dalam Mat.19:24; Mrk.10:25; dan Luk.18:25. Baik dalam ucapan tentang lubang jarum maupun dalam ucapan tentang pintu sempit, muncul gagasan betapa pentingnya usaha untuk melewatinya.

b) Pintu sempit melambangkan kesulitan untuk masuk ke dalam “wilayah” keselamatan. Namun, dalam ayat ini, pintu itu terutama berfungsi sebagai lambang pengucilan. Bika pintu sudah ditutup, tidaklah penting lagi jumlah orang yang diselamatkan, melainkan siapa akhirnya yang diselamatkan. Tuan rumah ialah Yesus, sebab dalam lanjutan ayat ini disapa kurios, Tu (h) an. IA berperan sebagai “Penjaga pintu” dan sekaligus sebagai “hakim”. Ungkapan bangkit dan menutup mengacu kepada tindakan Yesus sebagai hakim. Jadi ada yang didalam dan ada di luar; ada yang diselamatkan dan ada yang disingkirkan. Mereka yang tertinggal di luar, datang terlambat. Mereka itu orang-orang Yahudi yang tidak menerima Kristus, tidak memanfaatkan kesempatan untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah/ruangan pesta. Mereka akan mengetuk pintu dan mendesak tuan rumah supaya ia membuka pintu. Tetapi usaha mereka sia-sia saja. Sebab tak seorangpun yang mengenal mereka sehingga mendapat penolakan.
c) Bila seseorang sudah makan dan minum bersama dengan orang lain, maka ia sudah menjalin tali persahabatan dengannya (2 Sam. 11:13). Ternyata mereka yang tertinggal di luar, mulai mengemukakan alasan-alasan, supaya tuan rumah mau membuka pintu bagi mereka. Mereka berkeyakinan bahwa permohonan mereka sungguh beralasan. Sebab mereka sudah pernah intim dengan TUAN itu. Mereka sewarga negara dengan Yesus. Mereka menggunakan bahasa Ibrani yang suci, sama seperti Yesus. Sama seperti Dia, merekapun mendaraskan Credo bangsa Israel, yaitu Syema, pagi dan malam hari. Maka, mereka kaget bahwa tiba-tiba tidak diakui oleh Yesus sebagai sahabat-sahabat-Nya. Yang dimaksudkan Lukas disini adalah mereka yang sebangsa dengan Yesus yaitu orang-orang Yahudi. Tetapi, justeru karena itu mereka akan dihakimi dengan keras. Percuma mereka tampak akrab dengan Yesus. Percuma mereka pernah mendengarkan pemberitaan-Nya. Untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah tidak cukuplah semuanya itu. Ajaran Yesus harus diterima dengan segenap hati, diserap, lalu dipraktikkan. Apa yang menjadi pola kehidupan Yesus, seharusnya menjadi pola kehidupan setiap pendengarNya. Inilah “karcis” satu-satunya untuk memasuki ruangan perjamuan kekal. Didepan pintu ruangan pesta akan terdengar ratap dan kertak gigi. Begitulah biasanya orang Yahudi menggambarkan suasana duka mendalam dan frustasi tak berkesudahan. Kertak gigi menggambarkan amarah bangsa Yahudi. Mereka amat yakin bahwa selaku anak-anak Abraham mereka pasti akan menikmati keselamatan! Orang kafir tidak mungkin selamat. Namun, kenyataannya sama sekali berbeda dengan dugaan mereka. Dalam eskatologi Yahudi lazimlah pendapat bahwa orang-orang di dalam baka akan dapat saling melihat (16:23). Kemungkinan ini justru akan memperparah duka orang-orang yang dikucilkan dari Kerajaan Allah. Sebab mereka dapat melihat betapa bahagianya para moyang mereka serta para kudus lainnya. nAma para bapak bangsa (Abraham, Ishak, Yakub) disebut dengan sengaja. Pertama-tama karena merekala awakil-wakil Israel sejati. Kedua, karena Allah tetap mewujudkan rencanaNya, sekalipun bangsa keturunan Abraham menolak tawaran Allah terakhir dalam diri Yesus. Kerajaan Allah ialah perwujudan dan penggenapan janji-janji yang diberikan Allah kepada para bapak bangsa dan para nabi (Ul. 1:8; 6:10; 9:5,27; 1 Raja.18:36; 2 Raja.13:23;Kis.3:13; 7:32).
d) Kata dari utara dan selatan menggambarkan universalisme keselamatan dan kerajaan Allah. Yesus sendiri yakin bahwa keselamatan tersedia bagi orang-orang bukan Yahudi pula, dan keyakinan itu ditimbanya dari PL yang bicara tentang orang-orang kafir yang suatu ketika akan berbondong-bondong berziarah ke Yerusalem. Ternyata identitas etnis ataupun pergaulan tidak menjamin “karcis” untuk boleh ikut perjamuan Mesias. Perjamuan itu diadakan Allah sendiri, dan Ia tidak boleh ditanya, mengapa Ia memilih orang ini dan menolak orang itu. Ternyata situasi akhir mereka orang Yahudi akan terbalik dengan dugaan mereka. Mereka yang paling dulu mengenal Allah dan beribadah kepadaNya. Memang “keselamatan datang dari bangsa Yahudi” (Yoh.4:22). Karena itulah Israel diistimewakan, sampai-sampai Putra Allah sendiri masuk secara fisik ke dalam bangsa itu. Bangsa itu mendengarkan Yesus berbicara. Namun tidak menjamin seluruh Israel akan diselamatkan. Bangsa-bangsa kafir yang sering kali diremehkan oleh Israel justru akan menggantikan kedudukan mereka. Bangsa Yahudi termasuk orang-orang pertama, sedangkan orang-orang kafir adalah terakhir. Kelak orang-orang kafir akan diselamatkan sebelum bangsa Yahudi. Ajaran yang sama dapat kita lihat dalam tulisan Paulus (baca; Kis. 13:46-48; 25:25-28). Namun pepatah ini jangan diartikan secara harafiah dan diterapkan pada semua individu. Seolah-olah semua “yang pertama” pasti akan menjadi “terakhir”. Namun setiap orang yang layak bertemu dengan para bapak bangsa dan para nabi, yaitu orang yang telah bertobat, pasti duduk dalam Kerajaan Allah. Asalmulanya ketegangan terjadi antara orang Kristen asal Yahudi dan yang bukan Yahudi . Mereka memang sama-sama Kristen, namun kekristenan sendiri, terlebih asal-usul Yahudi bukanlah suatu jaminan keselamatan bagi siapa-pun! Jika seseorang pernah makan bersama Kristus sekalipun, ia belum tentu akan diselamatkan.

3. Renungan
Kita mungkin lebih sering menganggap remeh terhadap orang lain, kita mungkin sangat kurang memperhatikan kepentingan orang lain,atau sekalipun kehidupannya. Mungkin saja karena kita memandang seseorang itu dengan sebelah mata, sehingga kita tidak perduli padanya. Namun suatu ketika kita mengalami persoalan yang sulit, dan kita mengadu pada orang yang kita anggap rendah tadi, membuat mata kita semakin terbuka akan kenyataan yang ada bahwa: kita tidak boleh memandang rendah orang lain. Pandangan seperti itu sering terjadi kita kita berda pada zona ekslusivisme (lebi berharga dari orang lain) sehingga kita memandang hanya fokus pada diri sendiri; merupakan suatu ungkapan yang menunjukkan bahwa kita sendirilahyang dapat, dan yang mampu, bahkan yang dipilih untuk layak menerima sesuatu baik itu hadiah, ataupun penghargaan. Nyatanya kita tidak mau bercermin akan kelakuan, kelicikan, kebusukan didalam hati kita yang tidak kita sadari sebelumnya. Orang Kristen sering berpikiran demikian, yang menganggap bila sudah menjadi orang Kristen atau sudah terpilih merasa tentu sudah otomatis menjadi anak-anak Allah yang ditebus oleh Yesus Kristus dan berpikiran bahwa: tidak mungkin lagi mati dalam kesia-siaan tapi akan memasuki Kerajaan Allah yang kekal. Hal itu ternyata adalah salah BESAR, Yang jelas adalah :
 Bila setiap orang Kristen yang percaya akan kuasa penebusan Yesus Kristus tetap berpegang teguh pada imannya yang menyala. Iman bagaikan api yang menyala menerangi mata rohaninya memandang kebesaran Tuhan. Selagi masih ada hari, waktu, dan kesempatan dengan selagi adanya kekuatan, kesehatan bahkan nafas kita; marilah mempergunakannya dengan sebaik-baiknya. Sebab hidup ini hanya sekali saja, perbuatlah yang terbaik menurut jalan dan cara Tuhan. Biarlah kita mau diarahkan pada tujuan-tujuan kekal itu.Sehingga tujuan kehidupan kita berhasil guna bagi kehidupan di sekitar kita sebagai terang yang diinginkan Tuhan. (Ef.5:6 Kol. 4 : 5)
 Bila setiap orang percaya menuruti dan melakukan segala perintah Allah dalam hidupnya. Orang Kristen diajak untuk berbuat untuk sekelumit makna yang berfaedah buat orang-orang disekitarnya. Jadi tidak cukup hanya mendengar,melihat, dan sebagai saksi saja. Tapi juga yang melakukan firman Tuhan itu dengan kasih Kristus. (Yak.1:21-25;) Bila setiap orang percaya menggantungkan hidupnya bukan pada pandangan sejengkal dunia namun menggantungkan harapannya pada pandangan Kristus, yang mengarahkan hidup kita pada tujuan-tujuan kekal. Sehingga kesempatan yang ada selalu dipergunakan untuk tujuan baik (Yak.2:22-23)
 Bila pada masa penantian orang percaya pada kedatangan Kristus tetap siap sedia. Tetap nyalakan pelita hatimu. Hal ini mengingatkan kita akan cerita Yesus tentang 5 gadis-gadis yang bodoh dan 5 gadis-gadis yang bijaksana. 5 gadis-gadis bijaksana menyediakan minyak untuk lampunya, bila sang pengantin tiba mereka dapat turut serta dalam perjamuan pesta. Namun lain halnya dengan ke 5 gadis-gadis yang bodoh tidak mempersiapkan minyaknya untuk persediaan pelitanya. Pada waktu pengantin datang mereka tidak dapat masuk ke perjamuan pesta tersebut sebab mereka sudah terlambat, dna pintu telah tertutup bagi mereka. Menyiapkan hati dan pikiran serta seluruh hidup kita adalah perlu untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang dinyatakan Allah ditengah dunia ini. Penantian akan Kristus juga bukan persiapan akan diri sendiri saja namun bagaimana kita mampu untuk mengajak orang-orang lain untuk bersiap-sedia menyambut kedatanganNya didalam kehidupannya pribadi-lepasa pribadi. Menjelang Advent ini kiranya kita tetap menyiapkan diri kita dengan melakukan perintahNya dengan kuasa Kristus didalam hidup kita. Iman percaya kitalah yang menjadi “Karcis” ; ataupun “tiket” masuk kedalam Kerajaan Allah. Menyongsong kedatangan Kristus di Advent ke III ini mengingatkan kita akan alat kita dengan Password IMAN untuk memasuki KerajaanNya yang kekal. Amin (EM)



Jamita Epistel Minggu XXIII D.Trinitatis – 3 Nopember 2024

Manghaholongi Tuhan Debata Dohot Dongan Jolma  Mengasihi Tuhan Allah Dan Sesama Manusia  5 Musa 6: 1 – 9 / Ulangan.   a)        Huri...