Kematian Yesus Jadi Teladan
Lukas 23: 26 – 32
Lukas 23: 26 – 32
Kematian Yesus 2000 tahun yang lalu bukan hanya untuk menebus dosa orang yang hidup pada jaman itu saja, tetapi darahNya yang tercurah 2000 tahun yang lalu masih mampu dan Dia sanggup menyelamatkan kita. Percayalah pada Yesus, sebab hanya melalui Dialah kita dapat diselamatkan. Dan bagi kita yang sudah percaya pada Yesus, janganlah kita menjual kematian Yesus dengan hal-hal yang bersifat duniawi; terlalu mahal harga sebuah nyawa itu, Sobat! Sediakanlah waktu bagi Tuhan untuk bersaksi tentang pengorbananNya ini kepada teman-temanmu yang belum mengenal Yesus secara pribadi. Jika Tuhan yang menciptakan langit dan bumi ini selalu menyediakan waktuNya untuk mengawasi teman-teman sekalian,kenapa teman-teman tidak membalas kebaikanNya dengan menjadi saksi bagiNya untuk mewartakan renungan ini kepada orang-orang yang masih menanti uluran tangan kita ?
Mengapa kita takut menghadapi kesusahan hidup jika Dia sendiri telah memberikan teladanNya? Di lain pihak, tak dapat disangkal, bahwa kita sering merasa senang dan tertawa melihat kesusahan orang lain. Selama kesusahan itu bukan menimpa kita atau orang-orang yang kita kenal, kita tidak merasa ikatan apa-apa. Kita tidak hanya tidak peduli pada kesusahan dan kesulitan orang lain tetapi sering malah menertawainya. Kita menikmati kesusahan orang lain tanpa mau memberi bantuan maupun menghibur mereka. “Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!” Seru Yesus kepada orang-orang yang menangisiNya. Wanita-wanita yang mengenalNya dengan baik. Sementara itu orang banyak hanya berseru-seru dengan suara gaduh: “Salibkan Dia. Salibkan Dia” Dimana pun posisi kita, bukan kita sendiri yang menghadapi penderitaanNya. Maka kita hanya dapat bersedih. Atau mendakwa. Atau sekedar menjadi penonton saja. Apakah itu yang diinginkanNya kepada kita?
"Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!” (Luk23:28), demikian sikap dan sabdaNya kepada para perempuan yang menangisi penderitaan Yesus, Guru dan Tuhan mereka, yang harus memikul salib berat. Di dalam penderitaan dan berberan berat Ia justru menghibur orang lain yang menangisiNya, itulah yang terjadi. Mungkin kita juga sering memikul beban berat, entah itu tugas, sapaan/kritikan/ejekan dst.., marilah kita belajar dan meneladan Yesus: tidak mengeluh atau menggerutu melainkan tetap tabah dan gembira sehingga dapat menghibur siapapun yang melihat atau bersama dengan kita. Percayalah bahwa dalam ketabahan dan kegembiraan beban berat apapun dapat kita pikul dan ringan adanya. “Belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan” (Mat11:29), demikian sabdaNya kepada kita semua agar kita belajar meneladani Yesus didalam kehidupan kita; rela berkorban danmampu dipakai sebagai alatNya untuk melakukan pekerjaan baik buat berkat bagi setiap orang. (EM).
Mengapa kita takut menghadapi kesusahan hidup jika Dia sendiri telah memberikan teladanNya? Di lain pihak, tak dapat disangkal, bahwa kita sering merasa senang dan tertawa melihat kesusahan orang lain. Selama kesusahan itu bukan menimpa kita atau orang-orang yang kita kenal, kita tidak merasa ikatan apa-apa. Kita tidak hanya tidak peduli pada kesusahan dan kesulitan orang lain tetapi sering malah menertawainya. Kita menikmati kesusahan orang lain tanpa mau memberi bantuan maupun menghibur mereka. “Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!” Seru Yesus kepada orang-orang yang menangisiNya. Wanita-wanita yang mengenalNya dengan baik. Sementara itu orang banyak hanya berseru-seru dengan suara gaduh: “Salibkan Dia. Salibkan Dia” Dimana pun posisi kita, bukan kita sendiri yang menghadapi penderitaanNya. Maka kita hanya dapat bersedih. Atau mendakwa. Atau sekedar menjadi penonton saja. Apakah itu yang diinginkanNya kepada kita?
"Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!” (Luk23:28), demikian sikap dan sabdaNya kepada para perempuan yang menangisi penderitaan Yesus, Guru dan Tuhan mereka, yang harus memikul salib berat. Di dalam penderitaan dan berberan berat Ia justru menghibur orang lain yang menangisiNya, itulah yang terjadi. Mungkin kita juga sering memikul beban berat, entah itu tugas, sapaan/kritikan/ejekan dst.., marilah kita belajar dan meneladan Yesus: tidak mengeluh atau menggerutu melainkan tetap tabah dan gembira sehingga dapat menghibur siapapun yang melihat atau bersama dengan kita. Percayalah bahwa dalam ketabahan dan kegembiraan beban berat apapun dapat kita pikul dan ringan adanya. “Belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan” (Mat11:29), demikian sabdaNya kepada kita semua agar kita belajar meneladani Yesus didalam kehidupan kita; rela berkorban danmampu dipakai sebagai alatNya untuk melakukan pekerjaan baik buat berkat bagi setiap orang. (EM).