Senin, 19 April 2010

Renungan Hari Sabtu, 10 April 2010

Allah Gunung Batuku
Mazmur 73: 26

Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.
Mazmur 73 menceritakan kekecewaan Asaf terhadap Tuhan. Ia kecewa karena usahanya untuk mempertahankan hati yang bersih dan membasuh tangannya tanda tidak bersalah ternyata tidak memberikan hasil yang diinginkannya. Ia justru mendapat tulah sepanjang hari dan kena hukum setiap pagi. Asaf pun menjadi cemburu terhadap orang fasik yang walaupun tidak mengenal Allah tetapi sehat, gemuk, kaya raya, tiada susah dan senang selamanya. Dari sini terlihat jelas bahwa apa yang diinginkan Asaf dari usahanya mempertahankan hati yang bersih dan membasuh tangan tanda tidak bersalah adalah kenikmatan duniawi –sehat, gemuk, kaya raya, tiada susah dan senang selamanya. Hal ini sangat mengejutkan terutama ketika kita tahu siapakah Asaf itu. Asaf bukanlah orang yang baru mengenal Tuhan. Ia adalah orang Lewi yang diangkat oleh raja Daud menjadi kepala pelayan di hadapan tabut Tuhan untuk menyanyikan pujian syukur dan memasyurkan nama Allah Israel (1 Taw 16:4-5). Istilah kontemporernya worship leader!

Asaf pun mulai goyah imannya. Ia tidak bisa mencerna apa yang sedang terjadi sampai ia masuk ke dalam tempat kudus Allah dan melihat dari perspektif Allah. Ternyata Allah justru mengaruniakan penderitaan kepadanya sebagai sarana ilahi untuk membawa Asaf masuk ke dalam perjumpaan yang sangat intim denganNya. Allah menggunakan penderitaan untuk mengganggu, melukai dan membunuh narcisme Asaf. Hasilnya Asaf dapat berkata “Siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.” Allah pun berbuat demikian kepada kita. Lewat kenyataan hidup yang keras dan mengerikan, Allah ingin mematikan keegoisan kita dan mengajak kita untuk mengalamiNya secara nyata dan bukan hanya sekedar pengetahuan saja. Dalam penderitaan, kita akan lebih mudah mengenali alasan kita beribadah kepada Tuhan.
Dengan selalu tinggal di hadirat Tuhan, kita akan sadar bahwa di luar sana semua kesia-siaan. Ingatlah bahwa kebahagiaan orang fasik semu. Memang dengan kemampuan sendiri kita tidak bisa menghibur diri. Kita perlu Roh Kudus untuk menuntun kita sampai kita bisa melihat segala sesuatu dengan kaca mata Tuhan. Nah ketika cara pandang kita berubah, kita akan bisa menjadi pribadi yang bahagia dan bersyukur. Makin kita masuk ke hadirat Tuhan, makin kita hidup dalam pimpinan Roh, makin dunia tidak lagi menjadi fokus kita (Engkau mengangkat aku ke dalam kemuliaan). Ijinkan Allah memproses kita untuk membawa kita ke tingkat kerohanian yang selanjutnya. Maka, dalam kondisi emosi seperti apapun, jangan Anda merasa terdakwa, tetapi apapun suasana hati Anda tetap datang kepada Tuhan, tetap setia membaca Firman dan berdoa. Jujurlah dengan keadaan kita tetapi jangan bersembunyi seperti Adam setelah berbuat dosa, karena bukan kebaikan yang melayakkan kita datang ke hadirat-Nya tetapi melalui darah Anak Domba.

Jamita Epistel Minggu EXAUDI (Sai tangihon ma soarangku, Ale jahowa- Pslm.27:7)– 12 Mei 2024

Hatuaon ni Halak Partigor     (Kebahagiaan Orang Benar) Mateus 13 : 10  – 17   1)       Hamuna nahinaholongan dibagasan Kristus Jesu...