Selasa, 06 April 2010

RENUNGAN EPISTEL MINGGU QUASIMODOGENITI, 11 APRIL 2010

ALLAH PEMILIK ALAM SEMESTA
(Kita Patut Tetap Bersyukur)
MAZMUR 8 : 2 - 7
Perhatikan Mazmur 8:3 dan bandingkan dengan Matius 21:16, Yesus memakai ayat ini untuk 'membungkam' musuhNya ketika di bait Allah, dan sebutan "Anak Daud" adalah gelar khas Sang Mesias. Kemudian, pertanyaan-pertanyaan dari Mazmur 8 ini (ayat 5-6) memang dikutip dalam Ibrani 2:5-9 untuk melukiskan penghinaan dan peninggian Kristus dalam inkarnasi-Nya sebagai manusia. Namun syair dalam Mazmur 8 ini juga secara tersendiri/'terbatas' bisa diterapkan juga kepada manusia biasa yang sedang memuji Allah didepan takhtaNya, karena Mazmur 8 ini memang sebuah nyanyian. Perlu dicatat bahwa Perjanjian Baru mengukuhkan Mazmur ini dan juga menafsirkannya dengan menunjuk kepada Kristus. Penulis Ibrani ini mungkin mengutip dari Septuaginta (LXX) dimana kata Ibrani ELOHIM disini diterjemahkan dengan ”aggelous” (malaikat-malaikat), bandingkan dengan terjemahan KJV. Lalu mendasarkan dalihnya pada tafsiran lengkap dan harfiah dari Mazmur 8 ayat 7b. Pernyataan "segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya”, ini merupakan nubuat tentang Yesus Kristus (Allah yang kenosis menjadi manusia). Dengan cara yang sama Rasul Paulus juga merujuk ayat 7b ini tentang Kristus :
1 Korintus 15:27 Sebab segala sesuatu telah ditaklukkan-Nya di bawah kaki-Nya. Tetapi kalau dikatakan, bahwa "segala sesuatu telah ditaklukkan", maka teranglah, bahwa Ia sendiri yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawah kaki Kristus itu tidak termasuk di dalamnya. Didalam Yesus Kristus nampaklah sepenuhnya pemerintahan yang dikehendaki Allah untuk manusia itu. Dalam Kristus semua yang diselamatkan akhirnya akan menerima bagian dari kuasa tersebut.

Mazmur pujian ini menfokuskan diri pada kemuliaan nama Yahweh (ayat 2, 10). Kemuliaan Yahweh nyata lewat karya-karya ciptaan-Nya yang begitu ajaib. Di dalam Perjanjian Lama, nama menyatakan karakter. Melalui nas ini pemazmur hendak menegaskan bahwa Yahweh bukan hanya Allah Israel, tetapi Pencipta dan Pemilik seisi dunia dan bangsa-bangsa di dalamnya. Kemuliaan Yahweh semakin nyata justru lewat karya-Nya yang mulia, yaitu manusia (ayat 5). Apa kemuliaan manusia? Manusia diciptakan sebagai gambar Allah (ayat 6a, "hampir sama seperti Allah"; band. Kej. 1:26). Manusia satu-satunya makhluk ciptaan di dunia ini yang dapat berkomunikasi dengan Allah sebagai satu pribadi kepada Sang Pribadi sempurna. Manusia dikaruniai potensi Ilahi untuk mengembangkan diri agar hidupnya dapat dipakai oleh Allah. Lebih daripada itu, manusia dilengkapi dengan otoritas Ilahi untuk mengelola dunia ini atas nama Allah (dimahkotai dengan kemuliaan dan hormat; 6b). Itu sebabnya, segenap makhluk ciptaan lain di alam semesta ini tunduk pada penguasaan manusia (ayat 7-9).
Bagaimana kita memuliakan Allah? Pertama, lewat ibadah dan penyembahan, baik pribadi maupun bersama umat Tuhan. Nyatakan hormat dan sembah Anda lewat puji-pujian yang agung dan megah. Kedua, lewat menghargai sesama manusia sebagai gambar Allah, termasuk menghargai segala potensi Ilahi yang ada di dalam diri manusia tersebut. Dengan mengembangkan hidup ini menjadi berkat untuk sesama, kita sedang menyaksikan kemuliaan Allah lewat kemuliaan ciptaan-Nya. Ketiga, dengan berperan sebagai jurukunci yang baik bagi semua ciptaan Allah. Tugas kita adalah mengelola alam ini supaya menjadi wadah yang asri dan harmonis, seperti Taman Eden dulu. Mari bangkit dan bangun kembali lingkungan kita dengan memelihara kebersihannya, keseimbangan ekosistemnya, dan mengisinya dengan perilaku hidup yang mulia. Kita terlalu kecil untuk dapat dipandang layak diperhatikan Allah.
Akan tetapi, oleh anugerah-Nya, justru Allah menjadikan kita puncak dan pemimpin ciptaan. Fakta ini seharusnya menghadirkan perasaan takjub dan syukur kepada-Nya. Sayangnya, kadang kala kita lupa akan hal tersebut. Kadang kita merasa bahwa kita layak untuk diberkati Allah, mungkin karena merasa sudah aktif melayani, memberi banyak persembahan, bekerja keras dalam hidup, dan sebagainya. Akibatnya, kita jadi merasa tidak perlu lagi bersyukur. Hari ini kita diingatkan bahwa kita semua terlalu kecil bagi Allah, tetapi anugerah-Nya sangatlah besar bagi kita. Karena itu, kita harus selalu bersyukur pada-Nya .
Dalam sebuah pidato sambutan yang ditujukan kepada para wisudawan di Miami University, seorang kolumnis bernama George Will menunjukkan statistik yang membuat kita merasa tidak berarti. Ia menunjukkan bahwa matahari yang dikitari Bumi adalah salah satu dari kemungkinan 400 miliar bintang di galaksi Bima Sakti, yang merupakan galaksi kecil jika dibandingkan dengan galaksi lainnya. Ia menambahkan, Kemungkinan terdapat 40 miliar galaksi di alam semesta yang masih belum terungkap. Jika semua bintang di alam semesta hanya sebesar kepala peniti, maka semua bintang itu baru bisa ditampung di suatu tempat yang ukurannya 3 miliar kali lebih besar dari ukuran stadion football Orange Bowl di Miami.
Ada sisi positif dari semua data yang sedemikian hebat itu. Allah, yang menciptakan dan menopang alam semesta yang dipenuhi bintang dan luasnya tak bisa dipahami itu, mengasihi kita. Dan, Dia tidak hanya mengasihi umat manusia sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari miliaran orang. Namun, Dia mengasihi kita secara pribadi. Apa yang dikatakan Rasul Paulus mengenai dirinya juga berlaku bagi kita masing-masing dalam keadaan kita yang tidak berarti apa-apa: Kristus mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku (Galatia 2:20). Secara astronomi, kita ini tidak penting. Akan tetapi, kita ini adalah objek kesayangan dari kepedulian Allah. Meskipun kita tidak memiliki alasan untuk berbangga, kita bersyukur kepada Allah karena cinta-Nya secara pribadi kepada kita dinyatakan melalui salib Kalvari. Kita tidak memiliki apapun untuk dibanggakan namun kita sangat dikasihi Allah. Amen.



Jamita Evangelium Minggu EXAUDI (Sai tangihon ma soarangku, Ale jahowa- Pslm.27:7)– 12 Mei 2024

Hatuaon ni Halak Partigor     (Kebahagiaan Orang Benar) Psalmen 1 : 1  – 6   1)       Ia turpukta on ima patujolo ni sude psalmen (1...