Rabu, 10 Februari 2010

Renungan Minggu SEXAGESIMA 60 ARI ANDORANG SO HAHEHEON, 7 Pebruari 2010

Ingin Menjadi Terbesar
Markus 10: 35 – 45

Yakobus dan Yohanes mengasihi Yesus. Kadang-kadang, mereka terlalu berlebihan. Pernah Yesus ditolak di suatu desa. Seketika itu juga, anak-anak Zebedeus merasa sangat tersinggung. Mereka mengutip bacaan dari Kitab Suci dan bertanya kepada Yesus apakah mereka perlu menurunkan api dari langit, "seperti yang dilakukan Elia" (Lukas 9:54-56). Ini bisa membantu kita memahami mengapa Yesus memberikan tempat khusus dalam hati-Nya untuk anak-anak Zebedeus. Mereka adalah anggota "lingkaran terdalam-Nya" dan merupakan dua dari tiga murid yang paling dekat dengan-Nya. Kapan saja Tuhan tidak ingin sendirian atau tidak ingin berada dalam kumpulan orang banyak, Ia akan mengajak kedua kakak beradik ini dan seorang rasul lainnya menemani-Nya (Markus 5:37-43; 9:2-13; Matius 26:37-46). Juga ada pengertian di antara para rasul bahwa Yohanes adalah "murid yang dikasihi Yesus" (Yohanes 13:21-25). Menghadapi murid yang demikian, Yesus tidak serta merta menyalahkan atau memandang rendah. Kalau kita perhatikan dialog Yesus dengan Yohanes dan Yakobus dalam ayat 35-40 terlihat bagaimana cara Yesus mengarahkan muridNya ini untuk tiba pada pemahaman yang benar. Yesus tidak mengtakan: bodoh kepada Yohanes dan Yakobus, tapi dengan sikap seorang guru Yesus mengatakan: “kamu tidak tahu apa yang kamu minta”.
Pada tahun 2003, Michael Weiskopf, wartawan majalah TIME, berangkat ke Irak. Bersama tentara Amerika Serikat, ia meliput suasana perang dari dalam tank baja. Tak dinyana, sebuah granat dilemparkan ke dalam tank itu dan meledak! Weiskopf pun kehilangan tangan kanannya. Ketika kembali pada keluarganya, ia merenung: “Mengapa aku mau diutus ke medan perang hingga cacat begini?” Akhirnya, ia menemukan jawabnya: ambisi. Weiskopf ingin menaikkan pamornya supaya dikenal sebagai jurnalis terhebat. Kini ia menyesal. Ambisi adalah keinginan membara untuk sukses atau mencapai sesuatu yang lebih. Tak salah bila manusia berambisi. Bahkan, untuk memajukan gereja dibutuhkan pemimpin yang berambisi. Masalahnya, ke mana ambisi itu diarahkan? Yakobus dan Yohanes punya ambisi egois yang terarah pada diri sendiri. Mereka meminta Yesus kelak menempatkan mereka di posisi tertinggi (ayat 37).
Menjadi yang terhebat. Pemegang kuasa. Mendengar permintaan itu, kesepuluh murid lain marah. Mengapa? Karena mereka pun mengincar kedudukan itu! Dari situ Yesus mengarahkan mereka agar memiliki ambisi yang terbaik: “meminum cawan yang harus Kuminum” (ayat 38). Ambisi untuk berkorban seperti Yesus. Menjadi hamba yang gigih melayani Tuhan dan sesama. Dalam pelayanan, tidak salah kita memiliki ambisi, tetapi mesti hati-hati, sebab ambisi itu bagaikan api. Bisa menghangatkan, tetapi bisa juga menghanguskan. Ambisi egois menghasilkan perseteruan, sebaliknya ambisi yang kudus mempersatukan. Sudah benarkah arah ambisi Anda? Adakah Anda mencari hal-hal yang besar bagi Tuhan, atau bagi diri sendiri?
Jadi, ketika Yesus mengajarkan kita menjadi pelayan, hal itu tidak tergantung dari hasil yang didapatkan. Bagi Yesus, menjadi pelayan bagi orang lain sudah merupakan sebuah kebesaran jiwa dan watak. Kalau itu membuat orang lain bisa dipimpin dengan sukarela, maka tentu itu sesuatu yang baik. Namun, seandainya orang lain menolak dan menertawakan sikap melayani kita, kebesaran melayani itu tidak menjadi hilang. Menjadi pelayan itu sendiri adalah sebuah kebesaran. Diikuti atau tidak diikuti bukanlah ukuran dari sebuah kebesaran.


Jamita Evangelium Minggu Advent II – 8 Desember 2024

Pauli  Hamu Dalan Di Jahowa       (Persiapkan Jalan Untuk Tuhan) Jesaya 40 :1 - 5   1)      Huria nahinaholongan dibagasan Jesus Kri...