Menjaga Hati
Amsal 4: 23 - 25
Amsal 4: 23 - 25
"Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan. Buanglah mulut serong dari padamu dan jauhkanlah bibir yang dolak-dalik dari padamu. Biarlah matamu memandang terus ke depan dan tatapan matamu tetap ke muka."
Kata serong dalam kamus bahasa Indonesia juga bisa dikatakan tidak jujur (menyimpang dari garis). Dalam amsal ini mengajak kita untuk berkata jujur dalam setiap perkataan kita dengan membuang mulut serong dan menjauhkan bibir yang dolak dalik (tidak teguh pada pendiriannya). Bagaimana kita bisa menjaga hati dengan membuang mulut serong dan menjauhkan bibir yang dolak dalik? Seperti dikatakan Tuhan dalam Matius 12:34, “Hai kamu keturunan ular beludak, bagaimanakah kamu dapat mengucapkan hal-hal yang baik, sedangkan kamu sendiri jahat?” Apabila penipuan keluar dari mulut kita, maka kita mempunyai hati yang menipu. Kalau hal-hal jahat keluar dari mulut kita, maka kita mempunyai hati yang jahat. Inilah sebabnya Paulus menulis dalam Efesus 4:29: “Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.”
Namun seringkali kita diperhadapkan oleh situasi yang membuat kita memilih untuk berkata jujur atau tidak. Standard apa yang akan kita pilih akan menentukan siapakah kita. Jika standard kita adalah firman Allah maka sudah selayaknya kita memilih untuk berkata jujur dalam setiap perkataan kita seperti yang tertulis dalam Yakobus 5:12 “Tetapi yang terutama, saudara-saudara, janganlah kamu bersumpah demi sorga maupun demi bumi atau demi sesuatu yang lain. Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak, supaya kamu jangan kena hukuman.” Bagaimana engkau menggolongkan kata-kata yang keluar dari mulutmu?
Apakah kata-kata itu mengimpartasikan kemurahan, iman, dan membangun orang yang mendengarnya, atau membuat mereka ragu, menyebabkan perpecahan, dan menimbulkan gairah pada hal-hal duniawi? Apakah kata-kata kita menabur dan menyiram benih yang akan menghasilkan semak, belukar, atau tanaman yang kelihatannya bagus tapi tidak menghasilkan buah?
Ada nasihat yang mengatakan "follow your heart" bagi mereka yang sedang kebingungan menentukan sikap dan arah kehidupan. Nasihat tersebut tidak berlaku bila di dalam hati orang itu tidak lebih dulu diisi dengan hikmat Allah. Karena hati manusia tanpa hikmat Allah adalah sumber dari kehendak dan kemauan yang dikuasai dosa dan egoisme. Nasihat itu tidak sepenuhnya benar. Yang benar adalah kita mengikuti kata Amsal "jagalah hatimu". Menjaga hati tidak sama dengan melindungi hati agar tidak terluka. Menjaga hati di sini adalah tidak membiarkan hati bergerak bebas mengikuti kemauan dosa dan egoisme manusia. Hati kita perlu didisiplin! Banyak orang mendisiplinkan mata, mulut, nafsunya, tetapi tidak mendisiplinkan hatinya. Bila hati didisiplin maka semua arena dengan mudah didisiplin. Dunia menghargai isi otak seseorang ketimbang isi hati seseorang. Dunia punya segudang hadiah untuk orang yang berotak cemerlang ketimbang berhati mulia. Namun Yesus memiliki cara pandang sendiri untuk hal ini, Ia berkata: "Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah" (Mat 5:7-8).
Kata serong dalam kamus bahasa Indonesia juga bisa dikatakan tidak jujur (menyimpang dari garis). Dalam amsal ini mengajak kita untuk berkata jujur dalam setiap perkataan kita dengan membuang mulut serong dan menjauhkan bibir yang dolak dalik (tidak teguh pada pendiriannya). Bagaimana kita bisa menjaga hati dengan membuang mulut serong dan menjauhkan bibir yang dolak dalik? Seperti dikatakan Tuhan dalam Matius 12:34, “Hai kamu keturunan ular beludak, bagaimanakah kamu dapat mengucapkan hal-hal yang baik, sedangkan kamu sendiri jahat?” Apabila penipuan keluar dari mulut kita, maka kita mempunyai hati yang menipu. Kalau hal-hal jahat keluar dari mulut kita, maka kita mempunyai hati yang jahat. Inilah sebabnya Paulus menulis dalam Efesus 4:29: “Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.”
Namun seringkali kita diperhadapkan oleh situasi yang membuat kita memilih untuk berkata jujur atau tidak. Standard apa yang akan kita pilih akan menentukan siapakah kita. Jika standard kita adalah firman Allah maka sudah selayaknya kita memilih untuk berkata jujur dalam setiap perkataan kita seperti yang tertulis dalam Yakobus 5:12 “Tetapi yang terutama, saudara-saudara, janganlah kamu bersumpah demi sorga maupun demi bumi atau demi sesuatu yang lain. Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak, supaya kamu jangan kena hukuman.” Bagaimana engkau menggolongkan kata-kata yang keluar dari mulutmu?
Apakah kata-kata itu mengimpartasikan kemurahan, iman, dan membangun orang yang mendengarnya, atau membuat mereka ragu, menyebabkan perpecahan, dan menimbulkan gairah pada hal-hal duniawi? Apakah kata-kata kita menabur dan menyiram benih yang akan menghasilkan semak, belukar, atau tanaman yang kelihatannya bagus tapi tidak menghasilkan buah?
Ada nasihat yang mengatakan "follow your heart" bagi mereka yang sedang kebingungan menentukan sikap dan arah kehidupan. Nasihat tersebut tidak berlaku bila di dalam hati orang itu tidak lebih dulu diisi dengan hikmat Allah. Karena hati manusia tanpa hikmat Allah adalah sumber dari kehendak dan kemauan yang dikuasai dosa dan egoisme. Nasihat itu tidak sepenuhnya benar. Yang benar adalah kita mengikuti kata Amsal "jagalah hatimu". Menjaga hati tidak sama dengan melindungi hati agar tidak terluka. Menjaga hati di sini adalah tidak membiarkan hati bergerak bebas mengikuti kemauan dosa dan egoisme manusia. Hati kita perlu didisiplin! Banyak orang mendisiplinkan mata, mulut, nafsunya, tetapi tidak mendisiplinkan hatinya. Bila hati didisiplin maka semua arena dengan mudah didisiplin. Dunia menghargai isi otak seseorang ketimbang isi hati seseorang. Dunia punya segudang hadiah untuk orang yang berotak cemerlang ketimbang berhati mulia. Namun Yesus memiliki cara pandang sendiri untuk hal ini, Ia berkata: "Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah" (Mat 5:7-8).