Rabu, 31 Maret 2010

Renungan Hari Sabtu, 27 Maret 2010

Kristus Didalam Diri Kita
Galatia 2: 20
Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku
Perjalanan menuju transformasi terbuka bagi seluruh umat kristiani, tanpa kecuali. Semuanya tergantung kepada keterbukaan dan penyerahan diri manusia yang mempunyai kehendak bebas. Karena sesunggunya, melalui pembaptisan semua orang menjadi tempat tinggal Allah. Itu berarti, semua orang dapat pula bersatu dengan Dia yang bersemayam di dalam hatinya. Dan kita semua juga diciptakan serupa dengan-Nya, menurut gambaran-Nya. Dengan demikian, kita dapat mengembangkan hidup rohani kita, dengan menjalani kehidupan yang sama dengan yang dijalani Kristus, sesuai dengan panggilan kita masing-masing, hingga akhirnya jiwa mencapai persatuan yang sempurnya dengan-Nya.
Paulus telah menginspirasikan tentang perubahan hidup total kepada kita. Karena itu mari kita lihat bersama apa rahasianya. Sebelum menjadi rasul, Saulus adalah seorang penganiaya jemaat dan tekun melaksanakan hukum Taurat, “tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat” (Flp. 3:6). Tetapi ia berubah menjadi Paulus, yang urusan sehari-harinya adalah memelihara semua jemaat (2Kor. 11:28) dan mengajarkan pada kita tentang Taurat yang sebenarnya adalah sunat hati (Rm. 2:29).
Yesus mengajak kita untuk mati bersama-nya, dan kemudian bangkit pula bersama-Nya. Kemuliaan Paskah terjadi sepanjang tahun, ditawarkan bagi semua jiwa yang mau mati bersama-Nya untuk bangkit kembali sebagai manusia baru. Demikianlah pada saat genap waktunya, bagaikan kupu-kupu jelita, jiwa menjadi indah memancarkan kemilau Sang Mempelai dalam persatuan cintakasih yang abadi dengan Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus. Paulus lewati beberapa pergumulan dengan menyerahkan diri pada Tuhan Yesus sehingga ia bisa berubah dari yang dulunya seorang penganiaya jemaat menjadi seorang yang memelihara jemaat. Dari yang dulunya seorang yang secara lahiriah melaksanakan hukum Taurat, menjadi seorang yang mengajarkan tentang sunat hati. Rahasia perubahan seseorang adalah Kristus yang hidup di dalam dirinya. Ternyata bukan hasil usaha Paulus semata-mata atau kekuatan niatnya yang membuat ia berubah. Ini semua karena Kristus yang berkarya di dalam hidupnya.
Hidup yang sementara ini adalah persiapan untuk hidup yang kekal, yang akan sampai selama-lamanya. Itu sebabnya, Paulus mengatakan bahwa mati jauh lebih baik, karena diam bersama-sama dengan Kristus di dalam kekekalan. Mati adalah gerbang untuk masuk ke dalam kesempurnaan, serupa dengan Kristus, diam dengan Kristus, menjadi raja sampai selama-lamanya, tidak berdosa lagi, tidak ada sakit-penyakit, dan bahkan bisa menikmati Allah Tritunggal dalam segala kelimpahan. Jadi, hidup sesudah mati pasti lebih menyenangkan dari hidup yang sekarang ini. Seharusnya orang-orang yang sungguh percaya kepada Kristus, sangat menanti-nantikan akan kematian dan hidup yang kekal. Mata kita seharusnya memandang kepada kekekalan. Bersukacita dengan segala hal yang dibukakan kepada kita dan mempersiapkannya dalam kesementaraan ini.
Apakah ini berarti bahwa kesementaraan ini menjadi tidak berharga dibandingkan dengan hidup kekal? YA! Tetapi, bukan berarti hidup yang sementara ini tidak perlu. Justru kita harus melihat hidup yang sementara ini sebagai kesempatan yang akan berlalu. Kalau kita melihat dengan cara pandang bahwa ini hanya sementara dan akan berlalu tetapi berdampak untuk kekekalan, maka kita akan memanfaatkan dan mempergunakannya sebagai mungkin demi untuk Kristus dan untuk mempersembahkan semuanya kepada Kristus.

Jamita Epistel Minggu XXIII D.Trinitatis – 3 Nopember 2024

Manghaholongi Tuhan Debata Dohot Dongan Jolma  Mengasihi Tuhan Allah Dan Sesama Manusia  5 Musa 6: 1 – 9 / Ulangan.   a)        Huri...