Kasih Setia Allah
Yeremia 31 : 3
Yeremia 31 : 3
"Dari jauh TUHAN menampakkan diri kepadanya: Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku kepadamu"
Ketika kejatuhan manusia di taman Firdaus, manusia kehilangan Kemuliaan Allah. Dan dengan segala daya upaya manusia berusaha untuk mencari dan bertemu dengan Allah, tetapi semuanya sia-sia, hanya satu yang diperlukan oleh manusia yaitu: Pemulihan kembali hubungan dengan Tuhan Allahnya.
Rasa bersalah dan kesadaran akan dosa membuat Adam dan Hawa menghindari Allah. Mereka takut dan tidak tenang di hadirat-Nya, sadar bahwa mereka berdosa dan tidak berkenan pada-Nya. Dalam keadaan ini mustahil bagi mereka untuk menghampiri Dia dengan penuh yakin. Di dalam keadaan berdosa, kita juga seperti Adam dan Hawa. Akan tetapi, Allah sudah menyediakan suatu jalan untuk membersihkan hati nurani kita yang bersalah, membebaskan kita dari dosa, dan memulihkan persekutuan dengan kita. Jalan itu ialah “Yesus Kristus”
Yang mungkin baik kita renungkan adalah bahwa “kasih setiaKu tidak akan hilang dari padanya”; kasih setia Tuhan terhadap diri kita yang lemah dan rapuh juga tidak pernah berhenti atau hilang, yang terjadi adalah kita sering melupakan kasih setia Tuhan tersebut. Jika kita mendambakan hidup bahagia dan damai sejahtera selamanya, hendaknya senantiasa menghayati kasih setia Tuhan yang dianugerahkan kepada kita melalui saudara-saudari atau sesama kita yang telah berbuat baik kepada kita, misalnya orangtua, kakak, sahabat, kenalan, rekan belajar atau bekerja, dst… Kita adalah pembohong besar jika tidak mengakui dan menghayati kasih setia Tuhan tersebut. Marilah dengan rendah hati kita ‘dengarkan’ kembali kasih setia Tuhan yang telah kita terima secara melimpah ruah tersebut, artinya kita ingat-ingat dan kenangkan segala kebaikan dan kasih Tuhan yang kita terima melalui saudara-saudari dan sesama kita. Pertama-tama dan terutama marilah kita kenangkan kasih setia Tuhan melalui orangtua kita masing-masing, khususnya ibu kita yang telah mengandung, melahirkan, menimang, menyusui…kita. Ingat lagu ini : “Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia”. Sampai kapanpun dan dimanapun kasih ibu kepada kita anak-anaknya tak akan berhenti.
Respons manusia atas perbuatan-perbuatan kasih setia tadi harus tampak dalam praktek hidup yang nyata. Manusia terlibat langsung dalam beragam bentuk perbuatan Tuhan tadi sebagai agenNya.
Melalui penebusan yang disediakan Allah di dalam Anak-Nya, kita dapat menghampir-Nya untuk menerima kasih, kemurahan, kasih karunia, dan pertolongan-Nya pada waktunya.
Dengan pengorbanan dan kematian Yesus Kristus mengubah dan membebaskan kita dari dosa. Karena Allah telah menetapkan kasihnya sebelum penciptaan dunia ini yaitu untuk membentuk dan memperbaiki hubungan dengan umatNya melalui korban Yesus Kristus yang telah menebus dosa kita di atas kayu salib. (Roma 3:24-26)
Ketika kejatuhan manusia di taman Firdaus, manusia kehilangan Kemuliaan Allah. Dan dengan segala daya upaya manusia berusaha untuk mencari dan bertemu dengan Allah, tetapi semuanya sia-sia, hanya satu yang diperlukan oleh manusia yaitu: Pemulihan kembali hubungan dengan Tuhan Allahnya.
Rasa bersalah dan kesadaran akan dosa membuat Adam dan Hawa menghindari Allah. Mereka takut dan tidak tenang di hadirat-Nya, sadar bahwa mereka berdosa dan tidak berkenan pada-Nya. Dalam keadaan ini mustahil bagi mereka untuk menghampiri Dia dengan penuh yakin. Di dalam keadaan berdosa, kita juga seperti Adam dan Hawa. Akan tetapi, Allah sudah menyediakan suatu jalan untuk membersihkan hati nurani kita yang bersalah, membebaskan kita dari dosa, dan memulihkan persekutuan dengan kita. Jalan itu ialah “Yesus Kristus”
Yang mungkin baik kita renungkan adalah bahwa “kasih setiaKu tidak akan hilang dari padanya”; kasih setia Tuhan terhadap diri kita yang lemah dan rapuh juga tidak pernah berhenti atau hilang, yang terjadi adalah kita sering melupakan kasih setia Tuhan tersebut. Jika kita mendambakan hidup bahagia dan damai sejahtera selamanya, hendaknya senantiasa menghayati kasih setia Tuhan yang dianugerahkan kepada kita melalui saudara-saudari atau sesama kita yang telah berbuat baik kepada kita, misalnya orangtua, kakak, sahabat, kenalan, rekan belajar atau bekerja, dst… Kita adalah pembohong besar jika tidak mengakui dan menghayati kasih setia Tuhan tersebut. Marilah dengan rendah hati kita ‘dengarkan’ kembali kasih setia Tuhan yang telah kita terima secara melimpah ruah tersebut, artinya kita ingat-ingat dan kenangkan segala kebaikan dan kasih Tuhan yang kita terima melalui saudara-saudari dan sesama kita. Pertama-tama dan terutama marilah kita kenangkan kasih setia Tuhan melalui orangtua kita masing-masing, khususnya ibu kita yang telah mengandung, melahirkan, menimang, menyusui…kita. Ingat lagu ini : “Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia”. Sampai kapanpun dan dimanapun kasih ibu kepada kita anak-anaknya tak akan berhenti.
Respons manusia atas perbuatan-perbuatan kasih setia tadi harus tampak dalam praktek hidup yang nyata. Manusia terlibat langsung dalam beragam bentuk perbuatan Tuhan tadi sebagai agenNya.
Melalui penebusan yang disediakan Allah di dalam Anak-Nya, kita dapat menghampir-Nya untuk menerima kasih, kemurahan, kasih karunia, dan pertolongan-Nya pada waktunya.
Dengan pengorbanan dan kematian Yesus Kristus mengubah dan membebaskan kita dari dosa. Karena Allah telah menetapkan kasihnya sebelum penciptaan dunia ini yaitu untuk membentuk dan memperbaiki hubungan dengan umatNya melalui korban Yesus Kristus yang telah menebus dosa kita di atas kayu salib. (Roma 3:24-26)