Ibadah Yang Benar
Yesaya 58: 4-12
Yesaya 58: 4-12
1. Pendahuluan
“Mendengarkan Tuhan lebih baik daripada korban sembelihan”, telah dikatakan Samuel kepada Saul (1 Sam.15:22). Manusia tidak dapat membujuk Allah untuk memihak kepadanya karena korban-korban yang dipersembahkannya; Tuhan menuntut keadilan dan kebenaran/perbuatan baik (Am.5:21-27; 5:4-6), kasih setia dan pengenalan akan Allah (Hos.6:6), berlaku adil dan kesetiaan (Mi.6:6-8), berbuat baik, keadilan, usaha menolong orang-orang yang tertindas/anak-anak yatim dan janda-janda (Yes.1:10-17), inilah yang Allah indahkan jauh melebihi korban. Ajaran nabi-nabi zaman kerajaan dikenakan di sini kepada segi terpenting dari kebaktian sejak tahun 587, yaitu kepada puasa. Sejak dahulukala orang-orang melakukan puasa untuk menguatkan permintaan doa mereka (Ump. Daud, demi keselamatan anaknya yang sakit, 2 Sam. 12:16); apabila hidup umat Israel terancam-apalagi karena kesalahan sendiri-orang-orang dipanggil untuk bersama-sama berpuasa mengaku salah dan memohon pertolongan Allah (ump.Hak.20:26-27; 1 Sam.7:6; Yer.36:9). Sesudah Yerusalem jatuh, maka hukuman Allah itu diperingati dengan berpuasa pada saat tertentu (sebagaimana dapat disimpulkan dari Zak.7:3-14 dan 8:19); karena bait suci sudah runtuh, maka tidak ada lagi tempat untuk menyembelih binatang korban dan mungkin juga tidak ada harta yang dapat disediakan bagi Tuhan; tetapi biarpun orang-orang tersebar dimana-mana tanpa bait suci, biarpun mereka miskin, merelaselalu dapat berpuasa untuk mengingat arti sejarah Allah dengan umat-Nya, dan untuk saling menguatkan satu sama lain di dalam iman kepadaNya. Dengan ini puasa menjadi upacara terpenting di antara umat Yahudi- dan orang-orang bertanya bagaimana caranya untuk “menyukseskan”, yakni bagaimana caranya mendatangkan berkat melalui puasa itu.
2. Penjelasan
a) Ayat 4. Sikap yang demikian itu kentara sekali di dalam hubungan mereka dengan sesamanya; mereka mau “sukses” di tempat tinggi (tempat kediaman Allah, 24:18; 33:5; bdn. 56:7), tetapi juga dibumi ini dan tidak malu menggunakan kesempatan pertemuan-puasa untuk memajukan urusannya- dengan mendesak orang yang berutang kepadanya atau dengan menyuruh buruh-buruhnya bekerja keras, selagi mereka beribadah. Bahkan pada hari-hari puasa, terjadi perbantahan berhubung dengan urusan tadi dan tindakan kekerasan. Kritik nabi ini tidak kurang jelasnya dan tajamnya daripada tuduhan nabi-nabi lama.
b) Ayat 5-7: pertanyaan para jemaat disahut dengan suatau pertanyaan pula: “Jika hari puasa adalah saat merendahkan diri di hadapan Allah, maka sudah cukuplah “menundukkan kepala seperti gelagah” (kiasa yang pedas ini menunjukkan, betapa bodoh anggapan tadi) dan memakai tanda-tanda lahiriah kesedihan (bnd. Yos.7:6; Est.4:3). Lain sekali perendahan yang berkenan kepada Tuhan: yakni pembebasan sesama manusia. Tuhan melepaskan umatNya dari Mesir dan dari Babel, agar setiap orang mendapat kemerdekaan (bnd. Ul.15:12-15; Yer.34:8-14). Empat kata kerja dipakai untuk tugas yang satu: emmbuka belenggu, melepaskan tali kuk serta mematahkannya dan terutama mmerdekakan orang seperti memerdekakan seorang budak yang diberi kemerdekaannya (bnd. Kel.21:2,5, 26-27; Ul.15:12,18 dan Yer.34:9-16). Siapa yang mau merendahkan dirinya di hadapan Allah, hendaklah memperhatikan kehinaan sesamanya sedemikian rupa, hingga ia berusaha membebaskan dia dan memperlakukan dia sebagai saudaranya; dengan umpamanya mengundang orang lapar makan, membawa ke rumah sendiri orang-orang miskin yang tak punya tempat tinggal (entah ia baru pulang dari pembuangan, entah ia pendatang dari desa-desa sekeliling), membagikan pakaian kepada yang tidak punya dan tidak menarik diri daripada sesama darah-daging atau saudara dalam arti sesama manusia. Dalam tiga dari empat contoh tadi, orang miskin diundang ke meja makan, ke rumah, dan ia diberikan kesempatan untuk mengemukakan persoalannya; disitu ai diberik perhatian dan pertolongan; ia tidak saja diberi derma sebagai fakir miskin, tetapiia diterima sebagai saudara didalam persekutuan orang-orang yang semuanya dimerdekakan Allah.
c) Ayat 8-9a. Di situ “Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan, telah melihat terang yang besar” (9:1). “Aku akan mendatangkan kesembuhan bagimu, Aku akan mengobati luka-lukamu” (Yer.30:17a; bdn.33:6). Luka akan pulih, yaitu daging baru akan tumbuh pada tempat yang luka tadi. “Tuhan akan berjalan di depanmu dan Allah Israel akan menjadi penutup barisanmu” (52:12b). Janji tentang keselamatan lama telah digenapi dans sekaligus telah diberikan arti yang baru: “Terangmu” terbit, “Tuhan akan menjadi terangmu” (Mi.7;8, bdn.60:12), “zeqadah” dalam arti keselamatan-kebenaran-keadilan menjadi baris depan, dan kemuliaan Tuhan baris belakang. Umat yang tadinya dibawa keluar dari Mesir dengan tiang api (Kel. 13:21-22) da diantar ke luar Babel ( 52:12b; bnd. 43:16-21) menjadi umat yang dibawa dari kegelapan masyarakat yang sakit ke terang masyarakat yang sejahtera. Perjalanan lama menjadi kiasan pembaruan di mana orang menanyakan kehendak-Nya, Ia menjawab; di mana orang berteriak minta tolong (bnd. Mzm. 22:25; 72:12), di situ Tuhan ada: “Ini aku”. Janji ini dan syarat-syaratnya masih dialamatkan kepada Israel seluruhnya, tetapi setiap warganya dilihat satu demi satu.
d) Ayat 9b-10a, syarat-syarat yang memungkinkan umat itu mendapat berkat, diulang sekali lagi: bila diangkat kuk yang lama, janganlah dipasang kuk yang baru, demikian umpamanya apabila dilepaskan seorang yang tadinya menjadi budak karena utang-utangnya, apa gunanya itu jika ia disuruh pergi menganggur tanpa rezeki? Di mana persekutuan, jikalau orang-orang tertentu atau golongan diejek da dikesampingkan ? Nabi menuntut, agar orang-orang yang beragama menunjukkan solidaritasnya dengan mereka yang berkekurangan dan yang terbelakang: apa yang mereka sendiri ingini, itulah yangharus mereka bagikan, agar hati orang lemah itu diberi kepuasan.
e) Ayat 10b-12, dimana syarat tadi dipenuhi, maka orang-orang keluar dari kegekapan dan hidup di dalam terang (bnd.59:9). Tuhan menuntun mereka (bnd.57:18 dan ay.8 di atas), biarpun mereka di tanah kering, mereka diberi kepuasan dengan berlimpah-Kiasan dari Yesaya II tentang perjalanan melalui tanah padang gurun (bnd.41:17-20; 43:19-20; 48:9-11), diubah menjadi kebun yang subur,mata air yang selalu berair (bnd.51:3 Yerusalem sebagai taman Tuhan). Apabila hubunga antar-manusia pulih dan persekutuan dengan Allah terwujud kembali, maka Yerusalem dapat dibangun kembali. Seperti tadi dalam ayat 6 pembebasan orang teraniaya disoroti dengan empat kata kerja, demikian juga disini: reruntuhan ( bdn. 5:17; 49:19; 51:3; 52:9 dst), kota yang berabad-abad lamanya didiami, menjadi rusak, lalu dibangun kembali; diatas dasar lama, baik Bait Allah, baik rumah orang, (bnd. 54:11; Est. 3: 12) didirikan gedung lagi: tembok kota yang sudah tembus, diperbaiki (bnd. 2 Raja. 12: 13 dan 22:6) dan jalan-jalan untuk membawa bahan bangunan dan membatasi pekarangan, di mana rumah-rumah dapat dibangun, dibetulkan lagi. Kota Yerusalem dapat hidup dan maju kembali.
3. Aplikasi
1) Apabila manusia beragama mengalami kesulitan, ia suka datang kepada Allah- dengan korban persembahan, puasa dan doa – dengan maksud memperoleh pertolongan ilahi. Secara sadar atau tidak, ia ingin berjasa kepada Allah, agar kepentingannya diperhatikan pula. Sebenarnya orang-orang yang berbuat demikian itu tidak merendahkan diri dihadapan Allah, untuk memuji Dia, melainkan supaya Allah mengangkat mereka. Agama disitu bukanlah jalan persekutuan dengan Tuhan dan sesamanya manusia, melainkan alat untuk memajukan kepentingan sendiri. Ibadah yang dmeikian itu tidak lain daripada bukti bahwa kita tidak percaya kepada Allah, tidak mengenal Dia dan tidak mengasihi Dia.
2) Apabila kita dalam kesusahan, maka haruslah kita membuka jalan bagi berkat yang kita harapkan: orang-orang di Yerusalem menginginkan suatu masyarakat yang mengalami damai sejahtera; akan tetapi, di mana sekelompok orang kaya yang rajin beragama berpuasa di tengah rakyat yang berkekurangan, di situ timbul ketegangan dan kemudnuruan. Jika orang membagikan apa yang ada padanya kepada mereka yang berkesusahan dan menolong orang-orang yang teraniaya menemukan pekerjaan dan upah yang lazim bagi orang merdeka, maka penyembuhan masyarakat akan mungkin. Harapan kita akan suatu masyarakat yang adil dan makmur haruslah terbukti, dalam usaha kita perorangan dan bersama-sama sebagai gereja, untuk memperjuangkan keadaan yang lebih adil bagi orang-orang yang teraniaya dan untuk menolong mereka yang berkekuranga.
3) Apakah nabi sebenarnya menyuruh kita, agar jangan lagi kita “berpuasa”, dan beribadah, melainkan agar kita pergi saja melakukan kehendak Allah di dalam masyarakat dan menemui Yesus di dalam anak cacat, di dalam sekelompok pemuda yang terlantar sekolah dan pekerjaannya, di dalam sejumlah petani kecil atau penganggur yang belum menyadari hak-hak dan daya kreatif yang ada pada mereka dan yang semua memerlukan pengabdian kita (bnd. Mat.25: 21-46)? Hanya didalam persekutuan dengan Tuhan, kita dikuatkan untuk bekerja-terus, kita diperbaharui untuk berusaha, tanpa mencari kuasa dan pengaruh sendiri. itu sebabnya kebaktian, di mana kita merendahkan diri dihadapan Allah-karena kesalahan dan kekurangan kita, di dalam kesadaran bahwa dalam Yesus Kristus, Tuhanlah yang merendahkan diri-Nya untuk membebaskan setiap manusia-di situ saja kita disanggupkan untuk menanti-nantikan berkat Allah dengan giat, sabar dan tekun. Ibadah yang benar ialah tempat dimana Allah membuka hati kita bagi baerkat yang Ia mau berikan kepada sesama kita dan menggerakkan kita menjadi pembantu-pembantu-Nya.
“Mendengarkan Tuhan lebih baik daripada korban sembelihan”, telah dikatakan Samuel kepada Saul (1 Sam.15:22). Manusia tidak dapat membujuk Allah untuk memihak kepadanya karena korban-korban yang dipersembahkannya; Tuhan menuntut keadilan dan kebenaran/perbuatan baik (Am.5:21-27; 5:4-6), kasih setia dan pengenalan akan Allah (Hos.6:6), berlaku adil dan kesetiaan (Mi.6:6-8), berbuat baik, keadilan, usaha menolong orang-orang yang tertindas/anak-anak yatim dan janda-janda (Yes.1:10-17), inilah yang Allah indahkan jauh melebihi korban. Ajaran nabi-nabi zaman kerajaan dikenakan di sini kepada segi terpenting dari kebaktian sejak tahun 587, yaitu kepada puasa. Sejak dahulukala orang-orang melakukan puasa untuk menguatkan permintaan doa mereka (Ump. Daud, demi keselamatan anaknya yang sakit, 2 Sam. 12:16); apabila hidup umat Israel terancam-apalagi karena kesalahan sendiri-orang-orang dipanggil untuk bersama-sama berpuasa mengaku salah dan memohon pertolongan Allah (ump.Hak.20:26-27; 1 Sam.7:6; Yer.36:9). Sesudah Yerusalem jatuh, maka hukuman Allah itu diperingati dengan berpuasa pada saat tertentu (sebagaimana dapat disimpulkan dari Zak.7:3-14 dan 8:19); karena bait suci sudah runtuh, maka tidak ada lagi tempat untuk menyembelih binatang korban dan mungkin juga tidak ada harta yang dapat disediakan bagi Tuhan; tetapi biarpun orang-orang tersebar dimana-mana tanpa bait suci, biarpun mereka miskin, merelaselalu dapat berpuasa untuk mengingat arti sejarah Allah dengan umat-Nya, dan untuk saling menguatkan satu sama lain di dalam iman kepadaNya. Dengan ini puasa menjadi upacara terpenting di antara umat Yahudi- dan orang-orang bertanya bagaimana caranya untuk “menyukseskan”, yakni bagaimana caranya mendatangkan berkat melalui puasa itu.
2. Penjelasan
a) Ayat 4. Sikap yang demikian itu kentara sekali di dalam hubungan mereka dengan sesamanya; mereka mau “sukses” di tempat tinggi (tempat kediaman Allah, 24:18; 33:5; bdn. 56:7), tetapi juga dibumi ini dan tidak malu menggunakan kesempatan pertemuan-puasa untuk memajukan urusannya- dengan mendesak orang yang berutang kepadanya atau dengan menyuruh buruh-buruhnya bekerja keras, selagi mereka beribadah. Bahkan pada hari-hari puasa, terjadi perbantahan berhubung dengan urusan tadi dan tindakan kekerasan. Kritik nabi ini tidak kurang jelasnya dan tajamnya daripada tuduhan nabi-nabi lama.
b) Ayat 5-7: pertanyaan para jemaat disahut dengan suatau pertanyaan pula: “Jika hari puasa adalah saat merendahkan diri di hadapan Allah, maka sudah cukuplah “menundukkan kepala seperti gelagah” (kiasa yang pedas ini menunjukkan, betapa bodoh anggapan tadi) dan memakai tanda-tanda lahiriah kesedihan (bnd. Yos.7:6; Est.4:3). Lain sekali perendahan yang berkenan kepada Tuhan: yakni pembebasan sesama manusia. Tuhan melepaskan umatNya dari Mesir dan dari Babel, agar setiap orang mendapat kemerdekaan (bnd. Ul.15:12-15; Yer.34:8-14). Empat kata kerja dipakai untuk tugas yang satu: emmbuka belenggu, melepaskan tali kuk serta mematahkannya dan terutama mmerdekakan orang seperti memerdekakan seorang budak yang diberi kemerdekaannya (bnd. Kel.21:2,5, 26-27; Ul.15:12,18 dan Yer.34:9-16). Siapa yang mau merendahkan dirinya di hadapan Allah, hendaklah memperhatikan kehinaan sesamanya sedemikian rupa, hingga ia berusaha membebaskan dia dan memperlakukan dia sebagai saudaranya; dengan umpamanya mengundang orang lapar makan, membawa ke rumah sendiri orang-orang miskin yang tak punya tempat tinggal (entah ia baru pulang dari pembuangan, entah ia pendatang dari desa-desa sekeliling), membagikan pakaian kepada yang tidak punya dan tidak menarik diri daripada sesama darah-daging atau saudara dalam arti sesama manusia. Dalam tiga dari empat contoh tadi, orang miskin diundang ke meja makan, ke rumah, dan ia diberikan kesempatan untuk mengemukakan persoalannya; disitu ai diberik perhatian dan pertolongan; ia tidak saja diberi derma sebagai fakir miskin, tetapiia diterima sebagai saudara didalam persekutuan orang-orang yang semuanya dimerdekakan Allah.
c) Ayat 8-9a. Di situ “Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan, telah melihat terang yang besar” (9:1). “Aku akan mendatangkan kesembuhan bagimu, Aku akan mengobati luka-lukamu” (Yer.30:17a; bdn.33:6). Luka akan pulih, yaitu daging baru akan tumbuh pada tempat yang luka tadi. “Tuhan akan berjalan di depanmu dan Allah Israel akan menjadi penutup barisanmu” (52:12b). Janji tentang keselamatan lama telah digenapi dans sekaligus telah diberikan arti yang baru: “Terangmu” terbit, “Tuhan akan menjadi terangmu” (Mi.7;8, bdn.60:12), “zeqadah” dalam arti keselamatan-kebenaran-keadilan menjadi baris depan, dan kemuliaan Tuhan baris belakang. Umat yang tadinya dibawa keluar dari Mesir dengan tiang api (Kel. 13:21-22) da diantar ke luar Babel ( 52:12b; bnd. 43:16-21) menjadi umat yang dibawa dari kegelapan masyarakat yang sakit ke terang masyarakat yang sejahtera. Perjalanan lama menjadi kiasan pembaruan di mana orang menanyakan kehendak-Nya, Ia menjawab; di mana orang berteriak minta tolong (bnd. Mzm. 22:25; 72:12), di situ Tuhan ada: “Ini aku”. Janji ini dan syarat-syaratnya masih dialamatkan kepada Israel seluruhnya, tetapi setiap warganya dilihat satu demi satu.
d) Ayat 9b-10a, syarat-syarat yang memungkinkan umat itu mendapat berkat, diulang sekali lagi: bila diangkat kuk yang lama, janganlah dipasang kuk yang baru, demikian umpamanya apabila dilepaskan seorang yang tadinya menjadi budak karena utang-utangnya, apa gunanya itu jika ia disuruh pergi menganggur tanpa rezeki? Di mana persekutuan, jikalau orang-orang tertentu atau golongan diejek da dikesampingkan ? Nabi menuntut, agar orang-orang yang beragama menunjukkan solidaritasnya dengan mereka yang berkekurangan dan yang terbelakang: apa yang mereka sendiri ingini, itulah yangharus mereka bagikan, agar hati orang lemah itu diberi kepuasan.
e) Ayat 10b-12, dimana syarat tadi dipenuhi, maka orang-orang keluar dari kegekapan dan hidup di dalam terang (bnd.59:9). Tuhan menuntun mereka (bnd.57:18 dan ay.8 di atas), biarpun mereka di tanah kering, mereka diberi kepuasan dengan berlimpah-Kiasan dari Yesaya II tentang perjalanan melalui tanah padang gurun (bnd.41:17-20; 43:19-20; 48:9-11), diubah menjadi kebun yang subur,mata air yang selalu berair (bnd.51:3 Yerusalem sebagai taman Tuhan). Apabila hubunga antar-manusia pulih dan persekutuan dengan Allah terwujud kembali, maka Yerusalem dapat dibangun kembali. Seperti tadi dalam ayat 6 pembebasan orang teraniaya disoroti dengan empat kata kerja, demikian juga disini: reruntuhan ( bdn. 5:17; 49:19; 51:3; 52:9 dst), kota yang berabad-abad lamanya didiami, menjadi rusak, lalu dibangun kembali; diatas dasar lama, baik Bait Allah, baik rumah orang, (bnd. 54:11; Est. 3: 12) didirikan gedung lagi: tembok kota yang sudah tembus, diperbaiki (bnd. 2 Raja. 12: 13 dan 22:6) dan jalan-jalan untuk membawa bahan bangunan dan membatasi pekarangan, di mana rumah-rumah dapat dibangun, dibetulkan lagi. Kota Yerusalem dapat hidup dan maju kembali.
3. Aplikasi
1) Apabila manusia beragama mengalami kesulitan, ia suka datang kepada Allah- dengan korban persembahan, puasa dan doa – dengan maksud memperoleh pertolongan ilahi. Secara sadar atau tidak, ia ingin berjasa kepada Allah, agar kepentingannya diperhatikan pula. Sebenarnya orang-orang yang berbuat demikian itu tidak merendahkan diri dihadapan Allah, untuk memuji Dia, melainkan supaya Allah mengangkat mereka. Agama disitu bukanlah jalan persekutuan dengan Tuhan dan sesamanya manusia, melainkan alat untuk memajukan kepentingan sendiri. Ibadah yang dmeikian itu tidak lain daripada bukti bahwa kita tidak percaya kepada Allah, tidak mengenal Dia dan tidak mengasihi Dia.
2) Apabila kita dalam kesusahan, maka haruslah kita membuka jalan bagi berkat yang kita harapkan: orang-orang di Yerusalem menginginkan suatu masyarakat yang mengalami damai sejahtera; akan tetapi, di mana sekelompok orang kaya yang rajin beragama berpuasa di tengah rakyat yang berkekurangan, di situ timbul ketegangan dan kemudnuruan. Jika orang membagikan apa yang ada padanya kepada mereka yang berkesusahan dan menolong orang-orang yang teraniaya menemukan pekerjaan dan upah yang lazim bagi orang merdeka, maka penyembuhan masyarakat akan mungkin. Harapan kita akan suatu masyarakat yang adil dan makmur haruslah terbukti, dalam usaha kita perorangan dan bersama-sama sebagai gereja, untuk memperjuangkan keadaan yang lebih adil bagi orang-orang yang teraniaya dan untuk menolong mereka yang berkekuranga.
3) Apakah nabi sebenarnya menyuruh kita, agar jangan lagi kita “berpuasa”, dan beribadah, melainkan agar kita pergi saja melakukan kehendak Allah di dalam masyarakat dan menemui Yesus di dalam anak cacat, di dalam sekelompok pemuda yang terlantar sekolah dan pekerjaannya, di dalam sejumlah petani kecil atau penganggur yang belum menyadari hak-hak dan daya kreatif yang ada pada mereka dan yang semua memerlukan pengabdian kita (bnd. Mat.25: 21-46)? Hanya didalam persekutuan dengan Tuhan, kita dikuatkan untuk bekerja-terus, kita diperbaharui untuk berusaha, tanpa mencari kuasa dan pengaruh sendiri. itu sebabnya kebaktian, di mana kita merendahkan diri dihadapan Allah-karena kesalahan dan kekurangan kita, di dalam kesadaran bahwa dalam Yesus Kristus, Tuhanlah yang merendahkan diri-Nya untuk membebaskan setiap manusia-di situ saja kita disanggupkan untuk menanti-nantikan berkat Allah dengan giat, sabar dan tekun. Ibadah yang benar ialah tempat dimana Allah membuka hati kita bagi baerkat yang Ia mau berikan kepada sesama kita dan menggerakkan kita menjadi pembantu-pembantu-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar