Kamis, 12 November 2009

Renungan Hari Sabtu, 14 Nopember 2009

Menolong Dengan Syukur
2 Korintus 9: 12
"Sebab pelayanan kasih yang berisi pemberian ini bukan hanya mencukupkan keperluan-keperluan orang-orang kudus, tetapi juga melimpahkan ucapan syukur kepada Allah."
Seringkali kita melakukan banyak hal karena merasa sebagai kewajiban, seperti menolong orang lain, memberi bantuan untuk acara gereja, dan sebagainya. Akibatnya kita kehilangan inti dari memberi, yaitu membgaikan kasih. Kita terbiasa memberikan sesuatu tanpa berpikir lebih dulu. Yesus mengajarkan bagaimana kita harus bersikap. "Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu." (Matius 5:42). Menjadi terang dan garam bukan hanya berarti sempit, hanya menginjili semata misalnya, tapi itu akan terlihat dari ketulusan kita untuk membantu orang-orang yang sedang kesulitan. Jika Yesus masih ada di dunia saat ini pun, saya yakin Dia akan dengan senang hati menjamah mereka. Mengapa kita, duta-duta Surgawi, terkadang belum bisa menjadi perantara yang baik dengan memberikan empati, peduli kepada mereka atas dasar kasih? Menjadi lentera di kegelapan bisa hadir dalam banyak bentuk. Bisa lewat memberi bantuan, bisa lewat memberi perhatian, kepedulian, bahkan secuil senyum sekalipun, bisa menjadi cahaya yang berharga bagi orang yang tengah kesulitan. Paulus berpesan pada Timotius agar mengingatkan mereka yang hidup berkelimpahan untuk mau berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan dan suka memberi dan membagi. (1 Timotius 6:17). Jangan pernah jemu untuk memberi atas dasar kasih, karena satu dari perintah yang utama adalah bagi kita untuk mengasihi sesama seperti diri kita sendiri (Matius 22:39), bahkan lebih dari itu, kita harus mengasihi sesama sebagaimana Yesus telah mengasihi kita. (Yohanes 13:14, 15:12). Apapun yang kita lakukan bagi mereka yang membutuhkan, atau bahkan tertolak dan tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini, itu semua besar artinya bagi Yesus, sama artinya dengan melakukannya untuk Yesus. (Matius 25:40). Sebenarnya bagaimanakah ikhlas itu? Jika melihat pengemis di pinggir jalan, lalu memberinya sejumlah uang atau apa saja yang ada pada kita atas dasar rasa iba dan kasihan misalnya. Itu masih sangat manusiawi. Dan belum tentu masuk kategori ikhlas. Memang terkadang kita mengenal ‘ikhlas’ atau kerelaan hati sebagai wujud cerminan dari rasa iba atau kasihan. Pernahkah kita memberi sesuatu kepada seseorang tanpa harus tahu kita kasihan atau tidak? Berlaku ikhlas memang berat. Jika dalam memberi sesuatu masih mudah, ringan dan enteng berarti kita belum masuk dalam kategori ikhlas tapi baru sekedar rela atau tulus. Dalam memberi sesuatu kepada orang lain terkadang muncul rasa berat dalam hati kita karena berbagai faktor dan alasan. Alasan itu bisa disebabkan kurangnya biaya hidup, Tanggal tua, Lagi membutuhkan. Namun tetap saja mencoba menyisihkan untuk memberi meskipun sedikit karena dilandasi semata-mata atas nama Tuhan. Dan rasa berat itu kita ikhlas-kan meskipun masih terkesan disabar-sabarkan. Inilah yang lebih dimaksudkan sebagai ikhlas. Sekali lagi karena dia berat. Ada perbedaan antara ikhlas dan tulus. Ikhlas itu, merelakan sesuatu yang terasa berat. Tulus itu adalah kerelaan hati karena faktor adanya rasa senang atau tidak ada beban. Ikhlas memiliki kedudukan atau derajat yang tinggi di mata Tuhan. Sehingga salah-lah orang yang mengatakan: percuma saja melakukan ini-itu jika tidak ikhlas. Persepsi orang selama ini terbalik, jika orang terlihat berat membantu atau memberi sesuatu disebut ‘tidak ikhlas’ dan begitu pula sebaliknya. Berbuat ikhlas meskipun berat, seorang Kristen senantiasa dilandasi dengan nama Yesus Kristus maka dapat disebut dengan ucapan syukur kepada Allah . Amin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jamita Evangelium Minggu ROGATE (Martangiang) – 5 Mei 2024

Sai Na Manjalo DO Nasa Na Mangido      (Setiap Orang Yang Meminta Akan Menerima) Matius 7: 1 - 11   a)       Huria ni Tuhanta ia Matiu...