Kamis, 26 November 2009

Renungan Minggu Advent I, 29 Nopember 2009

Firman Tuhan Membawa Terang
Bilangan 24: 15-17
1. Pendahuluan
Kitab Bilangan adalah kitab keempat Tanakh dan Taurat. Kitab ini menceritakan peristiwa-peristiwa yang dialami oleh bangsa Yahudi ketika berada selama 38 tahun di padang pasir. Dalam bahasa Ibrani, kitab ini disebut be-midbar, yang artinya adalah di “daerah liar”, kata-kata pertamanya dalam kitab ini. Sedangkan kata bilangan adalah terjemahan dari septuaginta, numeri, tentang cacah jiwa bangsa Yahudi. Sensus penduduk ini tercatat dilakukan dua kali. Sensus ini hanya mencatat pria Israel berumur 20 tahun ke atas yang mampu berperang, yang berarti para wanita, anak-anak, dan manula jika dihitung dapat membuat jumlahnya dua kali lebih banyak. Sensus pertama dicatat pada pasal pertama setelah bangsa Israel keluar dari Mesir. Jadi semua orang Israel yang dicatat menurut suku-suku mereka, yaitu orang-orang yang berumur dua puluh tahun ke atas dan yang sanggup berperang di antara orang Israel, berjumlah [603.530] orang Bilangan 1:45-46, sedangkan sensus kedua (pasal 26) yang dilakukan sebelum bangsa Israel memasuki tanah Kanaan mencatat jumlah bangsa Israel berkurang karena 24.000 orang yang mati di pasal 24. Itulah orang-orang yang dicatat dari orang Israel, [601.730] orang banyaknya. Bilangan 26:51.
2. Penjelasan
Kegelapan malam turun ke rumah-rumah orang Moab. Kegelapan juga turun menyelimuti hati Balak, raja dari bangsa keturunan Lot, kemenakan Abraham. Para pengawal dan penasihat di dekatnya merasakan kemarahan dan ketakutan akan sesuatu yang sedang datang mendekat. Kabar telah sampai kepada telinganya, bahwa bangsa yang datang ini telah mengalahkan bangsa Amori. Cahaya itu begitu terang sehingga kemah-kemah Israel terlihat jelas malam itu. Balak tak bisa menyembunyikan keresahannya. Bangsa ini bukan seperti bangsa-bangsa barbar lain yang telah berhasil ditaklukkannya. "Lihatlah mereka begitu banyak seperti menutup bumi! Mereka akan membabat habis kita, seperti kawanan lembu yang memakan habis seluruh padang rumput!" seru Balak. Para penasehatnya diam tak bereaksi. "Apa yang harus kulakukan? Kurasa bantuan dari Midian pun tak cukup untuk menghadapi mereka." Salah seorang penasihat memberikan jawaban, "Bukankah ada seorang Pelihat, Bileam, anak Beor yang tinggal di Petor, di tanah orang Midian, di tepi sungai Efrat? Ia mampu melihat hal-hal yang tidak dapat dilihat oleh orang biasa. Dia bisa berbicara kepada yang dibalik langit." Bileam berusaha agar tidak tergiur dengan tawaran harta dunia, sehingga dia berkata: "Sekalipun Balak memberikan kepadaku emas dan perak seistana penuh, aku tidak akan sanggup berbuat apapun, yang kecil atau yang besar, yang melanggar titah Tuhan," jawab Bileam. Mereka terus mendesaknya. Hati Bileam mulai goyah dengan janji upah yang tak pernah diterimanya dari siapapun sebelumnya. Balak adalah seorang raja, kata-katanya bukan omong kosong belaka. Tawaran yang sungguh mempesona. Ia tak menyadari, Dia Yang Maha Tahu telah menilik hatinya yang mulai tergoda dengan kemilau tawaran Balak. Hatinya tak cukup mengasihi-Nya untuk tahu apa yang menjadi keinginan-Nya. Tuhan pun menguji Bileam. Malam itu, Ia berfirman kepada Bileam," Jikalau orang-orang itu memang sudah datang untuk memanggil engkau, bangunlah, pergilah bersama-sama dengan mereka tetapi hanya apa yang Kufirmankan kepadamu harus kaulakukan." Tuhan tahu segala hal yang tersembunyi, termasuk lubuk hati Bileam yang paling dalam.
Apa kata Tuhan? "Janganlah engkau pergi bersama-sama dengan mereka, janganlah engkau mengutuk bangsa itu, sebab mereka telah diberkati." (Bilangan 22:12). Ini adalah sebuah larangan, dan Bileam pun taat. Meskipun keputusan bertanya pada Tuhan merupakan sebuah bentuk ketaatan, namun ketaatannya tidak penuh. Jika ia taat penuh, seharusnya Bileam tidak perlu bertanya lagi karena sejak awal Tuhan telah menyatakan tidak. Tapi Bileam kembali bertanya dan berharap Tuhan berubah pendirian. Tuhan tahu isi hati Bileam dan kemudian terpaksa menguji kesetiaannya. Tuhan mengijinkan dia pergi dengan catatan hanya diijinkan untuk melakukan apa yang difirmankan Tuhan. Dan keberangkatan Bileam pun membuat Tuhan marah. Ketika manusia tidak lagi mendengar perintah Tuhan lewat perkataan halus, Tuhan pun memakai sarana lain. Dalam kasus Bileam, Tuhan memakai keledainya! Keledai Bileam melihat Malaikat dan hal tersebut mengganggu kelancaran perjalanan, sehingga Bileam pun kesal lalu memukuli keledainya. Dan selanjutnya keledai itu pun berbicara menegur Bileam, yang kemudian disusul dengan penampakan Malaikat. Memang tidak enak rasanya jika kita ditegur. Walaupun teguran itu biasanya terjadi akibat kesalahan kita sendiri, dan demi kebaikan kita juga, tetapi tetap saja teguran seringkali meninggalkan perasaan tidak nyaman. Apalagi kalau sudah menyangkut harga diri, wah runyam ceritanya. Itu masih teguran dari sesama manusia. Bagaimana jika yang menegur bukan manusia, tetapi keledai? Apa rasanya? Semua itu, membuat Bileam sadar bahwa apa yang dia lakukan adalah salah. Dan untunglah, Bileam segera menyesali kesalahannya dan berubah menjadi taat sepenuhnya. Betapa ironisnya, seekor keledai saja mampu melihat, tapi manusia tidak. Semua ini tidak harus terjadi apabila Bileam patuh sepenuhnya sejak awal dan tidak berulang-ulang mempertanyakan keputusan Tuhan.
3. Renungan
 Teguran bukanlah bertujuan untuk menyakiti atau mempermalukan kita, tapi bertujuan demi kebaikan kita juga. Tidakkah lebih baik ditegur saat ini daripada dibiarkan untuk masuk ke dalam siksaan kekal? Ayub pernah berkata, "Sesungguhnya, berbahagialah manusia yang ditegur Allah; sebab itu janganlah engkau menolak didikan Yang Mahakuasa." (Ayub 5:17). Berbagai teguran itu jika kita sikapi dengan baik akan membuat kita terus bertambah baik pula. Itu pasti. Bentuk teguran adalah untuk mendidik kita, karena Tuhan begitu mengasihi kita dan tidak ingin kita menderita kelak. Dan karena itulah, kita pantas berbahagia ketika ditegur Tuhan. Pertanyaannya, apakah kita cukup ditegur dengan halus, atau harus lewat teguran "memalukan" seperti Bileam, atau bahkan harus melalui penderitaan dan rasa sakit? Semua tergantung sejauh mana kita mau mendengarkan dan menuruti teguran Tuhan, sejauh mana kita mau berubah dari jalan yang salah dan kembali pada "rel" yang sesuai keinginan Tuhan. Bersyukur untuk teguran demi teguran, juga untuk kesempatan yang masih diberikan pada untuk bertobat dan berubah menjadi lebih baik lagi dari hari ke hari. Oleh sebab itu, janganlah keraskan hati ketika kita ditegur. "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!" (Ibrani 4:7b).
 Apa yang baik, indah, luhur dan mulia adalah berasal dari Allah, dan ada dimana-mana, di dalam seluruh ciptaanNya, entah dalam binatang, tanaman, manusia atau di langit dan alam raya. Maka dalam rangka mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Penyelamat Dunia ini, marilah kita lihat dan imani apa yang baik, indah, luhur dan mulia yang ada di sekitar kita, terutama atau pertama-tama dalam diri sesama manusia. Dengan kata lain marilah kita berpikir positif terhadap sesama manusia; kita sinerjikan apa yang baik, indah, luhur dan mulia yang ada dalam diri kita masing-masing untuk membangun dan mengembangkan hidup bersama yang damai sejahtera, persaudaraan atau persahabatan sejati, yang dambakan oleh seluruh umat manusia. Rasanya apa yang baik, indah, luhur dan mulia lebih-lebih ada dalam diri anak-anak atau generasi muda dari dalam diri orangtua. Perhatikan dan cermati keceriaan, kegairahan dan kelincahan anak-anak, yang jarang marah dan menggerutu atau mengeluh serta penuh dengan harapan bagi masa depan alias siap sedia untuk diperbaharui. Jika anda mampu mengimani keceriaan, kegairahan, kelincahan dan keterbukaan anak-anak sebagai yang berasal dari Allah, maka mata hati anda akan lebih terbuka untuk melihat apa yang baik, indah, luhur dan mulia yang ada di sekitar anda, di dalam masyarakat maupun di tempat kerja.
 Jika ada tokoh baru dan muda muncul, lebih berwibawa dan berpengaruh dalam kehidupan bersama, entah hidup bermasyarakat, bernegara, berbangsa atau beragama, maka tokoh-tokoh lama yang lebih tua sering merasa tersaing dan tersingkirkan dan kemudian berusaha menjatuhkan tokoh baru yang muncul dengan berbagai pertanyaan. Itulah kiranya yang terjadi secara sosio-politis apa yang diwartakan dalam bacaan Injil hari ini ketika 'imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi' menyampaikan pertanyaan kepada Yesus "Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu?". Pertanyaan tersebut bukan karena kebodohan atau ketidak-tahuan mereka, melainkan dimasudkan untuk menjatuhkan Yesus, maka Yesuspun juga tidak menjawab pertanyaan mereka, bahkan menyampaikan pertanyaan kepada mereka: "Dari manakah baptisan Yohanes? Dari sorga atau dari manusia?". Mereka tidak berani menjawab karena takut. Baiklah bercermin dari dialog antara Yesus dengan imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi. Marilah kita terbuka terhadap aneka macam bentuk pembaharuan yang muncul atau ada di sekitar kita, apalagi apa yang baru tersebut sungguh berpengaruh dan bermanfaat bagi masyarakat umum atau orang kebanyakan/rakyat., entah datangnya dari yang tua atau yang muda. Pada umum pembaharuan memang datang dari yang kemudian, yang lebih muda, maka berilah kesempatan kepada mereka yang lebih muda untuk lebih berperan dan berfungsi di dalam kehidupan dan kerja bersama. Sadari dan hayati bahwa segala bentuk atau usaha pembaharuan yang bermanfaat bagi orang banyak atau rakyat atau kebaikan umum adalah berasal dari Allah atau sorga, sebagai persiapan diri untuk menyambut kedatangan Penyelamat Dunia untuk menyelamatkan seluruh dunia seisinya. Selamat Advent.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jamita Epistel Minggu XXIII D.Trinitatis – 3 Nopember 2024

Manghaholongi Tuhan Debata Dohot Dongan Jolma  Mengasihi Tuhan Allah Dan Sesama Manusia  5 Musa 6: 1 – 9 / Ulangan.   a)        Huri...