Hidup Penuh Syukur
Yesaya 12: 1
Yesaya 12: 1
"Pada waktu itu engkau akan berkata: Aku mau bersyukur kepada-Mu, ya Tuhan, karena sungguhpun Engkau telah murka terhadap aku: tetapi murka-Mu telah surut dan Engkau menghibur aku."
Kalau melihat perilaku manusia saat ini semakin buruk dan tidak terpandang. Apalagi perbuatan dosa kita itu sangat dibenci oleh Tuhan. Sudah seharusnya kita orang berdosa mendapat hukuman setimpaldengan perbuatan kita. Tuhan tentu sudah sangat marah akan kesalahan dan dosa-dosa kita. Namun walaupun demikian tidaklah menyurutkan kasih Allah bagi kita. Walaupun Allah murka namun IA tetap lebih mengasihi kita. Buktinya apa ? Buktinya adalah Allah rela memberikan solusi dengan mengorbankan Anak-Nya Tuhan kita Yesus Kristus ( Yoh. 3:16). Namun ada kalanya orang tidak mau bersukur. Tidak bersyukur adalah ciri orang yang tidak mengenal Tuhan (Rm. 1:21). Ia menggerogoti roh, melayukan jiwa dan membusukkan kehidupan. Jadi bagaimana sebaliknya? Bersyukur atau tidak?
Syukur harus dilihat bukan sebagai kewajiban tetapi sebagai kesempatan. Syukur seumpama tepuk tangan meriah untuk seorang musikus piawai yang membuat dawai hati kita ikut tergetar, atau seumpama tawa lepas karena lawakan yang lucu, atau serupa pelukan spontan untuk seorang yang kita kasihi. Syukur membuat kasih-karunia-Nya terhayati segar di tengah dunia yang kelam dan berat ini.
Syukur atau terima kasih adalah respons terhadap suatu hadiah. Rasa syukur kita akan mengalir lancar bila mendapatkan suatu hadiah sejati. Tidak semua yang kita terima adalah hadiah. Jika seorang pengemis menemukan nasi bungkus utuh di tong sampah seorang kaya, ia tidak bersyukur. Itu bukan hadiah, itu hanya sekadar sesuatu yang di dalamnya terlibat pikiran, perhatian dan hati sang pemberi. Tak perlu mahal, bisa berupa sepucuk surat, sekuntum bunga, atau apa saja yang pemberinya menaruh dirinya di dalam pemberian itu. Pemberian yang pemberinya tidak terlibat adalah sesuatu yang palsu dan tak menggerakkan rasa syukur. Hadiah sejati juga mengandung balik sesuatu darinya. Pengorbanan itu bisa berupa waktu, uang, talenta, entah apa saja. Tetapi ia tidak diberikan agar dibayar kembali, sebab bila demikian ia bukan lagi hadiah tetapi pinjaman. Hadiah sejati tidak membuat kita merasa berhutang, bahkan juga tidak berhutang syukur.
Syukur selalu diutarakan atas sesuatu yang lain dari yang lain. Sinar kemilau matahari paling indah terlihat di balik awan-awan. Pernahkah Anda bersyukur bahwa Anda lebih beruntung dari orang lain? Syukur semacam itu sangat memalukan karena bersyukur atas penderitaan orang lain. Namun, jika Anda menunggu sampai semua pengemis punya mobil, sampai semua orang tidak bisa mati, kita tidak akan pernah bisa bersyukur! Bukan penderitaan orang yang menjadi dasar yang membuat hari kita bersyukur, tetapi karena kelemahan kita memang membuat kita harus memiliki pembanding, yang membangkitkan kita untuk bersyukur. Amin (EM)
Kalau melihat perilaku manusia saat ini semakin buruk dan tidak terpandang. Apalagi perbuatan dosa kita itu sangat dibenci oleh Tuhan. Sudah seharusnya kita orang berdosa mendapat hukuman setimpaldengan perbuatan kita. Tuhan tentu sudah sangat marah akan kesalahan dan dosa-dosa kita. Namun walaupun demikian tidaklah menyurutkan kasih Allah bagi kita. Walaupun Allah murka namun IA tetap lebih mengasihi kita. Buktinya apa ? Buktinya adalah Allah rela memberikan solusi dengan mengorbankan Anak-Nya Tuhan kita Yesus Kristus ( Yoh. 3:16). Namun ada kalanya orang tidak mau bersukur. Tidak bersyukur adalah ciri orang yang tidak mengenal Tuhan (Rm. 1:21). Ia menggerogoti roh, melayukan jiwa dan membusukkan kehidupan. Jadi bagaimana sebaliknya? Bersyukur atau tidak?
Syukur harus dilihat bukan sebagai kewajiban tetapi sebagai kesempatan. Syukur seumpama tepuk tangan meriah untuk seorang musikus piawai yang membuat dawai hati kita ikut tergetar, atau seumpama tawa lepas karena lawakan yang lucu, atau serupa pelukan spontan untuk seorang yang kita kasihi. Syukur membuat kasih-karunia-Nya terhayati segar di tengah dunia yang kelam dan berat ini.
Syukur atau terima kasih adalah respons terhadap suatu hadiah. Rasa syukur kita akan mengalir lancar bila mendapatkan suatu hadiah sejati. Tidak semua yang kita terima adalah hadiah. Jika seorang pengemis menemukan nasi bungkus utuh di tong sampah seorang kaya, ia tidak bersyukur. Itu bukan hadiah, itu hanya sekadar sesuatu yang di dalamnya terlibat pikiran, perhatian dan hati sang pemberi. Tak perlu mahal, bisa berupa sepucuk surat, sekuntum bunga, atau apa saja yang pemberinya menaruh dirinya di dalam pemberian itu. Pemberian yang pemberinya tidak terlibat adalah sesuatu yang palsu dan tak menggerakkan rasa syukur. Hadiah sejati juga mengandung balik sesuatu darinya. Pengorbanan itu bisa berupa waktu, uang, talenta, entah apa saja. Tetapi ia tidak diberikan agar dibayar kembali, sebab bila demikian ia bukan lagi hadiah tetapi pinjaman. Hadiah sejati tidak membuat kita merasa berhutang, bahkan juga tidak berhutang syukur.
Syukur selalu diutarakan atas sesuatu yang lain dari yang lain. Sinar kemilau matahari paling indah terlihat di balik awan-awan. Pernahkah Anda bersyukur bahwa Anda lebih beruntung dari orang lain? Syukur semacam itu sangat memalukan karena bersyukur atas penderitaan orang lain. Namun, jika Anda menunggu sampai semua pengemis punya mobil, sampai semua orang tidak bisa mati, kita tidak akan pernah bisa bersyukur! Bukan penderitaan orang yang menjadi dasar yang membuat hari kita bersyukur, tetapi karena kelemahan kita memang membuat kita harus memiliki pembanding, yang membangkitkan kita untuk bersyukur. Amin (EM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar