Kamis, 26 November 2009

RENUNGAN EPISTEL MINGGU ADVENT I, 29 Nopember 2009

Bersaksi Tentang Firman Kristus
Wahyu 22 : 16-20
Kitab-kitab kanon dalam Kitab Suci merupakan masalah emosional dan sekaligus teologis. Kanon menjadi masalah karena Perjanjian Baru tidak pernah membicarakan kanon itu (hal ini wajar karena pada saat ditulis kitab-kitab tersebut baru berada dalam proses menjadi kanon). Kanon merupakan masalah emosional karena sebagai satu-satunya dokumen yang memiliki otoritas dalam agama Kristen (menurut pandangan orang Protestan), segala sesuatu yang menambah atau mengurangi isi Kitab Suci adalah sangat membahayakan. Emosi dan teologi ini meliputi akhir dari Kitab Wahyu. Ayat 18-19 tertulis sebelum ayat-ayat penutup yang terakhir dari Kitab Wahyu. Pertanyaan yang mereka ajukan adalah, apa yang dimaksud oleh Yohanes? Apakah "kitab ini" mengacu pada Kitab Wahyu atau Alkitab secara keseluruhan? Mengapa Yohanes menulis perkataan di atas? Ancaman apakah yang telah dirasakannya terhadap "kitab ini"? Perjanjian Baru ditulis sebelum tersedianya perpustakaan, media komunikasi dan percetakan yang dapat digunakan dengan mudah. Pada dasarnya semua pengajaran pada waktu itu dilakukan secara lisan, karena hanya sedikit orang yang dapat membaca. Karena alasan ini Yohanes mengucapkan berkat pada "ia [tunggal] yang membacakan "kitab tersebut (dengan keras di hadapan jemaat) dan "mereka [jamak] yang mendengarkan kata-kata nubuat itu dan yang menuruti apa yang tertulis di dalamnya" (Wahyu 1:3). Proses membaca kitab dengan keras di dalam rumah jemaat (di mana pembaca itu mungkin merupakan satu-satunya orang yang dapat membaca) akan sangat mempermudah untuk menghilangkan bagian-bagian kitab yang sedang dibaca atau menambahkan sesuatu sesuka hati. Akan sulit bagi sebagian besar anggota jemaat untuk mengetahui perbedaannya.

Yohanes bukan satu-satunya nabi yang memperhatikan penyampaian pesannya secara benar selama periode Perjanjian Baru. Paulus merasa khawatir bahwa pesannya akan dipalsukan oleh orang-orang yang menyampaikan ajaran lain (Galatia 1:6-9) atau nubuat atau surat yang dipalsukan tetapi diakui berasal dari dirinya (2Tesalonika 2:2). Dengan demikian ada kemungkinan bahwa selain perubahan yang dapat dilakukan terhadap teks dalam pembacaannya, orang dapat dengan sengaja menambahkan pandangan mereka sendiri mengenai nubuat dalam teks itu atau mengeditnya sesuai dengan persepsi mereka sendiri mengenai apa yang dikatakan penulis. Masalah semacam ini telah dikenal dalam Perjanjian Lama. Kitab Ulangan 4:2 dan 12:32 mendesak agar Hukum Taurat dipelihara tanp.a menarnbah atau menguranginya. Selanjutnya, menurut tradisi dalarn Surat Aristea, ketika lima kitab pertama Perjanjian Lama diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani, mereka yang menerima terjemahan baru itu mengutuk setiap orang yang melakukan perubahan terhadap teks tersebut. Ayat-ayat dalam Ki tab Wahyu ini juga merupakan kutukan, dan dengan mengemukakan kutukan ini Yohanes dengan cara yang serupa melindungi integritas tulisannya dan dalam kenyataannya mungkin menganggapnya setingkat dengan Kitab Suci, meskipun kutukan serupa juga dilaporkan dipergunakan oleh Irenaeus dalam salah satu tulisannyaDengan demikian Yohanes, atau mungkin Yesus yang berbicara melalui Yohanes, karena ini merupakan wahyu dari Yesus Kristus), menetapkan kutukan itu untuk melindungi dokumen. tersebut dari campur tangan, yang bermaksud baik mau pun jahat. Kutukan itu sendiri mempunyai dua fungsi. Yang pertama mencegah terjadinya penambahan pada dokumen tersebut sehingga mehndungi orang yang melakukannya dari wabah penyakit yang telah dituliskan lebih awal dalam buku ini. Yang kedua, melindungi dokumen tersebut dar i pengurangan untuk mencegah orang kehilangan tempatnya di surga, yaitu kehilangan bagian mereka dalam pohon kehidupan (sumber kehidupan abadi) dan kota kudus, yaitu Yerusalem baru. Kutukan itu tampak khas dan keras, sesuai dengan bahasa pada masa itu, karen a itu tidaklah bijaksana untuk mernbicarakan aspek teologis. dalarn masalah tersebut (rnisalnya, apakah seseorang dapat kehilangan tempatnya di kota kudus), Tetapi penulis menyampaikannya sebagai kutukan yang nyata. Kemudian timbul pertanyaan, apakah kutukan tersebut ada hubungannya dengan hal-hal lain selain kitab ini. Apakah kutukan itu rneliputi seluruh Perjanjian Baru atau seluruh Alkitab? Apakah pernyataan itu digunakan untuk mengakhiri kanon? Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas adalah tidak. Pertama, kita tidak yakin bahwa Wahyu adalah kitab yang terakhir ditulis d al a m Perjanjian Baru. Beberapa orang mengatakan bahwa penulisan kitab Wahyu adalah pada tahun 68 Sesudah Masehi, dan ini berarti kitab-kitab lain (seperti 2 Petrus, Yudas, atau Injil dan surat Yohanes) ditulis jauh setelah waktu itu. Adalah tidak bijaksana untuk mendasarkan sebuah argumentasi pada tanggal yang tidak pasti. Kedua, pada saat Yohanes menulis kitab tersebut, bangsa Yahudi munzkin belum seiesai membicarakan masalah kanon mereka sendiri. Antara tahun 70 sarnpai 90 Sesudah Masehi terjadi beberapa pembicaraan mengenai kanori di pusat kependetaan Yahudi di Jamnia. Meskipun tidak ada bukti bahwa bentuk kanon tersebut bcrubah sebagai akibat dari pembicaraan ini, hal tersebut benar-benar menunjukkan bahwa bangsa Yahudi pun masih terus berubah pikiran dalam masalah ini dan mernbicarakan apakah kitab-kitab tertentu (misalnya Kitab Ester) seharusnya termasuk dalam kanon. Ketiga, Yohanes menulis sebelum ada arti yang jelas mengenai kanon Perjanjian Baru. Tidak ada bukti bahwa Yohanes pernah melihat lnjil tertulis atau kumpulan surat-surat Paulus. Sesungguhnya, paling kurang dua abad kemudian baru sekumpulan karva-karya yang pasti dapat dianggap sebagai kanon Kristen. Beberapa karya yang dipertimbangkan secara serius untuk disertakan dalam kanon tetapi kemudian ditolak, misalnya surat Barnabas dan Didache, belum ditulis pada waktu itu. Yang terakhir, meskipun Kitab Wahyu merupakan kitab terakhir dalam sebagian besar versi modern Kitab Suci (bahkan Luther juga meletakkannya terakhir, meskipun ia dan beberapa terjemahan bahasa Inggris yang mula-mula meletakkan literatur lbrani, Yakobus dan Petrus tepat sebelum Kitab Wahyu), tidak demikian halnya pada masa-masa yang paling awaJ. Ada ban yak pergeseran pada tiga abad pertama, beberapa orang menolak Kitab Wahyu, beberapa lagi menempatkan karya-karya seperti 1 dan 2 Clement setelahnya, dan beberapa meletakkannya lebih awal dalam daftar kitab kanon mereka, Tidak ada alasan untuk berpikir bahwa ayat ini terletak di akhir Alkitab bagi kebanyakan orang Kristen sampai abad keempat. Ini tidak berarti bahwa menambah atau mengurangi isi Kitab Suci adalah hal yang baik. Tentu saja, kalaupun "surat Paulus yang hilang" ditemukan-ditambah lagi beberapa karya pada zaman yang lebih modern, yang menurut pendapat orang mungkin ditulis berdasarkan inspirasi-akan diperlukan persetujuan bersama dari jemaat bahwa surat tersebut memang ditulis berdasarkan inspirasi untuk dapat menambahkannya pada Kitab Suci. Ini merupakan peristiwa yang sangat mustahil dan merupakan mujizat. Demikian pula campur tangan terhadap kitab-kitab yang ada sekarang tidak seharusnya dapat dilakukan dengan begitu mudah. Kita hidup dalam sebuah zaman di mana beberapa orang ingin menulis kembali Alkitab berdasarkan pandangan ideologis mereka sendiri. Akibat satu-satunya dari proses ini adalah penyimpangan dari Kitab Suci dan hasil karya yang tidak dikenali siapa pun sebagai kanon. Akan lebih baik untuk menulis karya yang terpisah atau sebuah komentari yang secara selektif mengkritik Kitab Suci yang ada, karena pendekatan itu akan lebih baik. Bahkan penulis Kitab Suci itu sendiri, pada saat ingin menafsirkan kembali satu sama lain (misalnya Daniel, yang menafsirkan tujuh puluh minggu nabi Yeremia), tidak mengubah bacaan aslinya melainkan menulis kitab mereka sendiri. Karena itu kutukan Yohanes bersifat peringatan. Artinya yang sebenarnya hanya berlaku untuk kitab itu sendiri, yaitu Kitab Wahyu, tetapi dengan adanya perhatian serupa yang diberikan oleh Paulus dan lainnya, adalah logis untuk berargumentasi bahwa tidak satu pun penulis Kitab Suci akan mcncampuri hasil karya mereka. Di samping itu, campur tangan sernacam itu akan merusak seluruh tujuan Kitab Suci. Kitab Suci ditulis sebagai kesaksian tcrhadap wahyu yang diterima pada waktu dan tempat tertentu. Kitab Suci itu seharusnya dibaca, diterima (atau, bagi beberapa orang, ditolak) dan ditafsirkan. Tetapi menulisnya kernbali berarti mengacaukan antara pengalaman seseorang mengcnai Allah (atau mungkin pengalaman mengenai sesuatu selain Allah) dengan pengalaman penulis Kitab Suci itu. Hal ini sarna artinya dengan mengambil garis pengukur Kitab Suci (arti dari "kanon ") dan mengikatnya agar sesuai dengan dinding pembatas yang sedang kita bangun pada saat ini. Pada akhirnya kita tidak dapat mengukur dengan baik serta tidak menghasilkan dinding yang tegak. Mungkin bukan kutukan Yohanes yang menimpa, tetapi kekacauan yang timbul itu sendiri sudah merupakan kutukan dan dalam kenyataannya mungkin akan membuat seseorang kehilangan tempat di kota kudus yang diceritakan oleh Yohanes dengan sangat antusias.
Memang Yesus itu mati di atas kayu salib, tapi mengapa DIA mati di atas kayu salib? Itulah yang perlu kita ketahui. DIA mati, karena DIA ingin melunasi dosa dosa umatNYA yang mau percaya dan tunduk serta melakukan perintah perintahNYA, lha kalau hanya menyebut YESUS, YESUS saja sih percuma saja, nggak ada faedahnya, karena kita harus mau percaya kepada YESUS, kita harus mau tunduk kepada YESUS, dan kita harus melakukan perintah perintahNYA. "Bukan setiap orang yang berseru kepadaKU: TUHAN, TUHAN! AKAN MASUK KE DALAM kerajaan sorga, MELAINKAN DIA YANG MELAKUKAN KEHENDAK bapaku YANG DI SORGA. PADA HARI TERAKHIR BANYAK ORANG AKAN BERSERU KEPADAKKu:TUHAN, TUHAN, BUKANKAH KAMI BERNUBUAT DEMI NAMAmu, DAN MENGUSIR SETAN DEMI NAMAmu, DAN MENGADAKAN BANYAK MUKJIZAT DEMI NAMAMU JUGA? Pada waktu itulah AKU akan berterus terang kepada mereka dan berkata: AKU tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKU, kamu sekalian pembuat kejahatan!" Tomas yaitu murid Yesus sendiri pun tidak mau percaya kalau Yesus itu bisa bangkit kembali setelah tiga hari mati dan dikuburkan, kalau Tomas itu belum mencucukkan tangannya, kedalam lobang di lambung Yesus, yaitu lobang bekas tombak. Bacalah sendiri kisahnya di Injil Yohanes 20:24 - 29. "Karena engkau telah melihat AKU, maka engkau percaya, Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya". Dan berbahagialah kita semua yang mau percaya kepada YESUS walaupun kita belum pernah melihat wajah asli dari YESUS itu sendiri. Dalam hal ini, kita juga jangan mau dikecohkan dengan tambahan tambahan injil atau pengurangan pengursangan injil, karena sudah tertulis juga dengan jelas di Kitab Wahyu 22: 18 - 21 yang demikian bunyinya "Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan perkataan nubuat dari Kitab ini:"Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini. Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari perkataan perkataan dari kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil baginya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus, seperti yang tertulis di dalam kitab ini" Ia yang memberi kesaksian tentang semuanya ini, berfirman:"YA, AKU DATANG SEGERA!" Amin, datanglah, Tuhan Yesus! Kasih karunia Tuhan Yesus menyertai kamu sekalian!
Yohanes sendiri mengakui bahwa mula-mula ia tidak mengenal Dia. Namun, Allah telah memberitahu Yohanes akan tanda-tanda yang muncul dalam diri Kristus itu. Tanda itu berupa Roh yang turun kepada-Nya dan tinggal di atasnya. Yohanes pun melihat hal itu dan membuatnya berani memberi kesaksian. Memang untuk mengenal Kristus kita membutuhkan iman. Dan iman itu merupakan anugerah yang Allah berikan kepada kita. Yohanes adalah teladan bagi kita untuk belajar rendah hati. Yohanes merupakan orang yang sangat tulus dan jujur dalam memberi kesaksian. Ia sungguh-sungguh ingin memperkenalkan Kristus kepada kita. Ia bersaksi tentang Kristus, bukan tentang dirinya sendiri. Yohanes memberi kesaksian bukan karena didesak oleh kebutuhan ekonomi atau mencari popularitas. Ia bahkan mengatakan bahwa Yesus sudah ada sebelum dia ada. Mengapa? Karena Yesus adalah Anak Allah yang memang ada sebelum dunia dijadikan. Dia merupakan Firman (Logos) yang sudah ada sejak awal dan bukan diciptakan. Logos itulah yang menjelma menjadi manusia. Tepatnya manusia bernama Yesus. Pertanyaan yang perlu kita renungkan sekarang adalah beranikah kita bersaksi tentang Yesus di manapun kita berada? Maukah kita bersikap rendah hati dalam bersaksi tentang Yesus? Artinya bukan menonjolkan diri kita tetapi menonjolkan Kristus! Tuluskah kita dalam memberi kesaksian? Artinya bukan karena desakan kebutuhan ekonomi! Pernahkah kita memberi kesaksian kepada orang lain dengan gratis? Dengan Minggu Advent I ini kita menyongsong kedatangan Kristus dengan memperkatakan serta mempersaksikan kebenaran Firman Tuhan untuk membangun jemaat dan orang-orang di sekitar kita. Amin (EM)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jamita Evangelium Minggu Advent II – 8 Desember 2024

Pauli  Hamu Dalan Di Jahowa       (Persiapkan Jalan Untuk Tuhan) Jesaya 40 :1 - 5   1)      Huria nahinaholongan dibagasan Jesus Kri...