Pencurahan Roh Kudus
Kisah Para Rasul 2 : 1-13
Kisah Para Rasul 2 : 1-13
Hari Pentakosta, yaitu hari turunnya Roh Kudus. Hari yang diakui pula sebagai awal berdirinya gereja di bumi ini. Dalam kalender gerejawi, hari Pentakosta dihitung 10 hari sesudah hari kenaikan Tuhan Yesus ke Surga. Sedangkan hari kenaikan Tuhan Yesus ke Surga dihitung 40 hari sesudah kebangkitan Tuhan Yesus, Paskah. Jadi, hari Pentakosta adalah 50 hari sesudah Paskah. Sesuai dengan arti kata Pentakosta, yaitu “yang kelima puluh”. Salah satu hal penting yang terjadi pada peristiwa turunnya Roh Kudus, seperti yang dicatat oleh Lukas—penulis kitab Kisah Para Rasul—adalah terhubungnya orang-orang dari berbagai bangsa dan bahasa dalam satu kesatuan. “… mereka mendengar rasul-rasul itu berkata-kata dalam bahasa mereka sendiri” (ayat 6). Mereka adalah orang-orang Partia, Media, Elam, Mesopotamia, Yudea, Kapadokia, Pontus, Asia, Frigia, Pamfilia, Mesir, Libia, dan sebagainya (ayat 9). Artinya, karya Roh Kudus telah meruntuhkan sekat pemisah antarbangsa dan bahasa. Bahkan juga agama (ayat 11). Ini tidak berarti perbedaan-perbedaan itu kemudian kita abaikan. Kita anggap semua sama. Tidak. Perbedaan-perbedaan yang ada tetap kita hormati, tetapi tanpa membelenggu kita dalam fanatisme sempit, sehingga kita melihat “sesama” hanya sebatas mereka yang “sama” dengan kita. Kuasa Roh Kudus justru membuat kita mampu menerima dan memperlakukan siapa saja—terlepas bangsa, bahasa dan agamanya—sebagai sesama.
Dalam Kitab Suci memang tidak disebutkan bahwa Roh Kudus mempunyai wajah, bahkan tidak ada sebutan untuk-Nya yang mengungkapkan suatu rupa yang dapat dibandingkan dengan manusia. Dalam semua bahasa, nama-Nya merupakan suatu nama yang umum. Dalam Bahasa Ibrani, Ia disebut Ruah, dalam Bahasa Yunani disebut Pneuma, dan dalam Bahasa Latin disebut Spiritus. Semua nama atau sebutan ini dipinjam dari sebutan untuk unsur-unsur umum alamiah, yaitu: angin, napas, dan udara.
Roh Kudus memang merupakan suatu pribadi yang misterius, yang membingungkan; kita mendengar suara-Nya, tahu bahwa Ia telah lewat karena tanda-tanda ajaib yang ditinggalkan-Nya, tetapi kita tidak tahu dari mana datang-Nya atau ke mana pergi-Nya (bdk. Yoh 3:8). Oleh karena itu, Roh Kudus tidak pernah dapat kita jangkau dengan pikiran kita dan karya-karya-Nya selalu melampaui segala pengertian kita.
Untuk dapat mengenali-Nya dibutuhkan kerendahan hati serta iman yang hidup. Lagi pula, Roh inilah yang selalu menjiwai Gereja. Dialah yang membangun Gereja. Di mana ada Roh Kudus, di situlah Gereja terbentuk, didirikan, dan dibangun. Sebaliknya, di mana ada Gereja, di situ pula ada Roh Kudus. Dia pulalah yang menjadi penggerak setiap orang Kristen, dan melakukan karya-karya agung dalam dirinya. Bila Roh Kudus dicurahkan atas manusia, manusia dihidupkan kembali, walaupun sebelumnya ia telah mati dan mengering seperti tulang-tulang yang kering (bdk. Yeh 37). Oleh karena itu, Roh Kudus bertugas menghidupkan manusia, menghidupkan hatinya, melunakkan yang keras, meluruskan yang bengkok, menghangatkan yang dingin, dan mengubah hati dari “batu” serta menggantinya dengan hati yang dari daging, yang dapat merasa dan dapat mencinta (bdk. Yeh 36:26).
Roh Kudus selalu berkarya di dalam Gereja dan melalui anggota-anggotanya. Ia senantiasa berkarya melalui seseorang: menguasai serta mengubahnya. Memang Ia juga menyatakan kehadiran-Nya melalui tanda-tanda yang mengherankan, tetapi segala karya-Nya selalu bertolak dari kedalaman batin manusia. Di situ pula orang mengenal-Nya.
Dalam Kitab Suci memang tidak disebutkan bahwa Roh Kudus mempunyai wajah, bahkan tidak ada sebutan untuk-Nya yang mengungkapkan suatu rupa yang dapat dibandingkan dengan manusia. Dalam semua bahasa, nama-Nya merupakan suatu nama yang umum. Dalam Bahasa Ibrani, Ia disebut Ruah, dalam Bahasa Yunani disebut Pneuma, dan dalam Bahasa Latin disebut Spiritus. Semua nama atau sebutan ini dipinjam dari sebutan untuk unsur-unsur umum alamiah, yaitu: angin, napas, dan udara.
Roh Kudus memang merupakan suatu pribadi yang misterius, yang membingungkan; kita mendengar suara-Nya, tahu bahwa Ia telah lewat karena tanda-tanda ajaib yang ditinggalkan-Nya, tetapi kita tidak tahu dari mana datang-Nya atau ke mana pergi-Nya (bdk. Yoh 3:8). Oleh karena itu, Roh Kudus tidak pernah dapat kita jangkau dengan pikiran kita dan karya-karya-Nya selalu melampaui segala pengertian kita.
Untuk dapat mengenali-Nya dibutuhkan kerendahan hati serta iman yang hidup. Lagi pula, Roh inilah yang selalu menjiwai Gereja. Dialah yang membangun Gereja. Di mana ada Roh Kudus, di situlah Gereja terbentuk, didirikan, dan dibangun. Sebaliknya, di mana ada Gereja, di situ pula ada Roh Kudus. Dia pulalah yang menjadi penggerak setiap orang Kristen, dan melakukan karya-karya agung dalam dirinya. Bila Roh Kudus dicurahkan atas manusia, manusia dihidupkan kembali, walaupun sebelumnya ia telah mati dan mengering seperti tulang-tulang yang kering (bdk. Yeh 37). Oleh karena itu, Roh Kudus bertugas menghidupkan manusia, menghidupkan hatinya, melunakkan yang keras, meluruskan yang bengkok, menghangatkan yang dingin, dan mengubah hati dari “batu” serta menggantinya dengan hati yang dari daging, yang dapat merasa dan dapat mencinta (bdk. Yeh 36:26).
Roh Kudus selalu berkarya di dalam Gereja dan melalui anggota-anggotanya. Ia senantiasa berkarya melalui seseorang: menguasai serta mengubahnya. Memang Ia juga menyatakan kehadiran-Nya melalui tanda-tanda yang mengherankan, tetapi segala karya-Nya selalu bertolak dari kedalaman batin manusia. Di situ pula orang mengenal-Nya.