Bekerja Bagi Kekekalan
Yohanes 6 : 27
Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya.
Pada masa kemajuan tehnologi dalam berbagai sarana maupun bidang kehidupan masa kini banyak orang menekankan pada efisiensi, termasuk kebutuhan sehari-hari yang berurusan dengan tubuh manusia. Demi efisiensi aneka jenis makanan disediakan serba instant: mie, kopi dst.. Demikian juga karena telah kerja keras seharian maka harus makan enak sesuai dengan selera. Efisiensi, selera, cepat dapat, kerja sedikit hasil banyak begitulah yang dominan di hati maupun akal budi. Padahal jika dicermati atau diteliti apa yang efisien dan sesuai selera tersebut belum tentu sehat demi tubuh. Apa yang instant atau mengikuti selera tersebut sering juga tergantung dari alat-alat atau sarana-sarana penunjang lainnya, maka jika alat atau sarana tersebut rusak atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya sering orang merasa sudah kiamat, kecewa, frustrasi atau marah-marah. Apa yang enak, sesuai selera, cepat-cepat dst.. biasanya juga tidak akan dapat dinikmati dalam jangka panjang, melainkan sesaat saja.
Dan yang lebih memprihatinkan adalah orang sudah sedemikian terkuasai aneka sarana dan alat produksi manusia itu juga menjadi lebih menggantungkan diri pada alat atau sarana tersebut daripada manusianya, apalagi pada yang ilahi. Orang banyak itu mencari Yesus hanya karena roti bukan kepercayaan atau iman bahwa Yesus adalah Sang Penyelamat Dunia. Maka baiklah kita renungkan dan hayati ajakan Yesus : Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya. Mari kita renungkan sabda itu dengan nasehat ini: Hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian. (Luk 12:23). Yang kekal kiranya hidup, yang memang perlu didukung oleh tubuh yang sehat.
Jadi sebenarnya tidaklah cukup bagi umat manusia hanya mendasari seluruh tindakan atau pengabdiannya dengan cinta yang besar. Sebab cinta atau kasih dalam kehidupan sehari-hari dapat berubah atau menyimpang menjadi cinta-diri. Kasih juga perlu diarahkan dan dikendalikan oleh kuasa iman. Dan pada pihak lain iman yang benar bukan sekedar orientasi religius kepada Allah yang abstrak, tetapi kepada wujud penyataan Allah yang telah terjadi dalam diri Yesus Kristus. Itu sebabnya Tuhan Yesus menegaskan bahwa Dialah yang disahkan oleh Allah dengan meteraiNya. Sehingga melalui iman kepada Kristus, manusia akan memperoleh hidup yang kekal.