Kesetiaan Terhadap Tuhan
Lukas 16 : 10 – 13
Kesetiaan merupakan tuntutan dan kewajiban setiap orang. Tetap setia berarti setia memegang janji, setia terhadap apa yang dikatakan, dan setia dalam tangung jawab dan peri laku yang baik. Meskipun tuntutan ini berat tetapi harus dilakukan, meskipun sudah menjadi sifat dasar manusia untuk selalu ingin bebas, memiliki kebebasan menentukan pilihan, kebebasan yang sering justru menjurus kepada ketidaksetiaan.
Adam dan Hawa diciptakan untuk memiliki hubungan yang akrab dengan Allah. Dalam hubungan yang seperti ini mereka hidup dalam suasana yang damai, penuh kebahagiaan dan berkecukupan. Semua begitu indah, sampai suatu saat mereka tergoda untuk keluar dari kesetiaan mereka kepada Allah. Mereka tergoda untuk tidak setia terhadap janji dan larangan Allah, dan ingin memiliki sesuatu yang lebih dari apa yang disediakan bagi mereka. Akibatnya mereka terjerumus dalam ketidaksetiaan, dalam kebohongan dan saling melempar tanggung jawab.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah menghasilkan aneka alat atau instrument yang sangat kecil dan penting, antara lain yang terkait dengan serat optic. Apa yang kita butuhkan dalam hidup sehari-hari juga perkara kecil dan sederhana, misalnya: makan, minum, tidur, istirahat, omong-omong, duduk bersama dengan mesra, dst.. Dalam hal makan, minum dan tidur misalnya, jika orang mengalami kesulitan dalam hal ini kiranya ia juga akan mengalami kesulitan yang lebih besar terhadap hal-hal besar, sulit dan berbelit-belit. Maka marilah kita dengan rendah hati dan bekerja keras untuk setia dalam perkara-perkara kecil, pekerjaan dan tugas yang kecil dan sederhana. Dengan kata lain marilah kita sungguh hidup mendunia, terlibat dan berparsipasi dalam seluk-beluk dunia mulai dari yang kecil dan sederhana; mencari dan mengusahakan kesucian hidup dengan mendunia.
Kesetiaan merupakan salah satu karakter penting yang harus dimiliki setiap anak-anakNya. Paulus menggolongkan kesetiaan sebagai salah satu dari buah Roh. "Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu." (Galatia 5:22). Dalam ayat bacaan hari ini kita bisa melihat pandangan Yesus mengenai kesetiaan itu. "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas 16:10). Ini benar adanya. Kita tidak akan bisa setia terhadap perkara besar apabila dalam perkara kecil saja kita sudah gagal untuk setia. Kita harus bisa mulai belajar untuk setia terhadap hal-hal kecil.
Belajar menghormati kepercayaan yang sudah diberikan kepada kita, menjaganya dengan baik, walau kecil sekalipun. Jika terhadap suami atau istri, sahabat, keluarga saja kita tidak bisa setia, jika terhadap tempat kerja saja kita tidak setia, bagaimana kita bisa setia kepada Tuhan? Perselingkuhan itu adalah perbuatan keji di mata Tuhan. Bahkan orang yang menceraikan suami atau istrinya dan kemudian kawin lagi dengan suami atau istri lain digolongkan sebagai perzinahan. (ay 18). Jika hal ini saja sudah merupakan pelanggaran besar, apalagi jika kita berkhianat atau "berselingkuh" dengan mempercayai allah-allah lain (huruf kecil) atau roh-roh, arwah-arwah dan sebagainya sementara kita mengaku masih terus berdoa dan rajin beribadah? Tidak bisa tidak, kesetiaan harus dimulai dari hal-hal kecil dalam hidup kita terlebih dahulu.