Sabtu, 27 November 2010

Renungan Minggu28 Nopember 2010


Menantikan Raja Keadilan
Yesaya 32 : 1 - 8
Dalam kehidupan nyata tidaklah mudah bagi kita untuk menantikan kedatangan Tuhan tanpa terlena. Apalagi ketika kedatangan Tuhan tersebut sesuatu yang belum jelas bentuknya dan sesuatu yang mungkin masih jauh di depan.  Ketika kita harus menunggu seseorang dalam waktu yang sangat lama dan tidak terlalu jelas kapan dia datang, kita cenderung menjadi gelisah dan tidak tahan terus menanti. Sebab dapat timbul suatu pertanyaan: “Benarkah dia akan datang?” Apakah penantian yang  sedang kulakukan ini tidak sia-sia? Ketika pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak terjawab maka  mulai timbul benih-benih perasaan pesimistis dan ragu-ragu. Dalam situasi yang demikian, kita dapat mudah terlena dan tergoda untuk melakukan berbagai hal yang menyukakan diri. Jadi bagaimanakah sikap kita yang benar dalam menantikan kedatangan Tuhan? Apakah yang harus kita lakukan agar kita tidak terlena dalam hawa-nafsu yang duniawi, sehingga kita dapat menyambut kedatangan Tuhan dan bertanggungjawab kepadaNya? Bagaimanakah kita mengimplementasikan nasihat Tuhan Yesus yang berkata: “Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang” (Mat. 24:42).
Kita dapat terlena dalam kehidupan duniawi apabila dalam masa menantikan Tuhan tersebut kita lebih banyak bersikap pasif menunggu,  sehingga kita tidak memanfaatkan setiap waktu dan kesempatan secara bertanggungjawab. Dengan sikap pasif berarti kita belum mengerahkan seluruh kemampuan, talenta dan karunia dari Tuhan secara optimal. Akibatnya seluruh kemampuan, talenta dan karunia dari Tuhan tersebut tidak pernah terasah, tidak terlatih dan tidak siap digunakan sesuai fungsinya, sehingga kita tidak memiliki perlengkapan senjata yang seharusnya untuk menghadapi kuasa kegelapan. Di Rom. 13:12 rasul Paulus memberi nasihat: “Hari sudah malam, telah hampir siang. Sebab itu marilah kita menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang!”  Kita sering terlena seperti saat kita sedang tidur di waktu malam, sehingga kita tidak waspada dengan kekuatan dan serangan dari kuasa kegelapan. Dalam hal ini kita melupakan suatu kebenaran teologis bahwa kuasa kegelapan itu justru sangat aktif, mereka selalu dinamis dan penuh strategi untuk melawan dan menghancurkan kehidupan setiap umat percaya(bdk. Ayb. 1:9-12).  Kuasa kegelapan dan tentaranya memiliki kemampuan untuk merencanakan atau merancang suatu visi yang jauh ke depan.  Mereka mampu mengoperasikan setiap misi penyerangan dengan strategi dan perlengkapan senjata yang handal.  Namun pada sisi lain umat percaya sering merasa dirinya kuat, sehingga mereka bertindak ceroboh dan takabur. Karena itulah rasul Paulus mengingatkan agar kita segera bangun dari tidur sebab hari telah siang. Kini saatnya bagi seluruh umat percaya untuk segera menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mereka harus mengenakan perlengkapan senjata terang. Setiap umat percaya dipanggil untuk terus mengasah perlengkapan senjatanya dan melatih dirinya untuk berperang sehingga mereka dapat menang dalam peperangan rohani melawan kuasa kegelapan. Perlengkapan senjata tersebut adalah diri Tuhan Yesus sendiri. Rasul Paulus berkata: “Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya” (Rom. 13:14).
                Kita mengenal nama Steve Jobs sebagai seorang pendiri dan CEO komputer dengan merek “Apple”. Kreativitas dan kerja yang excellence dalam diri Steve Jobs sebenarnya dilandasi oleh filosofinya tentang kehidupan dan kematian. Filosofi Steve Jobs adalah: "Jika hari ini adalah hari terakhir hidupku, akankah aku melakukan apa yang bakal aku lakukan biasanya hari ini?"  Steve Jobs menghayati dengan sadar bahwwa setiap hari adalah hari terakhr dalam hidupnya. Karena setiap hari adalah hari terakhir, maka dia berupaya untuk melakukan setiap hal setiap hari dengan sungguh-sungguh, bersifat total, sempurna dan berkualitas. Jadi kesadaran akan hal-hal akhir (refleksi atas kematian) mampu memotivasi dan mendorong kita untuk melakukan sesuatu yang sangat bernilai, excellence dan bermutu di masa kini. Dalam konteks yang hampir sama, Mahatma Gandhi pernah berkata, "Hiduplah seakan kamu akan mati esok, tapi belajarlah seakan kamu akan hidup untuk selamanya". Pemahaman teologis inilah yang seharusnya menjiwai umat percaya saat menghayati makna Minggu Adven I. Karena umat percaya sungguh-sungguh menyadari kedatangan Kristus untuk menghakimi secara tidak terduga, maka umat percaya dipanggil untuk melakukan yang terbaik, terindah dan termulia di setiap masa kini.
Yesus akan datang sebagai Raja atau segala raja dan Tuhan atas segala tuhan. KedatanganNya yang pertama di dunia adalah untuk menebus dosa umat manusia, sedangkan nantinya Dia akan datang untuk menghakimi orang berdosa.  Tetapi dikatakan bahwa "...tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri."  (Matius 24:36).  Ayat ini menyatakan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui hari dan saat kedatangan Yesus, bahkan malaikat-malaikat di sorga dan Anak pun tidak, hanya Bapa sendirilah yang tahu.  Yesus mengatakan hal ini dengan tujuan agar para muridNya tidak mempersoalkan kapan Dia akan datang kembali, dengan harapan mereka senantiasa dalam kondisi siap menantikan kedatanganNya.
Kita harus menanti kedatangan Tuhan Yesus dengan tetap melaksanakan semua tugas dan tanggung jawab kita sebaik-baiknya. Walaupun tidak ada seorang pun yang tahu kapan waktu kedatangan Tuhan Yesus, kita harus menghindari sikap tidak percaya dan tidak peduli.Sikap tidak percaya akan terhindar bila kita terus bertumbuh dalam iman. Iman akan membuat kita mempercayai bahwa apa yang dijanjikan Tuhan pasti akan terpenuhi.

Jumat, 26 November 2010

Renungan Hari Sabtu, 27 Nopember 2010


Jangan Cepat Marah
Efesus 4 : 26 – 27
Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis
Ada banyak alasan orang menjadi marah. Namun satu hal yang dapat dikatakan adalah orang menjadi marah, karena orang mudah dikuasai oleh emosinya. Emosi yang membara dapat membuat orang gelap mata. Orang tidak tahu lagi apa yang dihadapi. Orang hanya memuaskan emosinya yang biasanya bersifat sesaat itu. Untuk itu, orang mesti berani mengendalikan emosinya. Orang mesti berusaha sekuat tenaga untuk membiarkan emosinya mengalir perlahan hingga menjadi dingin. Tidak mudah terbakar oleh emosi yang bersifat sesaat itu. Kalau orang bersikap seperti ini, orang menemukan damai dan bahagia dalam hidupnya. Orang akan merasakan bahwa hidup ini semakin indah dan berguna bagi orang lain.
Mengapa kita tidak boleh marah? Karena marah membuat orang kehilangan kesadaran. Orang yang marah mudah terpancing. Yang dimarahi belum tentu terpancing, tetapi yang marah sudah pasti panas hatinya. Seperti orang yang melempar tahi. Yang dilempar belum tentu kena, tetapi yang melempar: tangannya sendiri belum-belum sudah berbau busuk.  
Jadi dari pihak kita, mengertilah bahwa segala peristiwa yang tidak beres di sekeliling kita yang membuat kita ingin marah, dipakai Tuhan untuk melatih kita dalam hal PENGUASAAN DIRI terhadap kemarahan. Seharusnya kita mengerti bahwa Tuhan terus menerus memproses kita menuju kematian daging, artinya kita harus gunakan itu semua sebagai LATIHAN PENGUASAAN DIRI, sampai daging kita benar-benar mati, dan kita mencapai Galatia 2:20; 'hidupku bukan aku lagi, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” Atau setidaknya, dengarkan nasehat Tuhan berikut : “Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa, Berkata-katalah dalam hatimu di tempat tidurmu, tetapi tetaplah diam.” (Mazmur 4:5). Kita masih ingin membantah, bukan? “Tidak bisa, Tuhan! Ini harus dilampiaskan, setidaknya biarkan aku bicara!” Atau lebih parah lagi : “Biarkan aku bertindak!”. 

“Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, bertekunlah dalam doa.” (Roma 12:12). Artinya, walaupun rasa sesak di dada, tetaplah bersukacita dan bertekun dalam doa. Bagaimana caranya? Mungkin anda bisa curhat ke teman-teman sampai amarah itu reda dan bisa bersukacita kembali, atau mungkin 'tabrak' saja perasaan marah itu, terus pasang kaset pujian, menyanyi memuji Tuhan, sampai amarah anda hilang dan berganti dengan sukacita.  
“Berkatilah orang yang menganiaya kamu, berkatilah, dan jangan mengutuk!” (Roma 12:14). Tahan, supaya jangan ada kutuk keluar dari mulut kita. Karena kalau sampai keluar, maka kutuk itu jadi, karena ada kuasa dalam perkataan kita. Tetapi Tuhan akan menuntut pertanggung-jawaban kita, karena 'setiap kata-kata yang sia-sia harus dipertanggung-jawabkan pada akhir jaman'.

Renungan Hari Jumat, 26 Nopember 2010


Menuruti Perkataan Tuhan
Wahyu 22 : 7
 "Sesungguhnya Aku datang segera. Berbahagialah orang yang menuruti perkataan-perkataan nubuat kitab ini!"
                Dalam Kitab Wahyu dipenuhi dengan gambaran, ilustrasi dan lambang yang suka mengejutkan, malah banyak yang cukup menakutkan. Akan tetapi, setelah semua gambaran-gambaran yang cukup seram itu dan juga tentang penghancuran, setelah semua gambaran tentang pertempuran dan tuaian berdarah, setelah segala sengsara yang harus diderita oleh umat Allah, diperlihatkanlah kepada kita penyembuhan atas bangsa-bangsa.
 Inilah rahmat yang akan diberikan kepada orang-orang yang tetap setia, yang tetap menaruh kepercayaan mereka kepada-Nya, sekali pun di bawah pencobaan-pencobaan hidup yang begitu berat di dalam dunia ini. Proses ini melibatkan penciptaan sorga baru dan dunia baru dimana yang lama tidak lagi diingati (Yes 65:17). Benih Israel akan tetap tinggal bersama Tuhan dengan sistem baru ini (Yes 66:22) sehingga semua daging menjadi buruk selepas kebangkitan pada penghujung milenium. Sion adalah kota setia (Zak 8:3).  Yerusalem baru akan turun dari Sorga (Wah 3:12).
 Kita menunggu sorga yang baru dan dunia yang baru dimana terdapat kebenaran (2Pet 3:13). Kota Allah ini dinantikan oleh orang-orang setia sekurang-kurangnya dari Abraham (Ibr 11:10).  Inilah visi para tua-tua.  Kita akan ditempatkan di dalam kota itu (Ef 2:6, 18-22).  Mazmur 48 menunjukkan bahawa Kota Allah itu berada di atas gunung kekudusanNya. Ibrani 8:5 menunjukkan bahawa khemah bait suci di dunia hanyalah model atau gambaran kepada khemah bait suci spiritual di sorga diatas gunung atau taman Allah.
Ayat-ayat terakhir dalam Kitab Wahyu mengetengahkan ‘seorang’ Allah yang sungguh berhasrat untuk menyembuhkan dan menyelamatkan umat-Nya. Kita dapat mencari ke banyak sumber guna menemukan jawaban-jawaban atas berbagai masalah/persoalan kita. Banyak jawaban yang baik, ada pula jawaban yang tidak baik betul. Akan tetapi, pada akhirnya hanya ada satu sumber penyembuhan. Satu jawaban atas semua kesulitan kita,  satu obat yang mampu menyembuhkan segala luka kita: YESUS KRISTUS. Dia datang selagi kita dengan fokus memandangi wajah-Nya yang indah dan memperkenankan Dia untuk membuat nama-Nya tertulis di dahi  kita (lihat Why 22:4).
Kitab Wahyu dituliskan supaya menjadi peringatan dan untuk ditaati. Bukan sekali ini saja Alkitab berkata agar kita menuruti firman Tuhan. Dan kunci untuk meraih hidup yang kekal adalah dengan menuruti firman Tuhan, seperti Alkitab katakan, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya” (Yohanes 8:51). Kalau direnungkan dengan dalam, seharusnya kita menyadari betapa fananya manusia itu. Dan kalau kita tahu betapa fananya kita, maka seharusnya kita memperhatikan perkara-perkara yang kekal. Satu-persatu manusia menuju liang lahat, dan suatu hari nama kita akan dipanggil. Tetapi jangan takut dengan kematian pertama, sebab kematian kedua tidak akan kita alami bila kita percaya kepada Yesus. Dia sudah mati buat dosa-dosa kita, dan harga “tiket” untuk masuk ke dalam kerajaan surga sudah terbayar dengan lunas.

Rabu, 24 November 2010

Renungan Hari Kamis, 25 Nopember 2010


Pribadi Yang Menghidupkan
Mazmur 30 : 4
TUHAN, Engkau mengangkat aku dari dunia orang mati, Engkau menghidupkan aku di antara mereka yang turun ke liang kubur
Jika kita atau saudara kita ‘hampir mati’ alias sedang menderita sakit atau berkurang kesehatan dan kebugarannya atau berdoa, hendaknya mohon penyembuhan antara lain dengan merenungkan sabda Tuhan atau kembali setia pada aturan dan tatanan yang terkait dengan hidup, panggilan dan tugas pengutusannya. Segala macam bentuk penyakit, entah sakit hati, sakit jiwa, sakit akal budi dan sakit tubuh, hemat saya terjadi karena pelanggaran atau ketidak-setiaan pada aturan dan tatanan hidup.
Hanya karena rahmat Tuhan kita dapat hidup bahagia dan sejahtera seperti saat ini, dan mungkin di antara kita juga ada yang berkelebihan: lebih suci, lebih sehat, lebih kaya, lebih berpengalaman, lebih pandai/cerdas dst.. dari yang lain atau sesama kita. Dengan rendah hati Paulus mengingatkan kita yang merasa berlebihan, dan kiranya dalam arti atau hal tertentu masing-masing dari kita pasti berkelebihan, untuk mencukupkan mereka yang berkekurangan sehingga terjadi keseimbangan dalam kebersamaan kita.
Maka baiklah jika kita lebih suci menularkan kesucian kita kepada mereka yang merasa berdosa dengan keteladanan atau latihan-latihan, jika kita lebih sehat kita perhatikan saudara-saudari kita yang sakit-sakitan mungkin dengan mengajaknya berolahraga atau makan-minum bergizi, jika kita lebih kaya kita bagikan kekayaan kita kepada mereka yang miskin dan berkekurangan, jika kita lebih berpengalaman kita bagikan pengalaman kita kepada sesama, jika kita lebih pandai atau cerdas marilah dengan penuh kesabaran dan ketekunan kita dampingi dan latih saudara-saudari kita yang kurang pandai atau kurang cerdas .
Jika terjadi keseimbangan dalam kebersamaan kita, kami yakin kehidupan bersama akan menjadi damai, aman sentosa dan sejahtera, tidak ada kerusuhan atau kejahatan yang sering membuat hidup bersama kurang enak dan kurang nyaman.
 Semua ciptaan di dunia ini, entah manusia, flora atau fauna “baik dan berguna”, sehingga kebaikan ada di mana-mana dan kapan pun juga. Segala usaha untuk ‘meracuni’ sesama dengan cara apapun tidak akan kena, semua strategi atau provokasi untuk menjatuhkan sesama tidak berarti lagi. Dalam suasana damai sajahtera semua umat beriman menghayati imannya dengan setia dan konsekwen, sehingga masing-masing pribadi tumbuh berkembang menjadi semakin dewasa dan mantap sesuai dengan tugas perutusan dan panggilannya.

Renungan Hari Rabu, 24 Nopember 2010


Bahagian Kita Pada Yang Kekal
Daniel 12 : 13
Tetapi engkau, pergilah sampai tiba akhir zaman, dan engkau akan beristirahat, dan akan bangkit untuk mendapat bagianmu pada kesudahan zaman.
Penglihatan yang didapat Daniel sesungguhnya nubuat yang berbicara juga tentang kesudahan zaman kita kini. Kita memang harus mewaspadai tanda-tanda zaman, tetapi terlebih penting lagi bagi kita adalah untuk mempersiapkan diri menghadapi masa itu. Apakah ketika menghadapi masa pengujian iman, kita sendiri akan lolos?
Dalam kitab para nabi seringkali disebut tentang "hari Tuhan", "hari terakhir", "hari terakhir", "hari penghakiman" atau "pada hari itu". Ungkapan-ungkapan ini menunjukan pada masa depan bilamana Tuhan Allah akan bertindak dan akan mendatangkan keadaan yang sama sekali baru. Dalam Perjanjian Baru "hari Tuhan" itu disamakan dengan "hari Yesus Kristus" yaitu waktu kedatangan-Nya sebagai Hakim dan Juruselamat pada akhir zaman.
Walau demikian ada janji kelepasan. Seberapa besarpun serangan yang ditujukan pada Israel, Allah berjanji melindungi mereka. Namun kelepasan ini tidak berlaku untuk semua orang melainkan hanya bagi mereka, yang namanya tertulis dalam Kitab. Kita melihat bagaimana Allah memelihara umat-Nya untuk menerima keselamatan yang akan dinyatakan pada zaman akhir (1Pet. 1:5). Selain itu, orang-orang yang sudah mati akan bangkit. Sebagian untuk diselamatkan dan sebagian lagi akan dihukum (Yoh. 5:29; Why. 20:4-6, 11-15).
Orang-orang yang dalam hidupnya menunjukkan ketaatan kepada Tuhan tentu akan bersinar seperti bintang. Itulah penglihatan-penglihatan yang mengejutkan Daniel. Namun Daniel diwanti-wanti agar merahasiakan semua itu (ayat 4). Tidak boleh diceritakan kepada siapapun. Melalui penglihatan tentang dua orang yang berdiri di tepi sungai, Daniel pun diberitahu bahwa proses pengujian, penyucian, dan pemurnian iman akan terjadi. Dan orang yang mampu melewati semua itu akan berbahagia.


Jamita Epistel Minggu XXIII D.Trinitatis – 3 Nopember 2024

Manghaholongi Tuhan Debata Dohot Dongan Jolma  Mengasihi Tuhan Allah Dan Sesama Manusia  5 Musa 6: 1 – 9 / Ulangan.   a)        Huri...