Senin, 21 September 2009
RENUNGAN EPISTEL MINGGU XVI SETELAH TRINITATIS, 27 September 2009
Memakai Pikiran Dan Perasaan Kristus
Filipi 2 : 1-11
1. Pendahuluan.
Surat Paulus kepada Jemaat di Filipi ini ditulis ketika Paulus berada di penjara. Jemaat di Filipi adalah jemaat pertama yang didirikan Paulus di Eropa. Filipi terletak di Makedonia, sebuah provinsi kerajaan Roma. Hati Paulus pada saat itu cemas karena ada pekerja-pekerja Kristen yang menentangnya. Juga karena di dalam jemaat di Filipi itu ada orang-orang yang mengajarkan ajaran-ajaran yang menyesatkan. Meskipun demikian surat Paulus ini bernada gembira dan penuh harapan. Apa sebabnya demikian? Tidak lain hanyalah karena Paulus percaya sekali kepada Kristus.
Paulus menulis surat ini karena pertama-tama ia mau mengucap terima kasih kepada jemaat di Filipi atas pemberian yang telah diterimanya dari mereka ketika ia berada dalam kesukaran. Dan dalam kesempatan ini pula ia ingin memberi dorongan kepada mereka supaya mereka berani dan tabah dalam menghadapi kesukaran. Ia minta dengan sangat supaya mereka rendah hati seperti Yesus, dan tidak dikuasai oleh perasaan angkuh dan mementingkan diri sendiri. Ia mengingatkan mereka bahwa hanya karena rahmat Tuhan sajalah, Tuhan membuat mereka bersatu dengan Kristus berdasarkan percaya mereka kepada-Nya, bukan karena mereka taat menjalankan upacara-upacara agama yang ditentukan dalam hukum agama Yahudi. Selanjutnya Paulus menulis juga tentang kegembiraan dan sejahtera yang diberikan Tuhan kepada orang-orang yang hidup bersatu dengan Kristus.
Ciri khas surat ini ialah tekanannya pada kegembiraan, keteguhan hati, kesatuan, dan ketabahan orang Kristen dalam mempertahankan percayanya kepada Kristus dan dalam menjalani hidup sebagai orang Kristen. Surat ini menunjukkan juga betapa cintanya Paulus kepada jemaat di Filipi itu.
2. Penjelasan
a. Di dalam Kristus, kita telah memperoleh sumber kekuatan untuk kehidupan bersama, yaitu nasihat, penghiburan kasih, persekutuan Roh, kasih mesra, dan belas kasihan (2:1). Walaupun setiap orang berbeda, Allah menghendaki agar umat-Nya bersatu dan menjadi sehati sepikir (2:2) dengan dilandasi oleh Firman Tuhan. Kunci untuk menjaga kesatuan dalam kebersamaan adalah bahwa kita tidak boleh egois, melainkan harus memperhatikan kepentingan orang lain (2:4). Adalah sekelompok kuda liar tengah merumput di padang belantara. Tiba-tiba muncul seekor harimau yang sedang mencari mangsa. Serentak kuda-kuda itu melindungi diri dengan cara berdiri saling berhadapan membentuk lingkaran. Harimau pun tidak berani mendekat, karena takut kena tendang. Namun dengan tipu muslihatnya ia berkata, “Sungguh barisan yang bagus. Boleh aku tahu kuda pintar mana yang mencetuskan ide ini?” Kuda-kuda itu pun termakan hasutan. Mereka berdebat siapa yang pertama mencetuskan ide tadi. Karena tak ada kata sepakat, akhirnya mereka tercerai-berai. Harimau pun dengan mudah memangsa mereka. Persatuan sangat penting. Tanpa persatuan sebuah komunitas atau kelompok akan rapuh, maka persatuan harus diperjuangkan. Begitu juga dalam gereja. Paulus menasihati jemaat di Filipi supaya bersatu. Dasar persatuan kristiani adalah Kristus. Jadi setiap orang dalam jemaat hendaknya meneladani Kristus (ayat 5):
1. Walaupun dalam rupa Allah, tetapi tidak menganggap kesetaraan-Nya itu sebagai milik yang harus dipertahankan (ayat 6)—Tidak sombong atau merasa paling hebat.
2. Telah mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba (ayat 7a)—Memiliki semangat memberi; bukan hanya mau menerima.
3. Menjadi sama dengan manusia (ayat 7b)—Berempati terhadap sesama; tidak lekas menghakimi atau menuduh, tetapi berusaha menempatkan diri pada posisi orang lain untuk mengerti dan memahami. Saat jemaat sepakat untuk bersatu, iblis pun gentar! Pepatah Cina mengatakan “Sepuluh lidi yang diikat menjadi satu lebih kokoh dibanding seribu lidi yang tercerai-berai”.
b. Kristus telah memberikan teladan untuk kita hayati dan kita tiru (2:5). Kristus tidak mempertahankan status kesetaraan dengan Allah, melainkan mengosongkan diri dan menempati posisi sebagai hamba dan menjadi sama dengan manusia, serta merendahkan diri dan taat sampai mati di kayu salib (2:6-8). Spiritualitas merendahkan diri tidaklah mudah, sebab membutuhkan proses pembaharuan atau transformasi hidup yang sangat berat. Dalam diri kita senantiasa memiliki kecenderungan yang sangat kuat untuk menonjolkan diri walaupun sebenarnya tidak ada yang layak untuk ditonjolkan. Kalau kita kaya raya, maka kita cenderung menonjolkan harta milik yang kita punya. Kalau kita pandai, maka kita cenderung untuk menunjukkan kehebatan “intelektualitas” dan daya kritis kita. Kalau kita berkedudukan tinggi dan berpengaruh, maka kita cenderung untuk menunjukkan seberapa besar kuasa kita untuk mengatur segala sesuatu. Sehingga tanpa persetujuan dari kita, maka segala sesuatu pasti akan menjadi tidak beres dan cacat. Tetapi bagaimana seandainya kita tidak kaya, tidak pandai dan tidak berpengaruh; apakah kita akan bersikap rendah hati? Belum tentu! Kita juga akan dapat menunjukkan “kehebatan” diri dengan cara lain, misalnya: kita menunjukkan kepada orang lain kalau kita punya fisik dan otot yang kuat, kita dapat menunjukkan sikap yang “mengasihani diri”, kita menunjukkan sikap yang “rendah-diri” (minder), atau kita mungkin memiliki banyak siasat untuk mencari kesalahan dan kelemahan orang lain serta kelihaian untuk menyebarkan fitnah kepada orang-orang yang tidak kita sukai. Semua sikap tersebut pada prinsipnya merupakan respon kita terhadap sesuatu hal yang kita anggap kurang baik dan tidak menyenangkan hati, sehingga kita terdorong untuk memperlihatkan “kuasa” yang kita miliki untuk mencapai suatu tujuan dan keinginan hati kita.
c. Tuhan Yesus walaupun Messias yang penuh dengan kuasa dan Roh Allah, Dia dengan tulus bersedia untuk merendahkan diriNya di sungai Yordan. Dalam perendahan diriNya, Kristus menjangkau dan merangkul semua umat agar mereka memperoleh perjanjian keselamatan dari Allah. Kristus tidak pernah membiarkan orang-orang yang putus harapan dan kehilangan semangat menjadi binasa. Sehingga dengan perendahan diriNya, Kristus dapat menolong dan memulihkan setiap orang yang telah putus-asa dan kehilangan semangat hidup. Sayangnya kita selaku jemaat, justru sering berlaku sebaliknya. Karena kita menunjukkan sikap yang arogan maka kita sering membuat orang-orang di sekitar kita menjadi patah arang. Buluh yang sudah patah terkulai, kita putuskan; dan sumbu yang sedang pudar nyalanya, nyala apinya segera kita matikan. Penyebabnya karena hidup kekristenan kita belum dipulihkan oleh kuasa kasih Kristus. Pola dan nilai-nilai kehidupan kita masih diwarnai oleh kuasa duniawi, sehingga kekristenan kita tidak dapat menjadi alat keselamatan Allah yang efektif. Sehebat apa pun prestasi yang kita capai, prestasi itu pasti akan berkurang nilainya ketika kita menjadi sombong karenanya. Kesombongan tidak akan menaikkan derajat kita di mata orang lain, sebaliknya malah akan merendahkan diri kita sendiri. Seperti dikatakan oleh penulis Amsal, "Keangkuhan merendahkan orang, tetapi orang yang rendah hati, menerima pujian" (Amsal 29:23). Jadi, betapa indahnya bila kita mempelajari dan menjalankan "ilmu padi"; semakin berisi, semakin merunduklah ia.
d. Allah menciptakan manusia sebagai makhluk ciptaan yang unik. Manusia bukan hanya berbeda dengan makhluk ciptaan yang lain, melainkan juga berbeda dengan sesamanya. Sekalipun demikian, kita harus selalu mengingat bahwa Allah menciptakan manusia dalam perbedaan satu dengan yang lain bukan agar kita bisa saling mengkritik atau saling menghakimi, melainkan agar kita saling melengkapi dan saling menguatkan. Apakah dalam kehidupan bersama, Anda sudah mengikuti teladan Tuhan Yesus yang rela untuk merendahkan diri-Nya dan mengorbankan diri-Nya untuk kepentingan umat-Nya? Apakah dalam kehidupan bersama, Anda sudah membiasakan diri untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri, melainkan mengutamakan kepentingan orang lain? Amin
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Jamita Epistel Minggu XXIII D.Trinitatis – 3 Nopember 2024
Manghaholongi Tuhan Debata Dohot Dongan Jolma Mengasihi Tuhan Allah Dan Sesama Manusia 5 Musa 6: 1 – 9 / Ulangan. a) Huri...
-
Marparangehon Hatiuron Psalmen 133: 1 – 3 a. Ia Psalmen bindu 133 on ima psalmen na marisihon poda habisuhon dohot hata n...
-
Sihol ni roha tu Debata P salmen 63 : 1 – 8 1) Uju di halongonan. Na menghindar do si Daud laho tu halongonan ala sai dilele raj...
-
Mangolophon Jala Manghatindangkon Gogo Ni Tuhan i Psalmen 23 : 1 – 6 a. Hita na hinaholongan dibagasan Jesus Kristus, nunga jot...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar