Jumat, 11 September 2009

RENUNGAN EPISTEL 13 SEPTEMBER 2009


Percaya Akan Kuasa Tuhan
1 Rajaraja 17: 7-16
By. Pdt. Eben Ezer Munthe, S.Th

Memiliki anggapan bahwa orang Kristen tidak akan tersentuh penderitaan akan membuat kita menelan kekecewaan. Justru bila tidak pernah diuji dalam dapur api penderitaan, kita tidak akan pernah tahu kokoh tidaknya iman kita. Banyak orang Kristen yang memiliki anggapan, bahwa sebagai orang yang telah menerima janji TUHAN untuk menerima berkat berkelimpahan baik di dunia maupun di Sorga, maka dirinya tidak akan tersentuh oleh penderitaan dan kemalangan. Dan ketika kesulitan mendobrak hari-harinya yang tenang, dia akan terkejut menghadapi kenyataan dan bertanya, bukankah problema tidak memiliki hak merampas kebahagiaannya? Drama kehidupan Ayub mengajarkan, bahwa penderitaan dan kesulitan bukan monopoli orang fasik. Orang beriman dan orang fasik mendapat bagian yang sama. (Ayub 1 : 1, 6 – 8) Tidak banyak orang yang dinyatakan oleh ALLAH sendiri sebagai seorang yang benar dan takut akan ALLAH. Pujian dari ALLAH ini menunjukkan bahwa Ayub termasuk ke dalam golongan orang yang mendekati standar orang beriman yang dituntut oleh TUHAN. Nyaris sempurna, namun belum sempurna. Sebagai manusia, Ayub masih memiliki kekurangan.
Begitu pula yang dengan Yusuf yang memiliki iman yang luar biasa yang ditunjukkannya dalam menghadapi ujian kehidupan. Sumur yang gelap tidak membuatnya menangis, dijual sebagai budak belian oleh kakak-kakaknya tidak membuat Yusuf memohon-mohon untuk dikasihani. Seakan belum cukup semuanya itu, Yusuf masih harus mengalami ujian lainnya agar imannya lebih teguh dan sempurna. Ujian berikutnya yang dialami Yusuf adalah mendekam di penjara akibat fitnah yang dilancarkan istri Potifar. Yusuf lulus dalam ujian itu. Dia tidak berkata apapun untuk membela dirinya. Ketika TUHAN melayangkan pujian-NYA kepada Ayub di hadapan iblis, ketika itu pulalah iblis mulai mengasah kuku-kuku tajamnya, siap untuk menerkam Ayub. Iblis sangat tidak senang bila anak TUHAN beribadah kepada TUHAN dengan sungguh-sungguh. Dia tidak henti-hentinya melancarkan serangan. Tujuannya adalah supaya kita mau melepaskan iman kita akibat penderitaan yang ditimbulkannya. Karena itu dari satu sisi, penderitaan yang dialami seseorang dapat dianggap sebagai salah satu bukti, bahwa dia adalah benar-benar seorang Kristen.

Dengan penuh rasa iri, iblis menuduh Ayub, bahwa keteguhan iman Ayub bersandarkan berkat TUHAN yang selalu memagarinya. Bahkan iblis dengan penuh percaya diri memastikan tindakan Ayub yang akan memuntahkan sumpah serapahnya bila pagar yang mengelilingi kehidupan Ayub yang nyaman itu diobrak-abrik.Jawaba n TUHAN sungguh di luar dugaan. TUHAN mengizinkan iblis mengerjai Ayub! Bukankah seharusnya TUHAN melindungi dan menjagai anak-anak-NYA bagaikan biji mata-NYA sendiri? Jangan kita tergesa-gesa mengambil kesimpulan yang keliru atau malah menggerutu atas keputusan yang telah ditetapkan oleh TUHAN. Tentu TUHAN memiliki maksud tertentu dengan segala keputusan-NYA itu. Justru melalui serangan setan itu akan membuktikan kualitas iman kita. Benarkah iman kita itu sungguh-sungguh teruji, ataukah iman kita hanya bersandarkan berkat TUHAN seperti yang dituduhkan si iblis.
Kriteria iman yang tidak bersandarkan pada berkat TUHAN: diberkati atau mengalami penderitaan, tidak menghalangi seseorang untuk mengucap syukur dan beribadah kepada TUHAN. Iman seperti itulah yang dimiliki nabi Habakuk yang dinyatakan dalam doanya di dalam Habakuk 3 : 17 "Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang, namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN ..." Bertanya tentang keputusan TUHAN yang terjadi di dalam hidup kita sudah merupakan salah satu bentuk protes. Dalam menghadapi ujian, seharusnya kita tidak usah bertanya, tetapi menjalaninya dengan ketaatan dan ucapan syukur. Berdoalah memohon kekuatan dari TUHAN agar kita dapat menyelesaikan ujian yang diberikan TUHAN kepada kita, sehingga iman kita menjadi sempurna. Menjalani ujian dengan tenang sudah merupakan satu hal positif. Sebab pemberontakan sudah pasti tidak akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik.
Kemurtadan bangsa Israel mendorong Elia berdoa kepada ALLAH agar jangan turun hujan. Doa Elia ini dikabulkan oleh TUHAN sehingga tidak turun hujan selama tiga setengah tahun di tanah Israel. Doa Elia yang dikabulkan oleh TUHAN ini menunjukkan, bahwa Elia adalah seorang yang beriman, yang takut akan ALLAH. Seorang murid atau mahasiswa yang menghadapi kertas ujian harus menjawab atau mengerjakan soal-soal yang dihadapinya jika ingin lulus. Seperti seorang murid, iman Elia pun diuji. TUHAN memerintahkan Elia untuk pergi ke sungai Kerit. Di sana Elia akan minum dari air sungai Kerit dan akan diberi makan melalui burung gagak.
Dalam menghadapi ujian, Elia tidak protes atau bertanya, "TUHAN, mengapa ENGKAU tidak menempatkan aku di kota besar saja?" Tidak. Elia sama sekali tidak membantah Firman ALLAH. Dengan penuh ketaatan dilakukannya tugas yang telah diperintahkan oleh TUHAN. Seandainya saja dia berulang kali bertanya kepada "Sang Guru Agung" untuk memberikan jawaban atas "soal-soal ujian kehidupan" yang sedang dijalaninya, tentu saja dia tidak akan lulus ujian. Namun Elia tidak bersikap seperti itu; dia mau menghadapi ujian yang harus dijalaninya. Dengan demikian dia dinyatakan lulus ujian.
Kerohanian seorang Kristen harus terus bertumbuh. Bila tadinya kita adalah seorang murid, suatu saat kita harus menjadi guru yang handal dalam mengajarkan Firman kepada orang lain. Elia sudah lulus ujian yang dijalaninya di tepi sungai Kerit. TUHAN kembali berfirman kepada Elia untuk pergi ke Sarfat. Bila sebelumnya Elia menghadapi diuji oleh TUHAN, sekarang Elia berhak menguji orang lain, yaitu janda yang tinggal di Sarfat. Soal ujian yang diajukan Elia kepada janda di Sarfat adalah "Buatlah makanan terlebih dahulu bagiku." Awalnya janda itu menjawab, bahwa dia hanya memiliki sedikit tepung dan minyak yang hanya cukup untuk membuat makanan terakhir bagi dirinya dan anaknya. Setelah itu? Dia sama sekali tidak mempunyai apa-apa lagi dan hanya menunggu lonceng kematian berdentang menyambutnya.
Mendengar tutur kata si janda Sarfat, Elia tidak gentar atau batal meminta dibuatkan roti. Dengan mantap Elia menguatkan wanita itu, bahwa dia tidak akan mati seperti yang dikuatirkannya bila menuruti Firman yang disampaikan Elia. Terdengar tidak masuk akal perkataan Elia itu, tapi murid yang sedang diuji ini menuruti perintah gurunya. Seorang penguji yang benar memiliki kuasa di dalam perkataannya, sehingga perkataannya dituruti. Seorang hamba TUHAN yang bersikap teguh dalam menghadapi persoalan akan dapat menasehati dan memberi kekuatan kepada anak rohaninya dalam menghadapi ujian kehidupan.
Dengan minyak dan tepung yang serba sedikit itu, janda dan anaknya tetap terpelihara sampai hujan kembali membasahi bumi. Ada dua hujan: hujan awal dan hujan akhir. Hujan awal telah terjadi yaitu pencurahan ROH KUDUS pada hari Pentakosta. Sedangkan hujan akhir adalah kedatangan TUHAN YESUS yang kedua kalinya. Jika Firman dan ROH KUDUS menuntun langkah hidup kita, maka kita akan tetap terpelihara sampai TUHAN YESUS datang menjemput kita.Yakobus 1 : 3 – 4 “sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. 4 Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun”
Bagaimana seorang murid dinyatakan lulus bila dia belum pernah diuji? Tanpa mengalami ujian iman, kita tidak akan pernah tahu sampai di mana keteguhan iman kita. Memang saat diuji itu tidak menyenangkan. Kadang-kadang kita stress saat ujian ada di depan mata. Namun jangan kita menghindari ujian. Hadapilah ujian itu. Semakin sulit ujian yang kita tempuh, semakin berharga pulalah ijazah yang kita peroleh. Semakin sulit pekerjaan yang kita hadapi, semakin besar pula hasil yang akan kita nikmati. Setiap pekerjaan memiliki kesulitannya sendiri. Dan jika kita tidak mau menghadapi kesulitan, lalu memutuskan untuk berganti pekerjaan lain setiap menghadapi kesulitan, maka kita tidak akan pernah maju. Ujian dan tantangan justru merupakan pemacu semangat untuk terus maju. Dengan demikian kita akan dapat memetik buah kesuksesan.
Betapa pun beratnya ujian yang dirasa, TUHAN tidak pernah memberikan ujian yang lebih dari pada kekuatan kita. DIA tahu pasti seberapa kuat kita menanggung beban. Bila kita mengarahkan pandangan kita kepada-NYA, kita pasti akan bertahan di dalam ujian.
Hambatan lain dalam menghadapi ujian adalah terjebak dalam kenangan masa lampau. Kita berpikir negatif jika menoleh ke belakang hanya untuk membandingkan kebahagiaan di masa silam dengan suramnya waktu yang tengah dijalani. Keluh kesah akibat pikiran negatif tidak membawa angin segar, malah hanya akan memperpanjang masa ujian. Kala musim kemarau membuat tanah kering, seorang yang berpikir positif akan berkata, "musim hujan sudah dekat". Orang yang berpikir positif akan menyadari, bahwa memang saat ini sedang diuji, namun ujian ini akan dapat dilampaui dan TUHAN kembali mencurahkan berkat-NYA. Dengan demikian kita akan segera menyelesaikan ujian dan segera merasakan berkat TUHAN seperti yang kita imani. Sebab apa yang kita pikirkan, itulah yang akan terjadi.
TUHAN menguji semua orang, baik orang benar maupun orang fasik. Berarti tidak seorang pun yang luput dari ujian. Jika kita menyadari hal ini, marilah kita bersiap untuk menghadapi ujian. Dengan berkonsentrasi menghadapinya, kita akan dapat bertahan dalam ujian dan kemudian melewatinya. Paulus mengibaratkan dirinya sebagai seorang atlet yang selalu melatih dan menguasai tubuhnya agar dapat memenangkan pertandingan iman. Patutlah kita berusaha sekuat tenaga untuk lulus dalam ujian iman sebab pemenangnya berhak atas hadiah dari ALLAH sendiri: memandang keagungan Wajah-NYA. Amin.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jamita Minggu Kantate (Endehon hamu ma di Jahowa ende na imbaru) – 28 April 2024

Ingkon Mamujimuji Jahowa do Angka na Usouso Di Ibana  ( Orang Yang Mencari Tuhan Akan Memuji NamaNya) Psalmen 22: 26 – 32     a)  ...