Selasa, 28 Juli 2009

Renungan Partangiang MINGGU IX DUNG TRINITATIS 09 Agustus 2009

MEMIKUL SALIB YESUS
Matius 16: 24-28
By. Pdt. Eben Ezer Munthe, S.Th

1) Ay. 24
Setelah Kristus memberitahukan kepada murid-murid-Nya bahwa la harus menderita, dan bahwa la telah siap dan bersedia untuk menderita, la memberitahu murid-murid-Nya sekarang bahwa mereka juga harus ikut menderita, dan harus siap dan bersedia untuk itu. Di sinilah asas-asas pemuridan diletakkan dan persyaratan ditetapkan dan berdasarkan asas-asas inilah kita memperoleh kehormatan dan manfaat sebagai murid.

Apakah arti menjadi murid Kristus? Artinya adalah mengikuti Dia. Ketika Kristus memanggil para murid-Nya, la mengucapkan kata-kata perintah, "Ikutlah Aku". Murid Kristus yang sejati adalah orang yang mengikuti Kristus di dalam menjalankan tugas, dan akan terus mengikuti Dia sampai mencapai kemuliaan-Nya. Seorang murid Kristus akan mengikuti Dia seperti domba mengikuti gembala-Nya, pelayan yang mengikuti tuannya, dan prajurit yang mengikuti komandannya. la seorang yang berjalan di jalan yang sama yang dilalui Kristus, di pimpin oleh Roh-Nya, mengikuti jejak langkah-Nya, dan tunduk kepada perintah-perintah-Nya. Lalu, apakah persyaratan bagi seseorang yang ingin menjadi murid Kristus?

1. la harus menyangkal dirinya
Penyangkalan diri memang merupakan pelajaran yang sulit dan keras, dan bertentangan dengan watak daging dan darah, Namun tindakan ini tidak lebih dari apa yang telah dipelajari dan dikerjakan oleh Guru kita di hadapan kita dan untuk kita, lagi pula seorang hamba tidak lebih dari tuannya. Perhatikan, bahwa semua murid dan pengikut Yesus Kristus harus menyangkal diri mereka sendiri. Inilah aturan dasar untuk bergabung di dalam sekolah Kristus.

2. la harus memikul salibnya
Yang dimaksudkan dengan salib di sini adalah seluruh penderitaan kita, baik yang kita derita sebagai manusia maupun sebagai orang Kristen meliputi segala kemalangan karena ketentuan ilahi, penganiayaan oleh karena kebenaran dan setiap masalah yang menimpa kita. Segala kesukaran yang kita derita sebagai orang Kristen disebut salib, karena mengingatkan kita akan kematian di atas salib yang dialami oleh Kristus karena ketaatan-Nya. Setiap murid Kristus memiliki salibnya masing-masing dan harus memikul salibnya yang telah ditetapkan oleh Allah dengan bijaksana.

3. la harus mengikut Kristus
Orang-orang kudus yang menderita harus memandang Yesus, dan menerima petunjuk serta dorongan semangat dari-Nya ketika menderita. Apakah kita sedang memikul salib? kalau ya, itu berarti kita mengikut Dia yang telah memikul salib itu di depan kita, menanggung bagi kita. Murid-murid Kristus harus belajar meneladani Guru mereka, dan bertingkah laku sesuai contoh yang la berikan dan terus melaksanakan dengan baik, apapun salib yang menghalangi jalan mereka. Hidup dan melayani dengan benar serta menderita karenanya, itulah mengikut Kristus. Kita harus mengikut Kristus dalam segala kekudusan dan ketaatan? Sudahkah saudara menjadi pengikut/murid Kristus?


Ajaran dan perkataan Tuhan Yesus sepertinya bertentangan dengan naluri yang telah diberikan oleh Allah kepada setiap umatNya. Bukankah kita justru mengecam orang-orang yang membiarkan nyawanya terancam tanpa ada upaya sama sekali, misalnya: tidak segera menghindar saat bahaya maut menerpa mereka, mengabaikan kesehatan dengan cara terlalu bekerja keras, sikap yang terlalu berani tanpa perhitungan, sengaja menempatkan diri dalam bahaya, atau tindakan yang dapat mengarah kepada bunuh diri? Bukankah nilai kehidupan ini begitu berharga? Nyawa setiap orang sangat berharga sehingga sistem keselamatan kerja dalam suatu seluruh bidang pekerjaan mutlak diberlakukan. Negara-negara maju telah menerapkan sistem asuransi kesehatan dan kecelakaan bagi setiap warga-negaranya agar mereka dapat memperoleh pelayanan medis yang baik saat mereka mengalami gangguan kesehatan atau mengalami musibah. Pada intinya disadari betapa berharganya nilai suatu kehidupan, sehingga perlu diperjuangkan dan dijaga secara bertanggungjawab. Itu sebabnya pasar alat kesehatan di Amerika Serikat tahun 2005 mencapai 80,3 miliar dollar, dan pada tahun 2010 akan mencapai angka 100 juta miliar dollar. Kemudian pasar global untuk alat-alat kedokteran implant mikroelektrik adalah 11,9 miliar dolar pada tahun 2004 diperkirakan akan meningkat rata-rata 22,1 persen per-tahun sehingga pada tahun 2009 ini akan mencapai 32,3 miliar dollar. Semua data tersebut mau menyatakan perlunya menjaga dan menyelamatkan nyawa sebagai suatu karunia Tuhan dengan sikap yang bertanggungjawab. Jika demikian, apa relevansinya ajaran dan perkataan Tuhan Yesus tersebut dalam kehidupan kita? Tentunya yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus dengan makna “menyelamatkan nyawa” tidak terkait dengan tugas kewajiban dan tanggungjawab kita untuk menjaga keselamatan nyawa saat kita menghadapi suatu bahaya sebagaimana diuraikan di atas. Sebab kewajiban dan tanggungjawab untuk menjaga keselamatan nyawa telah menjadi suatu hukum alam yang perlu diwujudkan dalam suatu sistem dan pola kehidupan yang lebih beradab, sehingga setiap orang tanpa terkecuali juga bertanggungjawab atas keselamatan nyawa sesamanya.
2) Ayat 25-26
Ungkapan “nyawa” jelas menunjuk kepada esensi yang paling fundamental dalam kehidupan manusia. Dalam konteks ini pengertian “nyawa” diidentiikan dengan “roh” yang pada hakikatnya menunjuk kepada keseluruhan diri atau hakikat dari kepribadian manusia. Sehingga sikap berkorban dengan mempertaruhkan nyawa (put life on the line) berarti memberikan sesuatu yang paling berharga atau segala-galanya dari keseluruhan diri. Tidak ada yang lebih tinggi dari pada sikap mau berkorban dengan rela kehilangan nyawa untuk keselamatan orang lain. Pemahaman inilah yang disampaikan oleh Tuhan Yesus ketika Dia menyampaikan misi kedatanganNya ke dunia ini, yaitu untuk memenuhi ketetapan Ilahi yang harus menanggung banyak penderitaan, ditolak oleh para pemimpin agama lalu dibunuh tetapi bangkit sesudah tiga hari (Mark. 8:31). Tetapi bagi para murid, khususnya Petrus sikap Tuhan Yesus tersebut sungguh mengejutkan. Mereka percaya bahwa Tuhan Yesus adalah Messias Allah, tetapi sulit bagi mereka untuk menerima kenyataan apabila Dia harus menderita lalu dibunuh. Bagi mereka, seorang Messias senantiasa ditandai oleh kemenangan demi kemenangan, kesuksesan demi kesuksesan dan tentunya memiliki kuasa untuk memiliki apa yang dia kehendaki. Tepatnya Messias yang mereka harapkan adalah seorang Messias pembebas dan penakluk yang memiliki kuasa politik dan militer yang hebat sehingga kuasa penjajahan dari bangsa Roma dapat dipatahkan. Itu sebabnya ketika mereka melihat kuasa Ilahi yang dinyatakan dalam diri Tuhan Yesus, timbullah pengharapan dan kerinduan yang semakin menguat bahwa Dia dapat menjadi seorang Messias yang mampu mengalahkan atau menaklukkan kekuasaan dan penjajahan bangsa Romawi. Bahkan di dalam diri Yesus, mereka mengharapkan peran sebagai Messias yang mampu menaklukkan seluruh kerajaan dunia di bawah kekuasaan militer atau politik dari kerajaan yang didirikanNya. Sehingga dengan gambaran Messias demikian, para murid Yesus mengharapkan bahwa Tuhan Yesus dapat memperoleh seluruh dunia dan kekuasaannya. Jadi inti pengharapan para murid Yesus pada prinsipnya didasarkan kepada pemahaman bahwa kekuasaan yang besar dapat dipakai untuk memperoleh kekayaan dunia yang sebesar-besarnya.
Kita sering memaknai arti menyelamatkan nyawa dengan pola berpikir/pengertian para murid Yesus. Semakin kita diserahi atau dapat memiliki kekuasaan yang besar, maka kita merasa berhak untuk memperoleh kekayaan dunia yang sebesar-besarnya. Tidaklah mengherankan jikalau kekuasaan dalam berbagai bentuk seringkali dikejar dengan cara apapun agar kita dapat memanfaatkan kekuasaan tersebut untuk kepentingan duniawi. Begitu banyak orang yang bersedia mempertaruhkan nyawa mereka agar mereka mencapai kekuasaan atau posisi yang sebesar-besarnya. Mereka menjadi orang-orang yang sangat ambisius, mabuk kekuasaan dan kerap tidak segan untuk menghalalkan segala macam cara. Seakan-akan apabila mereka dapat menguasai dan memperoleh banyak hal dari dunia ini, mereka berhasil menyelamatkan nyawanya. Arti “nyawa” dalam konteks ini dihayati sebagai kekuatan yang dihidupi oleh berbagai dorongan ambisi dan dilengkapi oleh berbagai macam strategi untuk meraih banyak hal. Sehingga arti “menyelamatkan nyawa” identik dengan kemampuan untuk meraih semua hal yang diinginkan. Akibatnya apabila ada orang yang merasa tidak berhasil meraih semua hal yang diinginkan, maka dia menganggap dirinya tidak berhasil “menyelamatkan nyawanya”. Dia menganggap dirinya telah kalah atau gagal meraih kemenangan dalam kehidupan ini. Itu sebabnya orang-orang dengan filosofi demikian berupaya untuk selalu merebut, mengambil, dan merampas apa saja yang dia inginkan walaupun dengan konsekuensi banyak sesama yang akan menjadi korbannya. Mereka mencoba untuk membangun kebahagiaan dan kemenangan palsu di atas penderitaan dan ketidakberdayaan orang lain. Nyawa orang yang demikian lebih tepat disebut sebagai nyawa orang serakah sebab hatinya tidak pernah puas dan mensyukuri berkat Tuhan yang telah dia terima. Karena dia tidak pernah mensyukuri berkat Tuhan yang ada, maka dia ingin selalu merebut berkat Tuhan yang telah dimiliki oleh sesamanya. Padahal semua ambisi dan keserakahan tersebut justru merupakan tanda dari kemiskinan hatinya atau nyawa yang telah binasa sebab telah menjauhkan diri dari rahmat dan keselamatan Allah. Sehingga sangatlah tepat ketika Tuhan Yesus berkata: “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? “ (Mark. 8:36-37). Dalam sikap penyangkalan diri untuk mengikut Kristus seharusnya kita mau meneladani sikap iman Abraham. Abraham tetap percaya kepada janji Allah di depan, walau dia sering dipenuhi oleh berbagai pergumulan dan ketidakpastian, rasa kuatir dan bimbang. Kegagalan kita untuk menyangkal diri disebabkan karena kita sering kehilangan perspektif iman ke depan. Masa depan sering kita anggap serba kelabu dan kelam, sehingga kita merasa tidaklah mungkin dapat mengalami realisasi dari janji Allah. Akibatnya kita kehilangan iman dan kesetiaan kepada Kristus. Penyangkalan diri bukanlah sekedar suatu upaya pembebasan diri dari belenggu dan godaan atau pencobaan di masa kini, tetapi juga suatu langkah untuk merealisasikan sikap iman yang selalu siap untuk menyambut uluran janji keselamatan Allah di depan. Itu sebabnya gambaran dari orang yang menyangkal diri dan mengikut salib tidak pernah ditempatkan di depan Tuhan Yesus, tetapi berada di belakang Tuhan Yesus. Kita seharusnya berjalan dengan iman di belakang Tuhan Yesus. Bahkan tepatnya Tuhan Yesus adalah manifestasi dari masa depan tersebut. Sehingga ketika Kristus berjalan menuju salib, maka seharusnya kita berjalan mengikuti Dia. Tetapi realitanya sikap kita seperti Petrus yang segera menegor Tuhan Yesus (Mark. 8:32). Kita menghendaki agar Kristus mau menjauh dari salib dan kematian agar Dia semakin leluasa untuk memperoleh kuasa dunia. Sehingga kalau Kristus memiliki seluruh kuasa dunia ini, bukankah kita juga beruntung sebab dapat memperoleh kuasa dunia tersebut? Pola pikir kita sering hanya memikirkan keinginan manusiawi, tetapi mengabaikan apa yang dipikirkan dan dikehendaki oleh Allah. Tetapi tidaklah demikian sikap Abraham, dia tetap mengedepankan sikap iman dan kesetiaannya agar seluruh kehendak dan rencana Allah terwujud sesuai dengan janjiNya.
Proses pengujian untuk menyangkal diri sangat nyata ketika harapan dan keinginan kita tidak terpenuhi dalam waktu yang singkat. Karena umumnya kita menghendaki dalam waktu singkat dapat meraih banyak hal dalam kehidupan ini. Itu sebabnya kita sering tidak sabar saat menantikan janji Allah yang kadang begitu lama perwujudannya. Mengikut Kristus membutuhkan kesabaran dan kerelaan untuk dipimpin ke arah yang Dia kehendaki. Bagi dunia, salib dan penderitaan merupakan cela. Tetapi bagi Allah, salib merupakan wujud dari dimensi kasih Allah yang membenarkan setiap orang percaya. Melalui salib Kristus, Allah menganugerahkan keselamatan agar umat hidup dalam perjanjian dan keselamatan kekal. Ini terjadi karena Kristus mau menyerahkan nyawaNya bagi kita. Jika demikian, bagaimanakah sikap kita: apakah kita lebih memilih mempertahankan nyawa; atau kita mau menyerahkan nyawa kita untuk kemuliaanNya? Selain itu apakah hidup kita terus terarah ke depan yaitu kepada Kristus yang menguasai seluruh kehidupan manusia? Ataukah hidup kita lebih terarah untuk merebut banyak hal agar kita merasa diri lebih kaya dan aman? Tuhan Yesus berkata: “Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya” (Mark. 8:35). Bagaimanakah jawaban saudara?
3) Menyangkal dirinya dan memikul salibnya, menyangkal statusnya dan memikul akibatnya. Kedengarannya susah untuk dilakukan apalagi kalau orang itu seorang yang kaya, terhormat, terkenal dan sebagainya, tetapi itulah syaratnya jika ingin mengikuti Yesus, dan syarat ini tidak dapat ditawar-tawar. Mengapa harus merasa malu, hina dengan apa yang akan dikatakan orang-orang yang kurang percaya atau yang sama sekali tidak percaya? Mengapa merasa rugi? Mengapa keras hati?
Ada sesuatu yang perlu saudara-saudara semuanya ketahui dari dalam cerita Alkitab Kain dan Habel (Kejadian 4:2-8) yang harus selalu diingat yaitu mengenai korban persembahan dari kedua kakak-beradik terhadap TUHAN ALLAH, yang mana korban persembahan yang diterima TUHAN ALLAH adalah korban persembahan Habel dan bukannya Kain. Mengapa? Seolah-olah TUHAN memilih kasih, atau karena tanah yang digarap Kain adalah tanah yang dikutuk sehingga hasil yang dipersembahkan kepada TUHAN tidak sebagus, seindah yang dipersembahkan Habel? Ternyata akan ada banyak kemungkinan atau jawaban, kalau itu semua menurut kemampuan kita manusia untuk berpikir. Tetapi lihat! Hal-hal Rohani saudara melihatnya secara fisik (yang kelihatan dengan mata), saudara melihatnya dengan pikiran saudara, dengan ukuran kekuatan kemampuan saudara.

Jadi yang harus diingat disini adalah bukan apa yang menurut kita itu indah, bagus, mewah, cantik, berharga untuk kita persembahakan atau kita lakukan buat Tuhan Allah, atau apa yang kebetulan kita punya, atau yang kebetulan bisa kita buat, tetapi adalah apa yang Tuhan Allah tetapkan dan perintahkan untuk dipersembahkan.

Kain dan Habel adalah contoh dasar dimana Alkitab memisahkan dengan nyata antara mereka yang benar-benar mengasihi atau mencintai Allah dan mereka yang tidak. Saat pertama membaca memang mudah menyatakan seolah Allah berlaku tidak adil dan membeda-bedakan, membuat dengan sewenang-wenang sesuatu dengan tidak adil terhadap kedua kakak-beradik. Jadi kita tahu bahwa semuanya adalah apa yang diinginkan oleh Allah. Bagaiman agar kita bisa lebih mengenal dan juga mengetahui semua yang dinginkan Allah? Hai anakku, jikalau engkau menerima perkataanku dan menyimpan perintahku di dalam hatimu, sehingga telingamu memperhatikan hikmat, dan engkau cencenderungkan hatimu kepada kepandaian, jikalau engkau berseru kepada pengertian, dan menujukan suaramu kepada kepandaian, jikalau engkau
mencarinya seperti mencari perak, dan mengejarnya seperti mengejar harta
terpendam, maka engkau akan memperoleh pengertian tentang takut akan TUHAN
dan mendapat pengenalan akan Allah. Karena Tuhanlah yang memberikan hikmat,
dari mulut-Nya datang pengetahuan dan kepandaian. (Amsal 2:1-6)

Dengarlah firman TUHAN, hai orang Israel, sebab TUHAN mempunyai perkara
dengan penduduk negeri ini, sebab tidak ada kesetiaan dan tidak ada kasih,
dan tidak ada pengenalan akan Allah di negeri ini. (Hosea 4:1)

Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai
pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran. (Hosea 6:6)

Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia
dekat! Baiklah orang fasik meninggalkan jalannya, dan orang jahat meninggalkan
rancangannya; baiklah ia kembali kepada TUHAN, maka Dia akan mengasihaninya,
dan kepada Allah kita, sebab Ia memberi pengampunan dengan limpahnya.
Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku,
demikianlah firman TUHAN. (Yesaya 55:6-8)

Tetapi carilah Kerajaan-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan juga
kepadamu. Janganlah takut, hai kamu kawanan kecil! Karena Bapamu telah berkenanmemberikan kamu Kerajaan itu.Juallah segala milikmu dan berikanlah sedekah! Buatlah bagimu pundi-pundiyang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di sorga yang tidak akan habis,yang tidak dapat didekati pencuri dan yang tidak dirusakkan ngengat.Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Lukas 12:31-34)
Amin


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jamita Minggu Kantate (Endehon hamu ma di Jahowa ende na imbaru) – 28 April 2024

Ingkon Mamujimuji Jahowa do Angka na Usouso Di Ibana  ( Orang Yang Mencari Tuhan Akan Memuji NamaNya) Psalmen 22: 26 – 32     a)  ...