Selasa, 28 Juli 2009

Renungan Minggu IX Dung Trinitatis 09 Agustus 2009

BERIKANLAH KAMI YANG SECUKUPNYA
Bilangan 11: 31-35
By. Pdt.Eben Ezer Munthe, S.Th

1) Suatu kali seorang pemilik tanah berujar kepada seorang pria yang ingin memiliki tanah yang luas, demikian, "Anda akan mendapatkan tanah seluas daerah yang mampu Anda kelilingi sebelum matahari terbenam. Jika Anda berha-sil mengelilingi 40 hektar, Anda
mendapat-kan 40 hektar. Jika Anda mampu me-ngelilingi 50 hektar, Anda mendapatkan 50 hektar." Tanpa buang waktu, orang ini segera berlari sekuat tenaga. Ia terus berla-ri, dari pagi hingga petang, sampai akhir-nya dengan terhuyung-huyung ia berkata kepada pemilik tanah itu, "Saya dapat, saya dapat 500 ribu meter persegi." Namun seketika ia roboh, dan mati.


Hal yang sama juga dialami bangsa Israel ketika mendapat manna dan burung puyuh. Tuhan memerintahkan agar mereka mengambil secukupnya saja (Keluaran 16:16), tetapi banyak dari mereka yang serakah dan mengambil lebih dari yang seharusnya. Ini membuat Tuhan marah, sehingga mereka yang serakah mati kena tulah di tempat yang diberi
nama "Kibrot Taawa", yang berarti Kuburan Orang Serakah.

Keserakahan tidak akan membuat hidup kita semakin kaya, keserakahan justru akan membuat jiwa kita miskin dan akhirnya menghancurkan kita. Mungkin secara materi kita semakin kaya, tetapi apa arti semuanya itu jika kita mengabaikan keluarga, pelayanan, dan diri kita? Jika dituruti, keserakahan tidak akan pernah ada habisnya. Dari sedikit ingin banyak, dari banyak ingin lebih banyak lagi. Semua itu baru berhenti, setelah keserakahan itu menghancurkan semua hal di hidup kita. Mari kita belajar untuk mencukupkan diri, sehingga kita punya banyak waktu tidak hanya untuk mencari, tetapi juga untuk menikmati.

2) Banyak orang Kristen yang bercita-cita masuk Kanaan yang berlimpah susu dan madu –gambaran hidup yang berhasil. Tapi setelah sampai di Kanaan, nyatanya mereka tidak menikmati berkat Kanaan, sehingga akhirnya semangat mereka kendor. Mari kita simak apa yang harus kita lakukan agar dapat segera menikmati berkat di tanah yang dijanjikan Tuhan itu. Dalam Yosua 18 : 1 dikatakan Saat itu segenap umat Israel telah sampai di tanah Kanaan. Langkah pertama yang mereka ambil adalah berkumpul di Silo dan mendirikan Kemah Pertemuan sebagai tempat ibadah di sana. Langkah yang diambil oleh umat Israel ini menjadi contoh bagi kita, Israel rohani, untuk beribadah di gereja. Orang Kristen jangan berdalih dengan mengatakan tidak perlu ke gereja karena bisa berdoa, memuji Tuhan dan mendengar Firman Tuhan di rumah. Lihatlah teladan yang diberikan oleh umat Israel setelah masuk Kanaan. Silo merupakan tempat yang sangat strategis di Kanaan; Silo berada di jantung Kanaan. Tempat seperti itulah yang pas untuk mendirikan Kemah Pertemuan untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Langkah yang ditempuh orang Israel ini sudah benar, yakni menempatkan Tuhan di pusat kehidupan mereka. Sudahkah kita mendirikan Kemah Pertemuan di pusat kehidupan kita? Faktanya, masih ada orang Kristen yang mendirikan Kemah Pertemuan di samping atau di pojok kehidupannya. Jika itu yang terjadi dalam hidup kita, marilah kita pindahkan Kemah Pertemuan itu di tengah-tengah kehidupan kita.

3) Kemah Pertemuan itu berada di Silo selama 130 tahun. Ini adalah kurun waktu yang paling lama di mana Kemah Tuhan itu menetap. Saat itu Bait Allah belum dibangun. 1 Samuel 3 : 21 Dalam Alkitab terjemahan NIV “The LORD continued to appear at Shiloh...” menjelaskan bahwa Tuhan selalu menampakkan diri kepada umat Israel. Selama kita mendirikan Kemah Pertemuan di Silo, selama kita mengutamakan Tuhan di tengah-tengah kehidupan kita, maka Tuhan selalu menampakkan diri dan menyatakan petunjuk-Nya bagi kita. Petunjuk-Nya merupakan hal yang sangat penting bagi kita untuk mengambil setiap keputusan, sehingga kesuksesan selalu menjadi bagian kita. Jika selama ini kita masih belum memperoleh petunjuk Tuhan, marilah kita koreksi diri kita apakah kita sudah memposisikan Tuhan sebagai sentral kehidupan kita. Yosua 18 : 2 Pada waktu itu masih tinggal tujuh suku di antara orang Israel, yang belum mendapat bagian milik pusaka. Menurut teori, orang Israel sudah melangkah di jalan yang benar. Mereka sudah masuk Kanaan dan sudah mendirikan Kemah Pertemuan di Silo. Faktanya, dari dua belas suku Israel, masih ada tujuh suku yang belum mendapat tanah pusaka. Berarti mayoritas belum benar-benar menikmati kelimpahan berkat di tanah Kanaan yang seharusnya menjadi hak mereka. Padahal untuk mencapai Kanaan, mereka sudah menyeberangi sungai Yordan, artinya dibaptis Roh Kudus. Memiliki tanah pusaka di Kanaan merupakan janji Tuhan bagi semua orang Israel, bukan hanya bagi segelintir orang saja. Suku-suku Israel yang belum memiliki tanah pusaka di Kanaan ini adalah wakil orang Kristen yang baru mendengar kesaksian orang lain menerima berkat Tuhan, tapi belum mengalaminya secara pribadi. Di mana letak kesalahan suku-suku yang belum menerima bagian tanah pusaka? Yosua 18 : 4 Ajukanlah tiga orang dari tiap-tiap suku; maka aku akan menyuruh mereka, supaya mereka bersiap untuk menjelajahi negeri itu, mencatat keadaannya, sekadar milik pusaka masing-masing, kemudian kembali kepadaku. Cara menduduki Kanaan adalah mengajukan tiga orang dari tiap suku. Angka tiga ini menggambarkan iman, pengharapan dan kasih. Ketiga faktor ini penting agar pilihan kita mendapat persetujuan dari Tuhan. Sebaliknya jika kita memilih untuk menuruti hawa nafsu, keserakahan dan kebencian, tentu kita tidak akan mendapatkan bagian kita.
4) Dalam bukunya, Praying Like Jesus, James Mulholland menceritakan ketika ia sedang menyaksikan suatu program TV di mana seorang Sudan-Kristen sedang diwawancarai. Orang itu bertanya, "Bagaimana saudara-saudari Kristen kita yang kaya di Amerika dapat mengabaikan fakta bahwa kami di Sudan sedang mati kelaparan?"
Tiba-tiba pertanyaan ini memberi pelbagai keinginan di hati James. Pertama-tama ia bersyukur bahwa ia tidak harus menjawab pertanyaan itu. Tetapi kemudian ia berkata pada dirinya, apa yang harus aku katakan kepada orang itu? Bukankah selama ini kita sering meminta kepada Tuhan, "Berilah kepada kami kemewahan sehari-hari pada hari ini? Dan jarang sekali memikirkan penderitaan mereka yang berada pada garis kelaparan yang amat menakutkan? Bukankah bagi orang Sudan itu doa, "Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya" merupakan doa yang disampaikan sebagai jerit keputusasaan? Sementara itu bagi James yang bobotnya sudah kelebihan 20 pon dari yang seharusnya, bukankah permohonan tersebut merupakan sebuah tekad untuk melakukan tindakan kemurahan hati untuk tidak meminta roti bagi diri sendiri melainkan dorongan untuk memastikan bahwa saudara kita yang di Sudan memiliki makanan yang cukup?
Ungkapan "Berikanlah kepada kami makanan yang secukupnya" menuntun kita untuk memahami secara serius apa yang diajarkan Yesus kepada para murid-Nya. Bahwa mampu makan secukupnya adalah masalah yang serius dan ini merupakan prioritas yang penting dalam membangun Kerajaan Allah, yaitu kebutuhan dasar manusia harus dipenuhi. Dalam Matius 25.31-46 di jelaskan dengan gamblang mengenai prioritas utama dari membangun Kerajaan Allah. Sebab ketika aku lapar, kamu memberi aku makan; ketika aku haus kamu memberi Aku minum....... dst.
Dengan kalimat doa ini, Yesus selain mengajarkan orang untuk memiliki kecukupan kebutuhan dirinya, Ia menekankan tugas murid-murid Kristus/Gereja untuk menoleh kepada mereka yang berkekurangan dan menderita. Yesus menentang ketamakan dan mengajarkan bagaimana berbagi dan peduli dalam kasih.
Lihatlah bagaimana sesungguhnya sejak dalam masa Perjanjian Lama umat Allah diingatkan untuk memerangi ketamakan dan mendapat teguran dari Allah terhadap cara hidup yang penuh dengan pemuasan diri sendiri (bnd. Yehezkie) 34:3-4, 20-22).
Melalui permohonan: "Berikanlah kepada kami makanan kami yang secukupnya", mengajarkan bahwa berkat-Nya merupakan sumber daya kita untuk membangun Kerajaan Allah. Tanggapan terhadap kemakmuran bukanlah menuruti nafsu dengan sepuas-puasnya atau mencari lebih banyak berkat bagi kenikmatan diri sendiri. Di sana Yesus mengajarkan bahwa kemakmuran dan berkat bukanlah tujuan hidup itu sendiri. Tanggapan yang tepat terhadap kemakmuran adalah belas kasih. "Berikanlah kepada kami makanan yang secukupnya", merupakan doa persamaan derajat.
Dalam Kisah Rasul 2:41-47, ketika jemaat mula-mula mengalami pertumbuhan yang pesat, itu terjadi karena mereka memiliki karakter yang penuh belas kasih dan kepedulian satu kepada yang lain. Pesan yang perlu kita ingat adalah "dan selalu ada dari mereka yang menjual harta miliknya lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing" (Kis. 2:45).
Doa ini merupakan sebuah pengakuan bahwa Allah memberi perhatian yang lebih daripada sekedar kebutuhan saya. Allah peduli pada kebutuhan semua orang. Allah menginginkan agar semua orang memiliki secukupnya melalui tindakan aktif dan penuh inisiatif satu kepada yang lain dalam memaknai berkat Allah dalam hidupnya. Ini bukan berarti bahwa Yesus memihaki kemalasan dan sikap meminta-minta, tetapi merupakan sebuah panggilan untuk adanya keseimbangan dalam hidup ini. Sebuah penyangkalan diri untuk tidak mengklaim berkat sebagai milik kepunyaan diri melainkan sebuah perlengkapan yang Tuhan beri agar kita menjalankan keadilan dan kemurahan hati di dalam hidup terhadap orang lain yang membutuhkannya sehingga terdapat keseimbangan Teologi Equilibrium (bnd. dengan II Korintus 8:13). Amin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jamita Evangelium Minggu Advent II – 8 Desember 2024

Pauli  Hamu Dalan Di Jahowa       (Persiapkan Jalan Untuk Tuhan) Jesaya 40 :1 - 5   1)      Huria nahinaholongan dibagasan Jesus Kri...