Rencana Allah Pasti
Matius 2 : 13 – 18
Kedatangan orang-orang Majus ke Yerusalem untuk mencari raja orang Yahudi yang baru dilahirkan telah mengejutkan hati raja Herodes Agung yang berkuasa atas wilayah Palestina saat itu. Memang Herodes Agung yang bukan keturunan orang Yahudi tetapi bangsa Edom ini terkenal sebagai orang yang terus menerus merasa tidak aman dengan kedudukannya sebagai seorang raja. Bahkan ia pernah memerintahkan pembunuhan atas beberapa orang anaknya dan istrinya sendiri agar mereka tidak merebut kedudukannya. Karena itu berita kelahiran Mesias membuat dirinya ingin membunuh Yesus. Untuk itu ia berpesan kepada orang-orang Majus agar memberitahukan kepadanya tentang tempat dimana Yesus berada. Namun seperti yang dicatat di dalam Matius 2:12 Tuhan menyuruh orang-orang Majus tersebut pulang ke negerinya, sesudah mereka berjumpa dengan Yesus, dengan tanpa kembali lagi menemui Herodes. Sesudah itu Tuhan melalui malaikat-Nya memerintah Yusuf agar membawa Yesus dan Maria mengungsi ke Mesir. Di dalam Matius 2:14 dicatat malam itu juga Yusuf membawa Maria dan Yesus menyingkir ke Mesir. Pada masa itu memang cukup banyak orang Yahudi yang tinggal di wilayah perbatasan Mesir yang terletak sekitar 110 kilometer dari Betlehem. Selain itu penduduk setempat juga bersikap bersahabat terhadap orang Yahudi. Sehingga tentu tidak terlalu sukar bagi Yusuf dan Maria untuk mendapatkan tempat di antara masyarakat di sana.
Baru sesudah raja Herodes wafat mereka meninggalkan Mesir dan kembali ke tanah Israel. Hal ini mengingatkan Matius akan firman Tuhan di dalam Hosea 11:1, yang berbunyi: “Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku.” Memang konteks di dalam Hosea 11 tersebut bukan nubuatan tentang Mesias, namun Matius melihat adanya kesejajaran antara pengalaman historis bangsa Israel yang dipanggil keluar dari Mesir dengan pengalaman historis Yesus yang juga dipanggil keluar dari Mesir. Dengan menyejajarkan kedua peristiwa ini Matius menunjukkan sebagaimana Tuhan bekerja di dalam sejarah Israel untuk menggenapi rencana-Nya, demikian juga Ia bekerja melalui kehidupan Sang Mesias untuk menggenapi rencana penyelamatan-Nya.
Peristiwa ini mengingatkan Matius kepada firman Tuhan di dalam Yeremia 31:15, yaitu: "Terdengarlah suara di Rama, tangis dan ratap yang amat sedih; Rahel menangisi anak-anaknya dan ia tidak mau dihibur, sebab mereka tidak ada lagi." Nubuatan Yerimia ini adalah mengenai keadaan rakyat Yehuda yang harus berjalan menuju ke pembuangan di Babel. Ketika mereka berjalan melewati Rama, kota pertama yang mereka lalui saat meninggalkan Yerusalem, mereka menangisi anak-anak mereka yang tewas terbunuh saat raja Babel yaitu Nebukadnesar menyerbu kota Yerusalem.
Walaupun nubuatan di dalam Yeremia 31 bukan dalam konteks nubuatan tentang Mesias, namun kembali di sana Matius mengambil kesejajaran sisi historis Kristus dengan sisi historis bangsa Yahudi. Karya Tuhan di dalam sejarah Israel yaitu membawa umat Tuhan yang telah meninggalkan Dia untuk kembali berpaling kepada Tuhan melalui pembuangan di Babel tersebut bersifat sejajar dengan karya Tuhan di dalam diri Yesus, Sang Mesias yaitu untuk membawa manusia yang berdosa kembali kepada Tuhan.
Sejarah mencatat bahwa pada mulanya Herodes Agung mewariskan wilayah Samaria dan Galilea tempat di mana kota Nazaret berada kepada anaknya Herodes Arkhelaus yang sangat kejam, sedangkan wilayah Yudea tempat dimana kota Betlehem berada diwariskan kepada anaknya yang lain, yaitu Herodes Antipas. Namun mendadak menjelang kematiannya Herodes Agung mengubah wasiatnya. Ia mewariskan Yudea ke Herodes Arhelaus sedangkan Samaria dan Galilea diwariskannya kepada Herodes Antipas. Perubahan situasi politik ini mengakibatkan ketika Tuhan menyuruh Yusuf membawa Yesus kembali ke tanah Israel karena Herodes Agung telah meninggal, sebagaimana yang dicatat di dalam Matius 2:22-23 maka Yusuf urung membawa Yesus kembali ke Betlehem tetapi ke Nazaret untuk menghindari kekejaman Herodes Arkhelaus. Berarti untuk yang ketiga kalinya Matius menunjukkan bahwa Tuhan bekerja di dalam sejarah. Kali ini yaitu Ia bekerja membuat raja Herodes Agung mengubah wasiatnya sedemikian rupa sehingga berakibat Yesus tidak dibesarkan di Betlehem tetapi di Nazaret, dan membuat Ia disebut sebagai orang Nazaret. Bagi Matius hal ini penting bagi ke-Mesiasan Yesus. Sebab akar kata dari Nazaret dalam bahasa Ibrani adalah nezer yang berarti cabang atau taruk. Kata nezer atau taruk inilah yang menjadi gambaran atau metafora tentang Mesias seperti yang dinubuatkan di dalam Yesaya 11:1. Oleh karena itu para nabi sering secara lisan mengatakan bahwa Mesias adalah Sang Taruk, atau Sang Nezer yang juga dapat diucapkan sebagai “orang Nazaret.” Dengan demikian berarti Tuhan telah bekerja melalui keputusan raja Herodes Agung untuk menegaskan bahwa Yesus adalah benar-benar Sang Mesias yang dijanjikan-Nya.
Peristiwa pengungsian Yesus ke Mesir ini memberi dua pelajaran penting. Yang pertama, bahwa Tuhan adalah pribadi yang bekerja di dalam sejarah untuk menggenapi rencana-Nya. Artinya Ia mampu mengatur segala perkara agar kehendak-Nya terlaksana secara sempurna. Yang kedua, Tuhan sanggup mengubah situasi yang sukar bahkan rekayasa yang buruk dari manusia untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang hidup dalam rancangan-Nya. Artinya apapun yang telah kita alami di tahun yang hampir kita lalui ini, selama kita hidup sesuai rancangan Tuhan maka Ia pasti akan turut bekerja untuk menjadikan kehidupan kita indah pada waktunya.
Peristiwa pengungsian Yesus ke Mesir ini memberi dua pelajaran penting. Yang pertama, bahwa Tuhan adalah pribadi yang bekerja di dalam sejarah untuk menggenapi rencana-Nya. Artinya Ia mampu mengatur segala perkara agar kehendak-Nya terlaksana secara sempurna. Yang kedua, Tuhan sanggup mengubah situasi yang sukar bahkan rekayasa yang buruk dari manusia untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang hidup dalam rancangan-Nya. Artinya apapun yang telah kita alami di tahun yang hampir kita lalui ini, selama kita hidup sesuai rancangan Tuhan maka Ia pasti akan turut bekerja untuk menjadikan kehidupan kita indah pada waktunya.