Allah Adalah Kasih
1 Yohanes 4 : 13 – 16
Kita dijadikan mampu mengasihi, karena Ia lebih dahulu telah mengasihi kita. "Kita mengasihi, karena Allah lebih dulu mengasihi kita." (1 Yoh. 4:19) Dan kasih itu sesungguhnya telah dicurahkan ke dalam hati kita oleh Roh yang telah diberikan kepada kita. (bdk. Rm. 5:5) Dengan demikian kita telah dijadikan mampu untuk membalas kasih Allah. Kebenaran ini merupakan suatu hiburan besar bagi kita. Kita tidak perlu melakukan prestasi tertentu supaya dapat dikasihi Allah, sebaliknya Dialah yang lebih dahulu mengasihi kita secara cuma-cuma, tanpa jasa sama sekali dari pihak kita. Dia mengasihi kita, karena Allah adalah kasih (1 Yoh. 4:8.16). Dengan demikian kita dapat menyadari, betapa besar kasih Allah kepada kita. Kasih itu secara istimewa dinyatakan dalam diri Putera-Nya yang Tunggal, yang diserahkan untuk kita. "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia." (Yoh. 3:16-17)
Kasih Allah itu menyelamatkan, sehingga setiap orang yang menanggapi kasih itu, dijadikan utuh kembali, diselamatkan, dijadikan makhluk baru. Karena itu untuk memperoleh kasih itu, kita tidak perlu berprestasi lebih dahulu, tetapi cukuplah kita membuka diri dan membiarkan diri dikasihi Allah. Seringkali pengalaman kita dalam hal kasih manusia mengaburkan pengertian kita tentang kasih Allah itu. Dalam kehidupan kita sehari-hari orang seringkali mengalami kenyataan ini, apa lagi dalam dunia dewasa ini, ada prestasi ada balas prestasi. Dalam banyak keluarga, anak-anak mengalami hal ini: Supaya dicintai orang tuanya, ia harus berprestasi, entah dalam sekolah, entah dalam hal lain. Tanpa sadar orang mengenakan sikap itu dalam hubungannya dengan Allah. Untuk
dapat dikasihi Allah, orang harus berprestasi lebih dahulu. Oleh karena itu, ada orang yang mati-matian melakukan kebajikan-kebajikan tertentu, supaya berkenan kepada Allah. Dan kalau ia sudah melakukannya, seolah-olah ia dapat menuntut balas jasa dari Allah, karena ia telah berjasa. Latihan atau aktivitas kebajikannya menjadi tegang, karena ia harus berprestasi, sekaligus mudah membawa orang kepada sikap puas diri, karena sudah berprestasi serta menjadi sombong.
Mari bersyukur untuk waktu yang indah yang sedang kita rayakan yaitu Hari Kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus. Allah Bapa di surga mengutus AnakNya yang tunggal untuk menjadi manusia, agar setiap manusia yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Dia telah menebus dosa kita di atas kayu salib, sekali untuk selamanya. Dan tidak akan ada lagi penebusan dosa lainnya yang dapat menggantikan karya salib tersebut. Oleh karena itu marilah kita bersyukur atas anugerah yang telah diberikan bagi kita dan marilah kita memanfaatkannya secara maksimal. Biarlah kita menjadi umat yang kudus dan yang berkenan di hadapan Allah, serta menjadi terang dimanapun kita berada. Sehingga melalui kesaksian hidup kita, tidak hanya pribadi kita sendiri saja yang beroleh keselamatan, tetapi orang lain juga dapat menikmati keselamatan yang kekal itu.