Selasa, 18 Agustus 2009

RENUNGAN MINGGU XI SETELAH TRINITATIS 23 Agustus 2009


Persaudaraan Yang Rukun
Mazmur 133: 1-3
By. Pdt. Eben Ezer Munthe, S.Th

I. Pendahuluan
Kerukunan dalam keluarga dipuji dengan latar belakang cara hidup soal tanah dan ternak tidak dibagi-bagikan antara ahli waris melainkan dikerjakan bersama-sama. Jika terjadi perselisiihan antara kaka-beradik dan ternyata mereka harus berpisah, peristiwa itu patut disesalkan. Dapat kita bandingkan dengan Abraham dan Lot, tanah itu tidak cukup luas untuk tinggal bersama-sama. Kemudian kita mengingat tentang Yakub dan Esau (Kej.13:6) yang tidak dapat diam bersama-sama karena banyaknya ternak mereka (Kej.36:7). Menurut Ulangan 25:5, apabila laki-laki yang bersaudara tinggal bersama-sama dan seorang diantara mereka mati dengan tidak meninggalkan anak laki-laki, maka jandanya harus diambil sebagai istri oleh seorang iparnya dan anak yang akan dilahirkan dipandang secara hukum sebagai anak saudara yang sudah mati itu. Keharmonisan keluarga besar amat penting.
Biar bagaimanapun hubunagn yang baik pasti menyegarkan: di Timur Tengah kuno minyak yang dicampuri rempah-rempah dan wangi dipakai untuk menguatkan dan melicinkan rambut dan memelihara kulit; seorang tamu biasanya disambut dengan dituangkan minyak di atas kepalanya atau diminyaki kakinya (bnd. Mzm.23:5 dan 45:8, adat itupun dikenakna pada Yesus, Mat.26:7; Mrk.14:4; Yoh.12:3). Tentang Harun yang berjanggut panjang (Im.21:5) mencerminkan pengertian ke arah imamat. Jelas bahwa disitu minyak adalah penobatan, tetapi hubungan dengan persaudaraan tidak lagi jelas.


Menurut Kel. 6:16-20 dan I Taw.6:1-3, Harun adalah keturunan ketiga dari Lewi. Harun diperkenalkan sebagai orang yang fasih berbicara (Kel.4:14). Maka Harun bertugas sebafai ‘nabi’ atau jurubicara dan melalui dia Musa akan berbicara kepada Firaun (Kel.7:1). Watak Harun tidak setegar watak Musa. Ketika Musa berada di atas gunung, Harun menyerah-walaupun mungkin dengan hati yang luluh-lalu memenuhi desakan bangsa itu untuk membuat ilah bagi mereka. Harun bukanlah tipe pemimpin yang tegas namun dia adalah orang yang lemah dan mudah menurut. Namun Harun dipakai Allah sebagai imam besar. Harun sendiri diurapi dengan minyak untuk menguduskannya bagi jabatan yang suci itu. Jadi Harun menjadi pemimpin rohani bangsa. Harunlahnimam besar yang sah, hal ini dinyatakan karena ternyata di antara tongkat-tongkat para putra keturunan bani Israel, tongkat Harun sajalah yang bertunas (Bil.17:8). Harun meninggal di puncak Gunung Hor pada umur 123 tahun (Bil.20:28; 33:38-39; Ul.10:6).
Embun yang jatuh di Hermon tidak dapat dirasakan di Yerusalem, atau “embun Hermon” merupakan kiasan untuk embun yang berlimpah di musim panas, atau Gunung Sion baru masuk kemudian. Embun di musim kemarau memungkinkan ladang dan pohon berbuah baik. Ia dapat disamakan dengan hidup, bahkan dengan Tuhan sendiri (Hos. 14:6), dari padaNya datang berkat (bnd.Mzm.134) yang menjamin hidup selamanya.
II. Penjelasan.
Kata kerukunan sering sekali dikumandangkan kala ada suatu pertentangan dan persoalan dalam suatu komunitas atau kelompok. Memang kerukunan sangat dibutuhkan dalam usaha mempersatukan beberapa ide maupun pendapat yang berbeda. Setiap orang pasti menginginkan kerukunan. Karena dengan tercapainya suatu kerukunan akan menciptakan suasana kebersamaan baik ditengah keluarga, lembaga-lembaga gereja, lembaga swasta, pemerintahan masyarakat dan bangsa serta negara-negara di dunia. Kerukunan menjadi semangat yang mempersatukan dan menyelaraskan kehidupan setiap insan yang tak sepaham. Yang perlu kita waspadai adalah pihak-pihak yang tidak mencintai persaudaraan, malah permusuhan. Si Iblis sangat senang dengan permusuhan dan membenci persaudaraan dan persatuan. Untuk itu ada beberapa hal orang percaya perhatikan dalam persaudaraan:
1) Menyingkirkan sifat egoisme. Kita seharusnya memikirkan ulang tentang sikap dan sifat kita selama ini dan apa yang kita pikirkan. Karena hal yang selalu membuat kita jatuh adalah ketika kita hanya memikirkan diri kita sendiri, sehingga kita kurang memperhatikan dan memikirkan keadaa orang-orang di sekitar kita.
2) Menjauhi sikap Dendam. Sikap yang menendam adalah sikap yang membuat seseorang menjadi benci akan hal kerukunan dan persaudaraan. Memelihara sikap dendam mempersulit seseorang untuk dapat rukun terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.
3) Nepotisme. Ada sebahagian orang menolong karena ikatan darah atau marga, bukan motivasi dorongan kasih namun karena merasa segolongan dalam kedagingan. Kita perlu banyak belajar dari orang samaria yang baik hati, tanpa melihat pebedaan suku dan latar belakang, dia rela untuk menolong.
4) Belajar dari Binatang. Karena manusia sebelum jatuh ke dalam dosa adalah hak dan mandatnya untuk menguasai segala ciptaan, namun oleh karena kejatuhan manusia ke dalam dosa, membuat manusia harus rela belajar dari binatang (mis. Semut), tanam-tanaman. Setelah jatuh dalam dosa,manusia tidak lagi memiliki rasa persaudaraan yang rukun, yang terjadi adalah perselisihan dan pertengkaran (kita ingat Kain dan Habel, Yakub dan Esau).
5) Lebih baik memberi daripada menerima. Banyak orang zaman sekarang memberi dengan motivasi agar diberi. Dengan memberi tanpa mengharapkan balasan adalah suatu buah dari kasih yang tulus sebagai bagian dari rasa persaudaraan yang rukun..
6) Bersahabat. Lebih baik banyak sahabat dari pada banyak musuh. Dengan jalan mencintai persahabatan kita sudah masuk pada rasa persaudaraan yang rukun. Kita bisa berbeda kedudukan derajat dan sifat namun dapat duduk bersama-sama.
7) Saling Mengasihi. Orang Kristen dalam mewujudkan persaudaraan yang rukun haruslah memiliki rasa saling mengasihi. Kita perlu mewaspadai pemahaman kasih yang selalu terjebak pada pemahaman kita sendiri (1 Kor.13:4), terkadang kita memahami kasih dengan cara pandang kita sendiri, sehingga kita hanya memperhitungkan untung rugi, dan kita akan selalu mendapat kekecewaan ketika kita menghadapinya dan menjalaninya sendiri. Kita selalu memperhitungkan kasih dengan cara dan pikiran kita sendiri akibatnya kita mengalami depresi, sakit hati, dendam dan akar pahit. Namun Orang Kristen haruslah mempergunakan kasih yang dari Tuhan, sebagaimana Yesus sendiri tidak memperhitungkan keselamatan diriNya dan kepentinganNya sendiri, serta resiko apa yang akan ditanggungNya tidak dipikirkanNya, tapi oleh karena kasihNya yang abadi mengasihi manusia (1 Ptr.1:22), Dia pertaruhkan nyawaNya bagi kita agar kita beroleh selamat.
8) Siapakah yang mau mengasihi ? perintah Yesus adalah agar kita saling mengasihi (Yoh.13:34-35), dengan mau mengasihi dia juga mampu untuk mengampuni, sebagaimana Yesus katakan tentang hal mengampuni tujuh uluh kali tujuh kali, yang dalam arti terus menerus tanpa henti untuk mengampuni, sebab Matius 6:14 mengatakan “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang. Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga”. Amin.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jamita Evangelium Minggu Advent II – 8 Desember 2024

Pauli  Hamu Dalan Di Jahowa       (Persiapkan Jalan Untuk Tuhan) Jesaya 40 :1 - 5   1)      Huria nahinaholongan dibagasan Jesus Kri...