Dipelihara
Allah Seperti Biji Mata
Mazmur 17: 8-15
a. Coba
kita lihat keistimewaan bambu; mengapa bambu tidak tumbang atau patah batangnya
ketika diterpa badai atau angin topan ? Apakah karena akarnya dalam ? bukan!
Akar pohon pinus lebih dalam. Apakah karena batangnya kuat? Juga bukan! Pohon ek dan jati lebih kuat
batangnya. Kalau begitu apa sebabnya bambu bisa bertahan terhadap angin
kencang? Rahasia ketahanan bambu terhadap angin kencang terletak pada sikapnya.
Ketika diterpa badai, pohon-pohon lain berdiri kaku dan tegak seakan-akan
menangtang kekuatan angin. Akibatnya ranting dan batangnya bisa patah.
Sebaliknya bambu justru merunduk dan menunduk. Bambu membiarkan diri diarahkan
oleh tiupan angin sampai bermiring-miring. Batang bambu bersifat lentur, yaitu
bisa berlekuk atau melengkung. Sifat lentur itu menyebabkan pohon bambu mampu
bertahan dalam badai dan topan. Sifat lentur itu memulihkan kembali sikap tegak
bambu setelah badai berlalu. Pohon lain berkonfrontasi terhadap angin, padahal
bambu beradaptasi. Itu bukan berarti bahwa bambu menyerah pada angin. Ia justru
bertahan, akarnya tetap berpegang pada pijakannya. Bahkan akarnya justru jadi
kian mendalam. Badai justru membuat pohon bambu menjadi lebih kuat.
b. Agaknya
kita bisa belajar dari bambu; bukankah kitapun bagaikan pohon yang
sewaktu-waktu diterpa oleh badai dalam bentuk berbagai persoalan, kesulitan dan
penderitaan ? Apa sikap kita menghadapi terpaan angin yang kencang? Apakah kita
menangtang dan melawan angin seperti pohon-pohon lain ? Bisa jadi kita akan
patah, tumbang. Ataukah kita bersikap lentur seperti pohon bambu, yaitu
merunduk dan menunduk sampai termiring-miring sekalipun? Dengan sikap itu kita bisa bertahan dan
kemudian pulih kembali. Sifat lentur yaitu berkeluk dan melengkungkan diri
adalah rahasia untuk bertahan. Sepanjang hidup berbagai persoalan, kesulitan
dan penderitaan datang menerpa kita. Kristus menyuruh kita bertahan. Kepada
para rasul ia bersabda, “Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh
hidupmu” (Luk. 21: 19). Pengarang anonim surat Ibrani pun menulis tentang “bertahan
dalam perjuangan yang berat” (Lih. Ibr.10:19-39).
c. Demikian
halnya dalam perikop Mazmur ini, yaitu Mazmur Daud yang meratap akan
penderitaannya. Kebencian yang ada di dalam hati Raja Saul, mengakibatkan ia
melakukan tindakan-tindakan yang yang jahat kepada Daud. Kebencian di dalam
hati Saul kepada Daud bermula ketika Daud berhasil mengalahkan Goliat dan Daud
di songsong dengan nyanyian yang lebih meninggikan nama Daud, 1 Sam. 18:6-9. Ketika
Saul membiarkan kebencian, dendam menguasai hati dan pikirannya, maka ia pun
melakukan tindakan-tindakan yang jahat, licik. Seperti: Saul menombak Daud,
Saul memberikan putrinya kepada Daud untuk menjadi umpan, Saul mengejar Daud
dengan menyerahkan pasukan Israel yang seharusnya untuk menyerang orang
Filistin, Saul membunuh para imam di Nob karena menolong Daud. Bukan hanya Daud
saja yang hendak dibunuhnya, bahkan seluruh keluarga imam Abimelekh yang
berjumlah 85 orang yang pernah menolong Daud pada masa pelarian, akhirnya ikut
dibunuh oleh Saul (1 Sam 22:18-19). Saul terus mengejar dan ingin membunuh
Daud.Saul lupa bahwa Daud telah membantunya untuk membunuh Goliat. Dalam saat2
pengejaran Saul kepada Daud, Daud mempunyai dua kali kesempatan untuk membunuh
Saul, pertama di En-Gedi (1 Samuel 24) dan kedua di Bukit Hakhila di Gibea (1
Samuel 26).Akan tetapi Daud menolak untuk membunuh raja yang diurapi oleh
Tuhan. Kedua peristiwa ini sebenarnya adalah peringatan Tuhan kepada Saul akan
tingkah lakunya yang tidak beres itu. Saul memang pernah berkeinginan untuk
bertobat (1 Sam 24:16-19; 26:21-25), akan tetapi yang menyedihkan setiap kali
Saul bertobat, hal itu tidak bertahan lama. Hatinya tidak dapat berubah
sungguh2, karena iri hatinya telah menguburnya dan rohnya pun telah dikuasai
oleh Iblis.
d. Kita
belajar dari Mazmur Daud ini; ia bak sebuah bambu tadi; ia bertahan menghadapi
terpaaan badai persoalan itu, ketika badai persoalan itu menerpa ia menancapkan
akar imannya kepada Tuhan saja. Tuhan menjadi satu-satunya tempat untuk mencari
perlindungan dan keselamatan. Ia datang menghadap Tuhan di Bait suci (kenisah)
dalam doa permohonannya kepada Tuhan . Pemazmur mengungkapkan bagaimana Tuhan
sanggup untuk memelihara menaungi hidupnya seperti biji mata dan seperti
naungan sayap. Seperti yang tertulis dalam Zakaria 2: 8b “Sebab siapa yang
menjamah kamu berarti menjamah biji mata-Nya. Permohonan yang disampaikan
pemazmur menyatakan bahwa hanya Tuhanlah yang akan memberikan ketenangan dan
perlindungan dalam kesusahan seperti yang dikatakan Yesus dalam Matius 23: 37"Yerusalem,
Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang
yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama
seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu
tidak mau”.
e. Dalam
situasi pergumulan yang dihadapi pemazmur ini kita dapat belajar, bahwa
walaupun ia menyatakan diri yang hidup sesuai dengan firman Tuhan, namun
pergumulan hidup pasti ada, tetapi Tuhan adil yang mengenal setiap langkah dan
laku manusia. Ada peribahasa Batak mengatakan: “Sitongka pajolo gogo,
papudipudi uhum” yang arinya adalah: jangan sekali-kali mendahulukan otot dan
mengabaikan hukum”. Pernah ada suatu kejadian penghinaan seorang bapak terhadap
istrinya, dengan perkataan yang pedas dan menghina, dan pada saat kejadian
didengar oleh anak laki-laki mereka yang sudah remaja. Anak tersebut tidak
tahan mendengar ocehan dan caci maki ayahnya itu, dan dengan spontan ingin
menghajar ayahnya dengan benda keras, namun dengan sigap sang ibu melarang dan
m enasehatinya: “Jangan kamu melakukannya, biarlah Tuhan yang membalaskannya,
sebab kuasa Tuhan lebih hebat dari kuasa manusia”. Artinya saudara-saudara yang
terkasih kita diingatkan, bahwa seberat apapun bentuk persoalan dan pergumulan
yang kita hadapi dalam hidup ini, tetap kita harus kembali kepada dasar iman
kita kepada Tuhan. Sebagaimana diungkapkan oleh pemazmur; bahwa orang fasik
dapat puas dengan apa yang dalam hidup ini, tetapi kepuasan orang yang hidup
dalam kebenaran adalah dapat melihat rupa Tuhan. Kenikmatan dan kepuasan serta
sukacita orang percaya bukan datang dari dunia ini, tetapi ketika memandang
wajah Tuhan. Amin.