Jumat, 30 Januari 2015

Bahan Khotbah Evangelium Minggu III Dung Epiphanias, 25 Januari 2015

Dipelihara Allah Seperti Biji Mata
 Mazmur 17: 8-15
     a.       Coba kita lihat keistimewaan bambu; mengapa bambu tidak tumbang atau patah batangnya ketika diterpa badai atau angin topan ? Apakah karena akarnya dalam ? bukan! Akar pohon pinus lebih dalam. Apakah karena batangnya kuat?  Juga bukan! Pohon ek dan jati lebih kuat batangnya. Kalau begitu apa sebabnya bambu bisa bertahan terhadap angin kencang? Rahasia ketahanan bambu terhadap angin kencang terletak pada sikapnya. Ketika diterpa badai, pohon-pohon lain berdiri kaku dan tegak seakan-akan menangtang kekuatan angin. Akibatnya ranting dan batangnya bisa patah. Sebaliknya bambu justru merunduk dan menunduk. Bambu membiarkan diri diarahkan oleh tiupan angin sampai bermiring-miring. Batang bambu bersifat lentur, yaitu bisa berlekuk atau melengkung. Sifat lentur itu menyebabkan pohon bambu mampu bertahan dalam badai dan topan. Sifat lentur itu memulihkan kembali sikap tegak bambu setelah badai berlalu. Pohon lain berkonfrontasi terhadap angin, padahal bambu beradaptasi. Itu bukan berarti bahwa bambu menyerah pada angin. Ia justru bertahan, akarnya tetap berpegang pada pijakannya. Bahkan akarnya justru jadi kian mendalam. Badai justru membuat pohon bambu menjadi lebih kuat.
    b.      Agaknya kita bisa belajar dari bambu; bukankah kitapun bagaikan pohon yang sewaktu-waktu diterpa oleh badai dalam bentuk berbagai persoalan, kesulitan dan penderitaan ? Apa sikap kita menghadapi terpaan angin yang kencang? Apakah kita menangtang dan melawan angin seperti pohon-pohon lain ? Bisa jadi kita akan patah, tumbang. Ataukah kita bersikap lentur seperti pohon bambu, yaitu merunduk dan menunduk sampai termiring-miring sekalipun?  Dengan sikap itu kita bisa bertahan dan kemudian pulih kembali. Sifat lentur yaitu berkeluk dan melengkungkan diri adalah rahasia untuk bertahan. Sepanjang hidup berbagai persoalan, kesulitan dan penderitaan datang menerpa kita. Kristus menyuruh kita bertahan. Kepada para rasul ia bersabda, “Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu” (Luk. 21: 19). Pengarang anonim surat Ibrani pun menulis tentang “bertahan dalam perjuangan yang berat” (Lih. Ibr.10:19-39).
   c.       Demikian halnya dalam perikop Mazmur ini, yaitu Mazmur Daud yang meratap akan penderitaannya. Kebencian yang ada di dalam hati Raja Saul, mengakibatkan ia melakukan tindakan-tindakan yang yang jahat kepada Daud. Kebencian di dalam hati Saul kepada Daud bermula ketika Daud berhasil mengalahkan Goliat dan Daud di songsong dengan nyanyian yang lebih meninggikan nama Daud, 1 Sam. 18:6-9. Ketika Saul membiarkan kebencian, dendam menguasai hati dan pikirannya, maka ia pun melakukan tindakan-tindakan yang jahat, licik. Seperti: Saul menombak Daud, Saul memberikan putrinya kepada Daud untuk menjadi umpan, Saul mengejar Daud dengan menyerahkan pasukan Israel yang seharusnya untuk menyerang orang Filistin, Saul membunuh para imam di Nob karena menolong Daud. Bukan hanya Daud saja yang hendak dibunuhnya, bahkan seluruh keluarga imam Abimelekh yang berjumlah 85 orang yang pernah menolong Daud pada masa pelarian, akhirnya ikut dibunuh oleh Saul (1 Sam 22:18-19). Saul terus mengejar dan ingin membunuh Daud.Saul lupa bahwa Daud telah membantunya untuk membunuh Goliat. Dalam saat2 pengejaran Saul kepada Daud, Daud mempunyai dua kali kesempatan untuk membunuh Saul, pertama di En-Gedi (1 Samuel 24) dan kedua di Bukit Hakhila di Gibea (1 Samuel 26).Akan tetapi Daud menolak untuk membunuh raja yang diurapi oleh Tuhan. Kedua peristiwa ini sebenarnya adalah peringatan Tuhan kepada Saul akan tingkah lakunya yang tidak beres itu. Saul memang pernah berkeinginan untuk bertobat (1 Sam 24:16-19; 26:21-25), akan tetapi yang menyedihkan setiap kali Saul bertobat, hal itu tidak bertahan lama. Hatinya tidak dapat berubah sungguh2, karena iri hatinya telah menguburnya dan rohnya pun telah dikuasai oleh Iblis.
    d.      Kita belajar dari Mazmur Daud ini; ia bak sebuah bambu tadi; ia bertahan menghadapi terpaaan badai persoalan itu, ketika badai persoalan itu menerpa ia menancapkan akar imannya kepada Tuhan saja. Tuhan menjadi satu-satunya tempat untuk mencari perlindungan dan keselamatan. Ia datang menghadap Tuhan di Bait suci (kenisah) dalam doa permohonannya kepada Tuhan . Pemazmur mengungkapkan bagaimana Tuhan sanggup untuk memelihara menaungi hidupnya seperti biji mata dan seperti naungan sayap. Seperti yang tertulis dalam Zakaria 2: 8b “Sebab siapa yang menjamah kamu berarti menjamah biji mata-Nya. Permohonan yang disampaikan pemazmur menyatakan bahwa hanya Tuhanlah yang akan memberikan ketenangan dan perlindungan dalam kesusahan seperti yang dikatakan Yesus dalam Matius 23: 37"Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau”.
    e.      Dalam situasi pergumulan yang dihadapi pemazmur ini kita dapat belajar, bahwa walaupun ia menyatakan diri yang hidup sesuai dengan firman Tuhan, namun pergumulan hidup pasti ada, tetapi Tuhan adil yang mengenal setiap langkah dan laku manusia. Ada peribahasa Batak mengatakan: “Sitongka pajolo gogo, papudipudi uhum” yang arinya adalah: jangan sekali-kali mendahulukan otot dan mengabaikan hukum”. Pernah ada suatu kejadian penghinaan seorang bapak terhadap istrinya, dengan perkataan yang pedas dan menghina, dan pada saat kejadian didengar oleh anak laki-laki mereka yang sudah remaja. Anak tersebut tidak tahan mendengar ocehan dan caci maki ayahnya itu, dan dengan spontan ingin menghajar ayahnya dengan benda keras, namun dengan sigap sang ibu melarang dan m enasehatinya: “Jangan kamu melakukannya, biarlah Tuhan yang membalaskannya, sebab kuasa Tuhan lebih hebat dari kuasa manusia”. Artinya saudara-saudara yang terkasih kita diingatkan, bahwa seberat apapun bentuk persoalan dan pergumulan yang kita hadapi dalam hidup ini, tetap kita harus kembali kepada dasar iman kita kepada Tuhan. Sebagaimana diungkapkan oleh pemazmur; bahwa orang fasik dapat puas dengan apa yang dalam hidup ini, tetapi kepuasan orang yang hidup dalam kebenaran adalah dapat melihat rupa Tuhan. Kenikmatan dan kepuasan serta sukacita orang percaya bukan datang dari dunia ini, tetapi ketika memandang wajah Tuhan. Amin.

Jamita Epistel Minggu XXIII D.Trinitatis – 3 Nopember 2024

Manghaholongi Tuhan Debata Dohot Dongan Jolma  Mengasihi Tuhan Allah Dan Sesama Manusia  5 Musa 6: 1 – 9 / Ulangan.   a)        Huri...